TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cornelis Speelman, Laksamana Kompeni Penakluk Supremasi Gowa-Tallo

Dari petugas pencatat pembukuan menjadi Gubernur Jenderal

Potret Laksamana Cornelis Speelman, Gubernur Jenderal VOC ke-14 (1681-1684), dan lukisan Romeyn de Hooghe tentang Perang Makassar (1666-1669). (Kolase Berbagai Sumber)

Makassar, IDN Times - Jumat 18 November 1667, setelah berunding selama satu pekan, koalisi VOC dan pihak Gowa-Tallo menyepakati isi Perjanjian Bongaya. Berisi 30 poin, semuanya berujung pada pelucutan supremasi maritim kerajaan yang saat itu dipimpin Sultan Hasanuddin.

Mulai dari kerugian Kompeni selama perang harus dibayar oleh raja dan bangsawan Gowa, monopoli dagang secara penuh oleh VOC dan larangan pedagang lain untuk berniaga di Makassar. Selain itu ada juga larangan berlayar untuk para penduduk Gowa-Tallo ke sejumlah tempat, lalu perintah penghancuran benteng-benteng di sepanjang pesisir Makassar.

Tujuh hari enam malam lingkar dalam Kesultanan Gowa berembuk. Sebagian menolak, sebagian lagi memilih berpihak pada VOC. Speelman pun terus mendesak. Sang Laksamana bahkan mengancam akan melanjutkan peperangan jika perundingan tetap buntu.

1. Cornelis Speelman mendapat tempat dalam sejarah sebagai penakluk Gowa-Tallo

Potret Laksamana Cornelis Speelman, Gubernur Jenderal VOC ke-14 (1681-1684), yang terlibat dalam Perang Makassar dan Pemberontakan Trunojoyo. (Wikimedia Commons/Rijksmuseum)

"Dalam sepucuk surat ke Batavia, Speelman mengumumkan sebuah 'kemenangan dan perdamaian' hebat yang diperoleh hanya korban jiwa 80 serdadu Belanda tewas," tulis sejarawan Leonard Y. Andaya dalam buku The Heritage of Arung Palakka (KITLV, 1981). Sang laksamana terdengar menyombongkan diri. Padahal ada banyak serdadu Kompeni yang meninggal akibat wabah selama April sampai Juni 1667.

Keberhasilan yang ia maksud adalah keberhasilan kerja sama antara angkatan laut dan darat Hindia-Belanda. Saat melepas sauh dari Batavia pada 24 November 1666, ia membawa kapal perang Tertholen, dua puluh kapal biasa, 818 pelaut, 578 tentara, dan 395 prajurit lokal. Ratusan lainnya pun sudah disiapkan oleh faksi pimpinan Arung Palakka dan Kapitan Jonker.

Bagi Speelman misi di Makassar sangatlah penting. Ada jabatan dan kehormatan yang harus ia pulihkan. Maka menang, berapa pun kerugian yang dialami Kompeni, adalah hal mutlak. Nasib seolah mempertemukannya dengan La Tenritatta Arung Palakka, Arumpone (Raja Bone) yang coba membebaskan rakyatnya dari belenggu okupasi.

Baca Juga: Karaeng Pattingalloang: Poliglot dan Pencinta Sains Asal Gowa-Tallo

2. Di usia masih 16 tahun, Speelman sudah pergi dari Rotterdam dan merantau di Batavia

Lukisan Andries Beeckman tentang kehidupan di daerah Kali Besar, Batavia, sekitar tahun 1656. (Wikimedia Commons/Rijksmuseum)

Lantas, siapa sesungguhnya sosok yang menjadi sasaran umpatan dalam Syair Perang Mengkasar karya Encik Amin tersebut? Alkisah seorang anak lahir di kota pelabuhan Rotterdam, pada 2 Maret 1628. Nama orok dari pasutri keluarga pedagang yang cukup berada tersebut adalah Cornelis Janzoon Speelman.

Banyak catatan menyebut Speelman tumbuh menjadi seorang remaja yang menaruh minat pada petualangan. Ambisinya? Menyambangi langsung Hindia Timur, koloni Belanda yang eksotis. Dan impian tersebut terkabul saat usianya menginjak usia 16 tahun. Pada 1644, ia berangkat menuju Batavia dan baru tiba setahun berikutnya.

Sempat luntang-lantung dan kerja serabutan, Speelman diterima sebagai boekhouder (pemegang pembukuan bisnis) untuk VOC pada 1648. Dalam waktu singkat, kariernya menanjak sebab kinerjanya dianggap ciamik. Dari onderkoopman, sekretaris untuk Raad van Indië (Dewan Penasihat Gubernur Jenderal), masuk dalam rombongan misi diplomasi VOC, koopman, kemudian boekhouder-generaal pada 1657.

3. Saat menjadi Gubernur Coromandel, Speelman terjerat kasus korupsi dan perdagangan ilegal

Lukisan Philip Baldaeus tahun 1676 tentang pemandangan kota Masulipatnam yang masuk wilayah koloni Belanda di India, Coromandel. (Wikimedia Commons)

Pada Juni 1664, Speelman ditunjuk sebagai Gubernur wilayah Coromandel yang terletak di pesisir tenggara India. Namun tak lama berselang, namanya mencuat dalam skandal. Bernard H.M. Vlekke, dalam buku Nusantara: Sejarah Indonesia (Gramedia, 2008), menulis bahwa Speelman dituduh oleh Dewan Direksi VOC menyalahgunakan kedudukan untuk memperkaya diri. Dia diduga melakukan korupsi dan perdagangan tanpa sepengetahuan Kompeni.

Speelman diadili. Ia terbukti bersalah. Selain ditarik dari jabatan Gubernur Coromandel, Speelman juga diskorsing 15 bulan dan denda 3.000 gulden. Lepas dari hukuman pada 1666, ia memulai kembali kariernya sebagai laksamana armada Angkatan Laut di Batavia. Selama Speelman di Coromandel, ada seorang raja dari tanah Bugis yang menarik perhatian petinggi Kompeni: Arung Palakka.

Terusir dari kerajaan sendiri, ia menyeberangi Laut Jawa untuk meminta bantuan melawan Gowa. Namun, Arung Palakka dan pengikutnya harus lebih dulu membantu VOC memadamkan pemberontakan di sejumlah tempat. Salah satunya di Minangkabau pada awal 1666. Kembali dari ekspedisi di Sumatra, Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker memberi lampu hijau untuk penaklukan Gowa. Arung Palakka ikut serta, dengan Cornelis Speelman sebagai pemimpinnya.

Baca Juga: Perjanjian Bongaya 18 November 1667, Siasat VOC Redam Perang Makassar 

Berita Terkini Lainnya