TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Hal Unik Tana Toraja dalam Novel Pertanyaan kepada Kenangan

Novel karya Faisal Oddang penuh unsur lokal Toraja

Instagram.com/torajatripadventure

Pernah baca novel "Pertanyaan kepada Kenangan" karya Faisal Oddang? Kalau sudah, pasti kamu setuju kalau novel ini sangat kental dengan nuansa lokalitas Tana Toraja.

Supaya kamu makin terbawa suasana saat membaca novelnya, yuk simak delapan hal unik Tana Toraja yang ada di dalam novel ini. Informasi ini juga berguna untuk kamu yang baru akan membaca bukunya.

Baca Juga: 5 Kesalahan yang Harus Dihindari saat Menulis Novel Pertamamu

1. Rambu Solo, upacara pemakaman yang unik

Di dalam novel Pertanyaan kepada Kenangan, hubungan Lamba dan Rinailah Rindu kandas karena ketidakterbukaan Lamba terkait adat-istiadatnya. Ayah Lamba sudah meninggal dan haram hukumnya untuk melaksanakan perayaan besar seperti pernikahan kalau Lamba dan keluarga melangsungkan upacara adat Rambu Solo untuk sang ayah, terlebih mereka adalah golongan bangsawan.

Rambu Solo bertujuan untuk menghormati roh atau jiwa seseorang yang sudah mati dan mengirimnya ke alam roh. Perayaan ini seiring dengan kepercayaan animisme yang dianut yang dikenal dengan aluk todolo dan didasarkan pada kelas sosial yang berlaku.

Rambu Solo ini merupakan upacara yang sangat besar, paling meriah, dan paling terkenal di Tana Toraja karena upacara pemakaman ini bukan upacara pemakaman biasa. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebagai berikut.

  1. Ma’palele atau ma'palao, yaitu memindahkan jenazah ke lokasi kegiatan.
  2. Ma’pasilaga tedong, yaitu mengadu kerbau.
  3. Ma’parokko alang, yaitu memindahkan jenazah dari tongkonan ke lumbung.
  4. Ma’pasonglo’, yaitu memindahkan jenazah ke lakkian atau tempat persemayaman terakhir sebelum dikubur.
  5. Mantarima tamu, yakni menerima tamu.
  6. Mantunu, yaitu memotong dan memasak hewan kurban.
  7. Ma’kaburu, yaitu acara penguburan.

2. Passiliran dan wisata kuburan bayi Kambira

Kalau Rambu Solo ditujukan untuk orang tua dan para leluhur, ritual passilirian ditujukan kepada jenazah bayi-bayi. Passiliran merupakan tempat yang digunakan oleh para penganut Aluk Todolo untuk memakamkan bayi-bayi yang baru saja lahir. Ciri khas dari passiliran ini ialah suatu pohon yang dipenuhi dengan tambalan-tambalan ijuk yang digunakan untuk menutupi pohon yang sudah dilubangi sebagai tempat pemakaman bayi.

Kenapa harus pohon? Bagi pemeluk Aluk Todolo pohon adalah simbol jembatan yang menhubungkan realitas spiritual yang tak terlihat dan realitas indrawi yang kasat mata. Artinya, pohon menghubungkan langit dan bumi, materi dan roh, alam sadar dan bawah sadar, kenyataan serta mimpi.

Yang paling unik lagi, pohon yang paling sering dipilih untuk passiliran adalah pohon Tarra. Pohon ini memiliki getah segar seperti air susu dan diyakini sebagai asupan bayi-bayi yanga da di dalamnya. Setting tempat yang dipilih penulis di dalam novelnya berlokasi di Kambira, Kecamatan Sanggalla, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Kamu masih ingat adegan Rinai dan Lamba di lokasi ini?

3. Tongkonan, rumah adat tanpa paku

instagram/syerrrr23

Menurut St. Hadidjah Sultan dan Karina Masya Sari dalam jurnal Rumah Adat Tongkonan Orang Toraja Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan yang ditulis oleh Marcelina Sanda Lebang Pakan (2018), Tongkonan bukan sekeder tempat hunian. Melainkan juga mengandung fungsi dan makna filosofis masyarakatnya.

Tongkonan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan upacara-upacara yang berkaitan dengan sistem kepercayaan, sistem kekerabatan, dan sistem kemasyarakat. Selain itu, Tongkonan berfungsi sebagai tempat membicarakan dan memutuskan aturan-aturan dalam masyarakat yang mengatur hubungan interaksi sosial, juga pusat pembinaan tentang gotong-royong, tolong-menolong dan lainnya.

4. Aluk todolo

Facebook

Kepercayaan asli masyarakat Toraja ini  mendapatkan pengaruh dari dataran Indochina, sekitar 3000-500 SM. Namun, berdasarkan kepercayaan masyarakat Toraja, Aluk todolo diterima oleh nenek pertama manusia berupa ketentuan dan aturan hidup yang disebut dengan sukkaran aluk.

Nah, seperti pemaparan di atas, implentasi kepercayaan ini masih terlihat jelas dalam perayaan rambu solo ata upacara lainnya seperti rambu tuka.

Dua konsep utama Aluk Todolo:

  1. Puang kapenomban (kepercayaan terhadap Puang Matua, Deata, dan Tomembali Puang). Inilah adalah prinsip dasar terkait tingkatan spiritual yang mana Puang Matua dikenal sebagai pimpinan spiritual tertinggi yang menciptakan dan memelihara keberlangsungan alam. Kemudian Deata, penjaga bumi yang terbagi tiga, yaitu  Deata Tangngana Langi atau dewa yang menguasai dan memelihara langit, Deata Kapadanganna atau dewa yang menguasai dan memelihara bumi, Deata Tangngana Padang atau dewa yang menguasai dan memelihara laut, sungai dan tanah. Terakhir,  Tomembali Puang atau leluhur. 
  2. Kapenomban (penyembahan). Prinsip kapenombanan atau pemujaan terbagi tiga sesuai dengan struktur pimpinan spiritual di atas, yaitu pemujaan kepada Puang Matua dengan kurban sajiannya kerbau, babi dan ayam, pemujaan kepada Deata dengan kurban sajian babi dan ayam, dan pemujaan kepada tomembali puang dengan kurban sajian babi dan ayam. Ada beberapa macam tingkatan pemujaan, yaitu aluk simuane tallang silau eran (aturan upacara yang bertingkat-tingkat), lesoan aluk atau patina aluk (proses dan ketentuan) , pemalinna sukkaran aluk (larangan), penitia' atau pa'kiki dan pesung (bagian daging kurban sebagai representasi kurban).

5. Kopi Toraja yang melegenda

Siapa sih yang gak tahu kopi toraja? Bahkan yang bukan penikmat kopi pun pasti gak asing dengan kopi yang satu ini. Baik Rinai atau Lamba suka banget sama kopi. Apalagi Lamba punya coffe shop dengan desain interior khas Tongkonan banget.

Dilansir kopisulawesi.com saking bagusnya kualitas dari kopi ini, banyak penghargaan nasional dan internasional yang diraih, diantaranya:

  1. Specialty Coffee Association of America (SCAA) mengakui kopi Toraja sebagai kopi Specialty Grade, yang merupakan kualitas tertinggi dari kopi. (Tahun tidak ditentukan)
  2. Kopi Toraja juga pernah memenangkan penghargaan di kompetisi kopi seperti
  3. Speciality Coffee Association of Europe (SCAE) (Tahun tidak ditentukan)
  4. Specialty Coffee Association of Japan (SCAJ) (Tahun tidak ditentukan)
  5. Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) (Tahun tidak ditentukan)
  6. Pada tahun 2016, kopi Toraja juga mendapatkan gelar “Kopi Terbaik di Dunia” di Festival Kopi Specialty di Berlin, Jerman.
  7. Pada tahun 2019, kopi Toraja juga meraih penghargaan “Kopi Terbaik di Dunia” di Specialty Coffee Expo di Boston, Amerika Serikat.

Yang ngaku penikmat kopi, udah pernah nyoba, belum?

Writer

BANYU BIRU

Ide-Ide di Kepala Mengalir dalam Kata-Kata Banyu Biru adalah seorang pengajar dan pecinta fiksi.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya