10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassar

Ada baju bodo hingga replika perahu pinisi

Siapa nih yang suka berwisata di akhir pekan? Faktanya, secara tidak sadar, setiap orang punya referensi tujuan wisata favorit yang berbeda, lho. Salah satunya ialah mengunjungi museum sebagai destination wisata sejarah.

Nah, pada hari Minggu (29/1/2023) yang lalu, para peserta pelatihan menulis bertajuk Persami IDN Times Sulawesi Selatan yang didampingi oleh community editor IDN Times, berkesempatan menulusuri salah satu tempat wisata di Kota Makassar yaitu Benteng Fort Rotterdam. Di kawasan benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo itu terdapat museum La Galigo.

Mengunjungi museum tentu saja tidak lengkap tanpa mencari tahu informasi tentang koleksi-koleksi yang dimilikinya. Sebab, dengan mempelajari koleksi museum, maka secara tidak langsung kita telah melestarikan budaya dan menghargai peninggalan orang terdahulu.

Bagaimana keseruan wisata sejarah di Benteng Fort Rotterdam Makassar?, Berikut daftar benda koleksi yang menarik perhatian di Museum La Galigo. Disimak dan diingat, ya!

1. Nisan Pak Haji

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret nisan pak haji di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Bukti sejarah kebendaan yang menunjukkan bahwa agama Islam telah lama dianut oleh masyarakat di Sulawesi Selatan, ialah dengan adanya keberadaan nisan Pak Haji.

Menurut keterangan Matius, pemandu wisata di Benteng Fort Rotterdam, Nisan Pak Haji yang di samping kanan kirinya dihimpit oleh nisan istri dan anak perempuannya, konon merupakan keluarga sosialita muslim pada zamannya.

Fakta bahwa pemilik nisan ini memeluk agama Islam ditunjukkan pada pola ukiran nisan yang berbentuk wajah pria bersongkok. Menarik bukan?

2. Perahu pinisi

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo MakassarReplika kapal Pinisi di Museum La Galigo, Benteng Fort Rotterdam Makassar. (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Berdasarkan naskah lontarak I La Galigo, kapal pinisi pertama kali dibuat oleh putra mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading. Alkisah,  Sawerigading berlayar dengan menggunakan pinisi dengan tujuan untuk memperistri putri bernama We’ Cudai yang berada di negeri Tiongkok.

Konon sekembalinya ke Tanah Luwu, perahunya diterjang ombak besar yang mengakibatkan kapal yang ditumpangi Sawerigading terbelah menjadi tiga bagian. Satu bagian terdampar di desa Ara, satu lagi di Tana Beru, dan juga terdampar di Lemo-lemo yang terletak di Kabupaten Bulukumba.

Kapal pinisi sendiri merupakan perahu layar tradisional khas masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan yang terbuat dari kayu. Kapal legendaris ini memiliki dua tiang utama dan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang suku Bugis-Makassar diakui telah mampu mengarungi tujuh samudra di dunia. Wah, hebat ya.

3. Miniatur balla' assung

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret miniatur balla assung di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Jika diartikan kata perkata dalam bahasa Makassar, balla'  berarti rumah dan assung artinya lesung. Sehingga balla' assung merupakan rumah tambahan yang memiliki lesung. Balla' assung ini biasanya dibangun di samping, di belakang ataupun dibangun di sekitar rumah induk (rumah tempat tinggal).

Sesuai artinya, balla' assung  digunakan masyarakat untuk menyimpan assung (lesung) yang nantinya dipakai untuk menumbuk padi dan jagung. Selain digunakan sebagai tempat untuk menumbuk hasil panen, balla assung juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan dan menampung padi dan jagung yang telah dipanen oleh para petani. Di daerah kamu, balla assung berfungsi sebagai apa, nih?

4. Wadah kubur erong

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret miniatur wadah kubur erong di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Menurut keyakinan sebagian masyarakat suku Toraja, jasad seseorang yang telah meninggal dunia harus dikebumikan di liang dengan menggunakan wadah kubur maupun tanpa memakai wadah kubur sama sekali.

Pemanfaatan wadah kubur tersebut digunakan berdasarkan status sosial sang jasad, yang mengikuti hukum adat yang diatur oleh kepercayaan aluk todolo.

Salah satu wadah kubur yang digunakan dalam prosesi pemakaman jasad suku Toraja ialah wadah kubur erong.

Wadah kubur ini merupakan wadah kubur yang berbentuk kerbau. Penggunaan pola kerbau ini diyakini sebagai kendaraan arwah menuju ke alam baka, yang diperuntukkan pada jasad dari keluarga bangsawan yang berada di strata menengah. 

Selain itu, peletakan posisi wadah kubur erong tidak sembarangan, lho. Berdasarkan keterangan dari Matius, orang Toraja menyakini bahwa para dewa bersamayam di arah utara. Sehingga wadah kubur erong harus mengarahkan kaki jasad ke arah utara dan kepalanya ke arah selatan. 

Dalam prosesi pemakaman maayat masyarakat suku Toraja atau rambu solok, senantiasa dirangkaikan dengan prosesi penyembelihan hewan berupa kerbau dan babi dalam jumlah yang banyak, iringan tari ma'badong, sisemba hingga penyelenggaraan adu kerbau. Keunikannya bikin tambah pengin berkunjung ke Toraja langsung, bukan?

5. Lepa-lepa

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret lepa-lepa di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Tidak hanya bertani, masyarakat di Sulawesi Selatan juga memenuhi kebutuhan protein dengan menangkap ikan. Khusus masyarakat suku Bugis, mengenal upacara menangkap ikan yaitu ma rimpa salo yang berarti menghalau ikan sungai ini.

Upacara ma rimpa salo ini merupakan salah satu cara menangkap ikan di sungai dengan cara menghalau ikan-ikan dari hulu sungai menuju muara.

Tidak hanya menghalau ikan, upacara ini juga diiringi dengan tabuhan gendang yang bertalu-talu dan bunyi-bunyian yang terbuat dari bambu dengan harapan ikan akan berkumpul di suatu tempat agar nantinya mudah ditangkap.

Adapun sarana transportasi air yang digunakan dalam upacara tangkap ikan ini ialah lepa-lepa.

Lepa-lepa merupakan jenis perahu yang terbuat dari bahan kayu yang tahan air dan ringan. Selain dimanfaatkan masyarakat ketika menangkap ikan di sungai, lepa-lepa juga digunakan sebagai  transportasi menyeberang pulau terdekat. Nama perahunya unik, bukan?

6. Senjata badi' mangkasara'

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret badi' di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Secara sederhana badi' atau badik adalah senjata tajam yang memiliki ragam bentuk dan pola dari hasil tempahan logam maupun besi yang khas. Badi' merupakan senjata tajam yang memiliki kemagisan yang disakralkan serta menjadi simbol siri' (harga diri) bagi orang Makassar. Terlepas dari fungsi dan kegunaanya, badi' mangkasara' digunakan sebagai senjata tajam untuk mengiris dan memotong benda.

Sesuatu yang berkaitan dengan panggadakkang (adat istiadat) selalu menghadirkan pemakaian badi' utamanya pada prosesi pa'buntingang (pernikahan) yang juga disandingkan dengan lipa' sa'be (kain sarung). Selain itu, pemakaian badi' ini juga menjadi penanda akan terjadinya konflik yang berhubungan dengan masalah siri' (harga diri). 

Nah, menurut informasi dari Matius, jika kita melihat seseorang memakai badi' di bagian tengah-tengah, berarti orang yang mengenakan badi' itu sedang menghadiri pernikahan. Namun, jika badi' diposisikan di samping atau di belakang (punggung) maka kita harus waspada, sebab ini menjadi pertanda bahwa orang yang mengenakan badi' di posisi tersebut sedang bersiap untuk melakukan agresi sebagai pembelaan diri atas dasar harga diri. Idih, ngeri banget!

7. Petikan jam yang baik dan buruk untuk turun sawah dalam seminggu

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret petikan jam yang baik dan buruk untuk turun sawah dalam seminggu di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Masyarakat agraris di Sulawesi Selatan masih menyakini kepercayaan tradisional utamanya kepercayaan hari dengan jam yang baik dan buruk untuk memulai aktivitas baik itu petikan waktu yang baik dan buruk ketika menyiapkan benih padi termasuk waktu yang baik dan buruk untuk turun ke sawah.

Dalam memulai aktivitas agraris, masyarakat pedalaman yang menyakini kepercayaan ini harus mematuhi hari/jam yang telah ditentukan baik dengan mengikuti nilai dan norma tertentu. Yang menurut keterangan Matius, mematuhi dan menyakini penentuan waktu yang baik dan menghindari waktu buruk dimaksudkan untuk menghindari malapetaka dan kesialan.

Kepercayaan tentang hari/waktu yang baik dan buruk ini, hidup dan membudaya pada masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya pada suku Bugis-Makassar yang bersumber dari naskah lontara kutika dan naskah meong paloe.

Naskah klasik meong paloe ditulis dalam bahasa Bugis. Naskah ini mengisahkan tentang petualangan Sanggessari atau Sang Hyang Sri yang lebih dikenal sebagai Dewi Sri yang dikawal oleh meong palo karallae (kucing belang) untuk mencari tempat yang menerima padi yang dibawa oleh Dewi Sri dengan ketentuan sang penghuni rumah yang dikunjungi Dewi Sri harus berperagai baik. Nah, apakah kamu pernah dengar mitos Dewi Sri gak?

8. Lesung panjang

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret lesung panjang di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Lesung panjang merupakan peninggalan budaya agraris berupa lesung yang digunakan untuk mengolah hasil panen utamanya padi. Menurut deskripsi koleksi, lesung panjang ini adalah salah satu peninggalan dari keturunan raja di Kabupaten Jeneponto. Peralatan pengolahan padi ini memiliki ragam hias floralistis atau tumbuhan pada kedua sisinya. Ragam hias tersebut didudaga oleh para budayawan sebagai simbol cinta manusia kepada alam dan menunjukkan ketarkaitan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya.

Pada masa lampau, lesung panjang juga digunakan sebagai peralatan upacara adat pesta panen yakni mappadendang yang merupakan budaya berwujud aktivitas yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa atas hasil panen yang melimpah yang diperoleh para petani dan harapan agar supaya Maha Kuasa dapat kembali menambah jumlah hasil panen.

Pesta adat ini, dimeriahkan dengan berbagai atraksi gerakan mappadendang dan ayunan. Di samping itu, praktik budaya mappadendang dengan menggunakan lesung ini juga disertai pula dengan tari-tarian yang dilakukan oleh para pemuda-pemudi, yang menurut penuturan Matius, mappadendang ini biasanya menjadi ajang pencarian jodoh, lho. Nah gimana, kaum jomblo, berminat mencoba mempraktikkan budaya ini?   

9. Baju bodo

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret baju bodo di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah)

Secara istilah, penamaan baju bodo berasal dari kata "bodo" yang dalam bahasa Makassar diartikan sebagai pendek. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Matius, baju bodo merupakan baju tanpa lengan yang agak transparan dan bawahannya memakai sarung.

Diihat dari tekstur kain, baju bodo tempo dulu dibuat dari kain yang cenderung tipis dan tembus pandang sehingga anggota tubuh perempuan pemakai sangat terekspos. Hal ini tidak terlepas dari peruntukan baju bodo zaman dulu sendiri, yakni digunakan untuk menunjukkan kemolekan yang dimiliki perempuan dan menarik perhatian laki-laki untuk nantinya dipinang sebagai istri. 

Adapun pembagian warna baju bodo dibagi berdasarkan status, yang terdiri atas:

  • Baju bodo warna merah sebagai penanda perempuan pemakai berstatus gadis.
  • Baju bodo warna biru dan hijau menjadi penanda status kebangsawanan yang tersemat pada perempuan pemakai.
  • Baju bodo warna kuning sebagai petunjuk bahwa perempuan yang mengenakannya berstatus janda.
  • Baju bojo warna oranye digunakan oleh perempuan yang sudah bersuami. 

Walaupun telah memiliki aturan peruntukan warna dan penggunaan tekstur kain, baju bodo di era sekarang telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk menyesuaikan fashion dan norma sosial masyarakat yang mayoritas menganut agama Islam. Nah, kalau kamu kembali ke masa lalu nih, baju bodo warna apa yang jadi favorit kamu?

Baca Juga: Misi Alvin Sulfatri Menjaga Budaya Lewat Saduran I La Galigo

10. Bendi

10 Benda Koleksi yang Curi Perhatian di Museum La Galigo Makassarpotret bendi di Museum La Galigo (dok.pribadi/Siti Raodhatul Ummah?

Bendi yang biasa disebut dokar ini merupakan salah satu alat transportasi darat yang ramah lingkungan dan bergerak dengan memanfaatkan tenaga hewan (kuda). Berdasarkan fungsinya, bendi digunakan dalam kegiatan distribusi barang ke pasar dan sebagai transportasi masyarakat pedesaan.

Aktivitas mengendalikan bendi dimulai selepas sholat Subuh.Dengan kedali seorang kusir, bendi mampu mengangkut maksimal lima penumpang, empat penumpang duduk di belakang kusir. 

Bendi umumnya dimiliki oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Untuk memiliki bendi ini, masyarakat tani harus menyiapkan modal jutaan rupiah untuk membeli kuda dan gerobak. Namun, berbeda apabila kuda diternakkan sendiri, maka beban modal untuk memiliki bendi akan berkurang.

Kini peran penting bendi, telah digantikan oleh sarana transportasi yang lebih modern sehingga tidak menutup kemungkinan bila bendi akan terlupakan. 

Nah, selain koleksi-koleksi tersebut, Museum La Galigo di Benteng Rotterdam Makassar juga punya koleksi lainnya yang tidak kalah uniknya, lho. Menurut keterangan Matius dan sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, koleksi menarik lainnya hanya dipamerkan pada pameran dan diperlihatkan ketika tamu yang sangat penting datang berkunjung.

Tahu gitu, kamu pasti tambah penasaran kan, apa saja sih koleksi Museum La Galigo lainnya itu? Mending berkunjung langsung saja di Museum La Galigo  yang beroperasi setiap hari Selasa-Minggu dimulai pukul 08:00 - 17:30 WITA. Semoga kamu menikmati kunjunganmu di Museum La Galigo.

Baca Juga: 8 Destinasi Wisata Sejarah di Makassar, Gak Cuma Fort Rotterdam

Siti Raodhatul Ummah Photo Community Writer Siti Raodhatul Ummah

Multi-U

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya