Pameran Di Luar Jam Sekolah: Seni sebagai Ekspresi Remaja
Tempat curhat dan sikap atas segala keresahan sehari-hari
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Keresahan adalah dua hal yang tak terpisahkan dari proses remaja menuju tahap dewasa. Entah karena keadaan rumah, di lingkungan pertemanan, masalah kepercayaan, hingga situasi sekolah. Padahal fase krusial tersebut membentuk sikap dan pola pikir ketika memasuki jenjang adolesens.
Akumulasi keresahan bisa berdampak besar pada kesehatan mental. Melampiaskannya bisa berujung pada dua hal, kelegaan atau self destruct. Dan seni bisa menjadi salah satu metode positif untuk penyaluran luapan emosi dan gelisah. Seni menjadi pendekatan untuk mengetahui perkembangan emosional remaja dan sejauh mana imajinasi mereka.
Ini yang dilakukan oleh 20 siswa-siswi Makassar dan Gowa yang memamerkan karya mereka dalam pameran "Di Luar Jam Sekolah", agenda tahunan milik inisiatif gerakan CREATE Moments. Galeri Artmosphere Studio pada Kamis (22/8/2022) hingga Minggu (25/8/2022) lalu berubah menjadi tempat para murid SMA ini bercerita, dan mengajak pengunjung melihat refleksi diri masing-masing.
Baca Juga: Pangdam XIV Hasanuddin Buka Pameran Alutsista di Losari Makassar
1. Muhammad Aldi Saputra menyikapi "toxic masculinity" dalan karyanya
Perkara toxic masculinity jadi salah satu hal yang dialami oleh Muhammad Aldi Saputra, salah satu siswa SMA. Melalui karya "Ini Adalah Sampah", berupa kolase unik berisi sampah dan potongan surat kabar dalam bingkai, ia ingin menumpahkan keresahan sekaligus pernyataan sikapnya atas perundungan.
"Hal yang saya alami setiap hari adalah perundungan, baik di rumah dan sekolah. Orang-orang melihat saya seperti ini, bertanya tentang kebiasaan saya yang tidak suka main bola atau senang di dapur," ujarnya saat ditemui IDN Times, Sabtu (24/9/2022). "Padahal saya tetaplah seorang laki-laki," sambungnya.
"Kenapa mi itu kau gayamu." "Gemulai kayak ko cewek, harus ko tegas deh." "Deh cowo bede baru suka masak." Ini semua adalah kata-kata tak mengenakkan yang nyaris Aldi dengar setiap hari. Ia merangkai setiap ungkapan negatif tersebut menggunakan potongan koran bekas. Residensi seni di Kedai Buku Jenny selama enam pekan memberinya banyak inspirasi.
Masih banyak kata-kata lain yang hurufnya adalah daur ulang. Kenapa harus sampah? "Sebab sampah adalah hal yang tak dibutuhkan lagi, harus jauh dari pandangan. Maka seperti itulah saya menganggap perundungan ini, hanya sampah," ungkap Aldi.
Baca Juga: Pameran "Di Luar Jam Sekolah": Isu Keberagaman dari Mata Pelajar