TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengulik Keresahan Warga Makassar lewat Kota Dalam Teater

Agenda pertunjukan rutin Kala Teater sejak tahun 2015

Pementasan Kala Teater berjudul "Suara-Suara Gelap (Dari Ruang Dapur)" pada Oktober 2019. (Instagram.com/kalateater)

Makassar, IDN Times - Kala Teater, sebuah kelompok kesenian kontemporer di Makassar, kembali menggelar Proyek Kota dalam Teater (City in Theatre Project). Pertunjukan bakal berlangsung di tiga tempat, yakni Terminal Mallengker, Jalan AP Pettarani, dan Taman Macan, pada Sabtu-Minggu, 5 dan 6 November 2022.

Berlangsung sejak tahun 2015, proyek edisi tahun ini adalah hasil pembacaan isu-isu Kota Makassar melalui riset terhadap warganya. Selain itu mereka juga fokus menelisik seni performans melalui studi karya performans, diskusi, riset tematik dan artistik, lokakarya, latihan, dan presentasi karya-sedang-tumbuh.

Seluruh proses riset dan studi Kota dalam Teater tersebut dilaksanakan sejak April hingga Oktober 2022, sebelum dipentaskan di ruang publik pada akhir pekan ini. Selain itu, tujuan lainnya adalah mendekatkan warga pada seni dan isu di kotanya.

Baca Juga: Kala Teater dan Upaya Bertahan di Tengah Gempuran Budaya Luar

1. Proyek Kota dalam Teater tahun ini mengangkat tema "Yang Tidak Terhubung: Warga dan Kota"

Anggota Kala Teater saat melakukan lokakarya untuk Proyek Kota dalam Teater 2022. (Dok. Kala Teater)

"Setelah melakukan riset terhadap 300 warga kota, Kota dalam Teater menarik sebuah tema besar yaitu, Yang Tidak Terhubung: Warga dan Kota. Ini difokuskan pada 4 sub tema yang dinyatakan di ruang publik melalui medium seni performans," demikian keterangan tertulis yang diterima IDN Times pada Jumat (4/11/2022).

Keresahan sekaligus sub tema pertama adalah fenomena arogansi pengiring jenazah di jalan raya. Mereka dianggap identik dengan pelanggaran aturan lalu lintas, mengganggu ketertiban umum, dan tak jarang memakai kekerasan.

"Riset menunjukkan perilaku pengiring jenazah tersebut mengakibatkan keresahan dan kerugian warga lain sebagai pengguna jalan," jelas mereka.

Kedua, peran dan fungsi terminal yang diabaikan. Warga yang menjadi responden sepakay bahwa terminal adalah ruang publik yang tidak lagi digunakan oleh warga sesuai fungsinya. Terlebih upaya pemeliharaannya disebut tak berjalan baik.

"Peran terminal sebagai ruang pertemuan dan perpisahan antar warga diabaikan akibat beragam persoalan. Antara lain fasilitas yang rusak dan kumuh serta munculnya terminal bayangan," papar perwakilan Kala Teater.

2. Empat sub tema dipilih setelah lalui proses riset dan studi selama enam bulan

Anggota Kala Teater saat melakukan lokakarya untuk Proyek Kota dalam Teater 2022. (Dok. Kala Teater)

Sub tema ketiga yakni kontestasi pada pekerja bangunan perempuan. Mereka menemukan bahwa pekerja bangunan perempuan memang memilih profesi tersebut secara sadar.

"Namun, meski telah menggunakan otoritasnya dengan baik, pada praktiknya, pekerja bangunan perempuan tidak mendapatkan upah setara dengan laki-laki dan perempuan dan terjadi diskriminasi (di tempat kerja, red.)," ujar mereka.

Terakhir yakni uang panaik. Banyak yang sepakat tradisi ini tak lagi dipraktikkan menurut nilai filosofis yang mendasarinya, tapi mengarah ke ajang kontestasi materi. Bahkan, uang panaik disebut turut membentuk opini bahwa perempuan adalah komoditi pernikahan.

Masih ada temuan lain selama Kala Teater, yakni warga yang merasa tak terhubung dengan kota yang didiaminya, dan pembangunan kotak tak terhubung dengan kebutuhan warga.

"Terjadinya pergeseran identitas Kota Makassar akibat pembangunan tanpa menimbang kebutuhan warga, kontestasi di ruang-ruang kota, persoalan lingkungan dan ruang terbuka hijau, dan tradisi yang tidak lagi relevan tehadap warganya," papar keterangan tersebut.

Baca Juga: 8 Alat Musik Tradisional Khas Sulawesi Selatan yang Masih Lestari

Berita Terkini Lainnya