Makam Pangeran Diponegoro, Saksi Bisu Perjuangan di Tanah Daeng

Para peziarah rata-rata datang dari Pulau Jawa

Makassar, IDN Times - Waktu sudah menunjukkan pukul 16:15 Wita saat saya tiba. Suasananya amat sepi. Hanya ada dua mobil terparkir tepat di sebelah trotoar pembatas. Saya tebak, ini bukan pengunjung. Hanya warga sekitar, mengindahkan rambu dilarang parkir yang berdiri tinggi menjulang.

Pemandangan Selasa sore (30/4) di dalam makam Pangeran Diponegoro amat kontras dengan hiruk-pikuk jalanan yang juga meminjam nama sang pahlawan nasional.

Dari gerbang masuk, saya kemudian diarahkan untuk mengisi buku tamu. Rahmad Bakrie Daeng Malewa, menyambut dengan ramah. Rupanya sang istri masih generasi kelima keturunan Pangeran Diponegoro yang tersebar di Makassar.

"Ya, jumlahnya sekitar 300-an dengan profesi beragam. Mulai dari pegawai negeri hingga pengusaha," tuturnya kepada IDN Times. Kami saling bercakap di dalam pendopo sederhana. Bangunan kecil tersebut terdiri dari dua kamar, tiga sofa penerima tamu, serta tiga lukisan Diponegoro dalam berbagai ukuran.

Baca Juga: Mengenang Pangeran Diponegoro, Ini 5 Wisata Sejarah di Makassar

1. Pusara Pangeran Diponegoro (kanan) berdampingan dengan sang istri RA Ratu Ratna Ningsih

Makam Pangeran Diponegoro, Saksi Bisu Perjuangan di Tanah DaengIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Usai ditangkap, sekaligus mengakhiri Perang Jawa (1825-1830) yang amat melelahkan pemerintah kolonial Belanda, sosok yang lahir dengan nama Bendoro Raden Mas Ontowiryo itu kemudian diasingkan ke Makassar. Di kota bandar perdagangan, Diponegoro kemudian menghabiskan hari-hari penahanannya dalam salah satu sel Benteng Fort Rotterdam, selama 21 tahun.

Namun, Pangeran Diponegoro tak sendiri. Dia turut serta membawa sang istri, RA Ratu Ratna Ningsih, lima anak serta anggota laskar pejuangnya ke Tanah Daeng. Dengan status darah biru Kesultanan Yogyakarta, tak sulit bagi bagi putra-putrinya mendapat pasangan juga dari kalangan bangsawan. Mereka menikah dengan anggota kerajaan Bone, Soppeng hingga Gowa.

Beranak pinak di tanah orang membuat keturunan Diponegoro di Makassar terbilang unik, mengingat mereka punya dua silsilah bangsawan berbeda pulau. Sang juru kunci makam, Raden Hamzah Diponegoro, malah ada dalam barisan generasi keturunan kelima. Sebagai bentuk pengakuan, Keraton Yogyakarta turut menerbitkan Surat Kuasa atas tugasnya pada tahun 2017 silam.

2. Total ada 60 pusara yang ada di area makam, mulai dari anak hingga anggota laskar pejuang Diponegoro

Makam Pangeran Diponegoro, Saksi Bisu Perjuangan di Tanah DaengIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Sederhana dan terawat, itu yang pertama kali terasa saat saya memasuki area pemakaman. Sebanyak 60 pusara, termasuk makam Pangeran Diponegoro beserta sang istri, terlihat bersih kendati hanya mengandalkan tenaga kebersihan sukarela. Dulu, kondisinya tak sebaik sekarang. Usai puluhan tahun dalam kondisi ala kadarnya, pemugaran total dilaksanakan pada dekade 1970-an berkat bantuan dari Kodam IV Diponegoro.

"Setiap 17 Agustus juga dilakukan pengecatan oleh Dinsos. Bantuan juga datang dari Keraton Yogyakarta, terutama saat ada acara tertentu," ujar Rahmad. Tak hanya dari Pemkot Makassar, bantuan juga berasal dari sejumlah instansi pemerintahan di Pulau Jawa. Salah satunya dari Pemprov Jawa Tengah di tahun 2007 silam.

Kendati demikian, masih ada satu hal yang agaknya hendak diwujudkan meski sukar. "Ada harapan jika makam ini bisa diperluas. Tapi tentu saja bakal sulit mengingat harus berurusan dengan hal-hal teknis seperti tanah dan lainnya," ungkap pria yang juga beristrikan salah satu dari generasi kelima Diponegoro.

Baca Juga: Ikut Kuis Tebak-Tebakan Pahlawan Ini & Kamu Tahu Berapa Kuat Ingatanmu

3. Makam Pangeran Diponegoro pertama kali dipugar besar-besar pada dekade 1970-an

Makam Pangeran Diponegoro, Saksi Bisu Perjuangan di Tanah DaengIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Saat menilik kembali buku tamu, daftar kunjungan didominasi oleh orang-orang yang berdatangan dari pulau Jawa. Ada rombongan Pemkot Semarang, wisatawan dari Kudus, Surabaya, Wonosobo hingga peziarah asal Sleman. "Umumnya yang datang rata-rata itu PNS yang kebetulan sedang ada perjalanan dinas di Makassar," tandas salah satu pegawai Cagar Budaya Makassar tersebut.

Sejumlah tokoh nasional pun pernah menyempat diri berziarah. Ada Wakil Presiden Jusuf Kalla, ibunda Presiden Joko Widodo, GKR Pembayun (Mangkubumi) hingga Prabowo Subianto sebelum masuk masa kampanye Pilpres 2019. Namun jika dihitung-hitung, Rahmad mengakui jika angka kunjungan paling banyak dalam sehari, rata-rata hanya mencapai 9 orang.

"Mungkin karena beliau bukan orang asli sini, ya. Tapi tetap saja Pangeran Diponegoro adalah tokoh pejuang. Masih ada anak-anak rombongan anak sekolah yang datang berkunjung jika hendak menelusuri jejak beliau di tanah Makassar." Dengan letak yang cukup berdekatan, para pelajar dapat dengan mudah meneruskan perjalanan dari Fort Rotterdam ke makam Pangeran Diponegoro.

4. Masyarakat lokal sudah menganggap sang pahlawan nasional sebagai bagian dari sejarah Makassar

Makam Pangeran Diponegoro, Saksi Bisu Perjuangan di Tanah DaengIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Bagi banyak sejarawan, pusara Pangeran Diponegoro di Makassar takkan lepas dari riwayat kepahlawanannya yang panjang. Selain sarat nilai historis, ada pula ikatan emosional. Anak, cucu, hingga para cicit Diponegoro sudah cukup lama menetap sebagai warga setempat, saling berbaur, meski berbeda adat hingga tradisi.

Lebih jauh, Diponegoro turut menjadi inspirasi para pejuang lokal pasa masa revolusi 1945. Dengan kata lain, namanya sudah melekat di benak masyarakat lokal, khususnya penduduk ibu kota Sulawesi Selatan. Alhasil wacana pemindahan makam sosok yang wafat pada 8 Januari 1855 tersebut kerap mendapat penentangan.

Saat akan beranjak dari pendopo, kami melihat rombongan melewati gerbang masuk. Rupanya mereka berasal dari Bekasi dan tengah berlibur selama seminggu. "Saya malah baru tahu jika di sini ada makam Pangeran Diponegoro," tutur salah satu dari lima wanita paruh baya yang datang berkunjung.

Keluar dari area pemakaman, saya mengingat kembali kisah heroik beliau dalam masa gerilya. Diponegoro bukan hanya 'milik' Jawa atau Makassar, melainkan seluruh rakyat Indonesia.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya