Kisah Prajurit Bugis dan Makassar di Keraton Jogja
Tak lepas dari reputasi mereka yang melegenda di abad ke-17
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Reputasi serdadu Bugis dan Makassar yang tangguh mulai melegenda sejak abad ke-17. Tak cuma terlibat Perang Makassar (1666-1669), mereka juga terlibat dalan beberapa konflik lain di Pulau Jawa.
Contohnya saat I Fatimah Daeng Takontu, Laskar Bainea dan Syekh Yusuf membantu Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC di Banten (1682-1683). Sebelumnya, bangsawan Makassar lain seperti I Mannidori Karek Tojeng dan Daeng Tulolo mendukung pemberontakan Raden Trunojoyo di Jawa Timur (1674-1680).
Masih dalam suasana Pemberontakan Trunojoyo, sang lawan yakni Amangkurat II meminta bantuan pada VOC. Sejarawan Zainal Abidin Farid dalam buku Capita Selecta: Sejarah Sulawesi Selatan (SIGn Publisher, 2017) menulis bahwa Batavia mengabulkan permintaan pemimpin Mataram Kartasura tersebut. Turut dikirim membantunya adalah 3.000 orang Bugis yang dipimpin langsung Arumpone (Raja Bone) Arung Palakka, pemimpin semua raja di Sulsel usai kejatuhan Gowa.
Baca Juga: Ambo Sooloh, Saudagar Bugis yang Masyhur di Singapura
1. Keraton Yogyakarta menerima prajurit Bugis pengawal pemulangan Ratu Bendara pada 1763
Kurang dari seabad berselang, tepatnya tahun 1763, giliran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang memakai jasa prajurit Bugis dan Makassar. Ini disebut tak lepas dari peristiwa pemulangan Ratu Bendara, anak penguasa Kasultanan Ngayogyakarta saat itu yaknu Hamengku Buwana I, dari Kadipaten Mangkunegaran Surakarta.
Dalam naskah Babad Mangkunegaran, dikisakan bahwa saat itu hubungan Yogyakarta dan Surakarta menjadi rumit lantaran Ratu Bendara diceraikan oleh penguasa Surakarta, Mangkunegara I. Prajurit Bugis milik Surakarta diutus untuk mengawal proses pemulangan, dan mengantisipasi "kemarahan" Hamengku Buwana I.
Respons ayah Ratu Bendara justru meleset dari perkiraan. Ia menyambut sang anak dan rombongannya dengan sukacita. Singkat cerita, para prajurit Bugis-Makassar merasa kerasan dan memilih menetap di Yogyakarta. Hamengku Buwana I pun memasukkan mereka sebagai pasukan (bregada) Keraton.
Baca Juga: Film Berbahasa Bugis Ambo Nai Sopir Andalan Ramaikan Bioskop