Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Risiko Tersembunyi dari Gaya Hidup Cashless yang Perlu Diwaspadai

ilustrasi cashless (pexels.com/energepic.com)
ilustrasi cashless (pexels.com/energepic.com)
Intinya sih...
  • Pengeluaran gak terasa, ujung-ujungnya boros
  • Terlalu mengandalkan koneksi internet dan teknologi
  • Potensi peretasan dan kebocoran data pribadi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Gaya hidup cashless kini telah menjadi bagian dari rutinitas banyak orang, terutama generasi muda di kota besar. Dengan hanya bermodal smartphone dan aplikasi dompet digital, berbagai transaksi bisa dilakukan dengan mudah, mulai dari belanja harian, transportasi, sampai donasi sosial. Transisi dari uang tunai ke sistem digital memang menawarkan kemudahan dan efisiensi, tapi di balik segala kepraktisan itu, ada beberapa risiko tersembunyi yang sering kali terabaikan.

Ketika hampir semua pembayaran dilakukan secara digital, banyak orang jadi gak sadar sedang kehilangan kendali atas keuangannya sendiri. Tampilannya memang simpel dan modern, namun kemudahan itu bisa menjerumuskan ke dalam kebiasaan konsumtif, utang yang membengkak, hingga masalah keamanan data pribadi. Artikel ini akan mengulas beberapa risiko tersembunyi dari gaya hidup cashless yang sebaiknya mulai diwaspadai sebelum terlambat.

1. Pengeluaran jadi gak terasa, ujung-ujungnya boros

ilustrasi belanja online (freepik.com/lifeforstock)
ilustrasi belanja online (freepik.com/lifeforstock)

Kemudahan sistem cashless sering kali membuat pengeluaran terasa lebih ringan, padahal jumlah yang dikeluarkan bisa sama atau bahkan lebih besar dari transaksi tunai. Ketika membayar tanpa melihat fisik uang yang keluar, otak gak merespons dengan perasaan kehilangan yang sama seperti saat menyerahkan lembaran uang. Akibatnya, transaksi kecil yang sering dilakukan bisa menguras saldo secara perlahan tapi pasti.

Banyak orang baru sadar keuangannya memburuk setelah melihat histori transaksi yang panjang dan tak terkontrol. Fitur notifikasi real-time memang membantu, tapi tak semua orang memanfaatkannya untuk refleksi keuangan. Tanpa disadari, gaya hidup cashless ini bisa mendorong kebiasaan konsumtif dan melemahkan disiplin finansial. Apalagi jika digabung dengan promo-promo yang secara psikologis mendorong pembelian impulsif.

2. Terlalu mengandalkan koneksi internet dan teknologi

ilustrasi belanja online (unsplash.com/Campaign Creators)
ilustrasi belanja online (unsplash.com/Campaign Creators)

Salah satu kelemahan utama dari sistem cashless adalah ketergantungan penuh pada internet dan perangkat digital. Ketika jaringan bermasalah atau sistem aplikasi error, transaksi bisa gagal, bahkan dalam situasi mendesak seperti membayar transportasi atau membeli obat. Ini menjadi kerentanan yang gak bisa dianggap sepele, apalagi di daerah dengan koneksi internet yang belum stabil.

Selain itu, penggunaan aplikasi dan sistem pembayaran berbasis digital juga membuat ketergantungan pada gadget semakin tinggi. Ketika baterai habis, sinyal hilang, atau sistem crash, seluruh rencana bisa berantakan. Risiko ini mungkin gak terasa saat semuanya berjalan lancar, tapi sekali saja terjadi gangguan, dampaknya bisa sangat menyulitkan, bahkan menghambat aktivitas penting.

3. Potensi peretasan dan kebocoran data pribadi

ilustrasi data pribadi (freepik.com/freepik)
ilustrasi data pribadi (freepik.com/freepik)

Transaksi digital meninggalkan jejak data yang sangat detail, mulai dari kebiasaan belanja hingga lokasi yang sering dikunjungi. Data ini sangat berharga bagi perusahaan dan juga rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang gak bertanggung jawab. Serangan siber seperti phishing, hacking, atau kebocoran sistem bisa mengungkap informasi pribadi yang bersifat sensitif.

Meskipun sebagian besar platform cashless mengklaim sudah menggunakan sistem keamanan tinggi, celah tetap bisa ditemukan oleh pelaku kejahatan digital. Ketika identitas dan data keuangan bocor, kerugiannya bisa meluas, mulai dari pencurian dana hingga penyalahgunaan identitas. Masalah ini sering kali gak langsung disadari sampai ada kerugian nyata yang dirasakan secara finansial.

4. Sulit menyusun anggaran secara disiplin

illustrasi menyusun anggaran (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
illustrasi menyusun anggaran (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Berbeda dengan uang tunai yang jumlahnya terlihat secara fisik, penggunaan sistem cashless membuat banyak orang kesulitan menetapkan batas anggaran. Fitur auto debit, dompet digital, dan pembayaran instan membuat uang mudah mengalir keluar tanpa kontrol yang ketat. Tanpa perencanaan matang, gaya hidup ini justru bisa menyulitkan pengelolaan keuangan jangka panjang.

Seseorang yang terbiasa membayar segala hal secara digital sering kehilangan kebiasaan mencatat pengeluaran secara manual. Padahal, pencatatan manual dapat menjadi alat penting untuk menyadari pola konsumsi. Ketika semua pembayaran bersifat instan, proses refleksi keuangan juga ikut terpotong. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan dalam menetapkan prioritas kebutuhan secara tepat.

5. Mengikis nilai uang dan rasa kepemilikan

ilustrasi belanja online (pexels.com/Leeloo The First)
ilustrasi belanja online (pexels.com/Leeloo The First)

Gaya hidup cashless secara perlahan mengubah cara seseorang memaknai uang. Karena transaksi dilakukan lewat layar tanpa kontak langsung dengan uang fisik, rasa kepemilikan terhadap uang bisa berkurang. Uang hanya terlihat sebagai angka yang bisa dipindah-pindahkan tanpa beban emosional, padahal nilai uang seharusnya disadari dan dihargai.

Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memengaruhi cara seseorang membuat keputusan keuangan. Ketika nilai uang gak lagi terasa nyata, keputusan pembelian menjadi semakin impulsif dan tanpa pertimbangan mendalam. Ini bisa menciptakan kebiasaan buruk yang sulit diubah, terutama jika tak disertai pendidikan finansial yang baik sejak awal.

Gaya hidup cashless memang praktis dan relevan dengan perkembangan zaman, tapi tetap memiliki sisi gelap yang perlu diperhatikan. Risiko seperti kehilangan kendali finansial, gangguan sistem, dan potensi kebocoran data bisa menjadi masalah besar jika diabaikan. Oleh karena itu, penting untuk tetap bijak dan seimbang dalam menggunakan teknologi finansial.

Keseimbangan antara efisiensi digital dan kesadaran finansial adalah kunci untuk menghindari jebakan gaya hidup cashless. Jangan sampai demi mengikuti tren, malah mengorbankan stabilitas keuangan dan keamanan pribadi. Waspada sejak sekarang bisa menyelamatkan dari banyak kerugian di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us