Sejarah Societeit de Harmonie Makassar, Gedung Pesta Kolonial Belanda
Dibangun tahun 1896, sempat jadi tempat pesta orang Belanda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia timur, Makassar tak cuma menyimpan segudang spot wisata yang menarik. Di tengah hiruk-pikuk dan keramaian, sejumlah gedung peninggalan kolonial Belanda masih berdiri tegak. Bangunan-bangunan tua ini menjadi saksi bisu riwayat awal Kota Daeng mulai menggeliat merangkul modernisasi sejak awal abad ke-20.
Berada di tepi Jalan Riburane, pusat ekonomi Makassar, Gedung Kesenian Sulawesi Selatan Societeit de Harmonie menatap lalu lalang kendaraan. Dari luar, langgam neoklasik Eropa langsung tertangkap mata. Empat pilar menyambut kedatangan para tamunya. Lalu di sayap timur gedung ini berdiri sebuah menara beratap limas bersusun tiga, menambah cita rasa Eropa, utamanya pecinta bangunan tua.
Memang, gedung tersebut baru terlihat "hidup" saat digunakan untuk acara-acara kebudayaan. Tetapi pada dekade 1910-an hingga 1930-an, Societeit de Harmonie adalah sinonim dari pesta, musik jazz dan bersenang-senang.
1. Awalnya jadi tempat sosialiasi dan pesta orang-orang Belanda yang tinggal di Makassar
Menurut buku Gedung Bersejarah di Kota Makassar, Societeit de Harmonie berdiri pada 1896 dan berfungsi sebagai tempat eksklusif orang-orang Belanda bersosialisasi.
Gedung seluas 2.339 meter persegi tersebut, sepanjang awal abad ke-20, dipakai sebagai lokasi Gemeente (pemerintah kota) Makassar menjamu tamu penting, perkumpulan dan acara resmi lainnya. Tapi, sepanjang akhir pekan, Societeit de Harmonie menjadi tempat melepas lelah. Mulai dari jam delapan malam, pesta digelar semalam suntuk. Kadang juga ada pertunjukan sandiwara atau musik.
Bersamaan dengan proyek perluasannya pada 1910-an, musik jazz menyebar dari Amerika Serikat ke seluruh penjuru dunia. Alunan menghentak trombon, saksofon, piano, bass, biola dan ukulele jadi barang wajib di Societeit de Harmonie tiap akhir pekan.
Di waktu bersamaan, sang pencipta lagu Indonesia Raya yakni Wage Rudolf "Dolok" Supratman merantau di Makassar untuk menimba ilmu. Meski tak pernah secara eksplisit disebutkan dalam buku, boleh jadi, W.R. Supratman bersama band jazz-nya yakni Black White pernah memeriahkan riuhnya lantai dansa Societeit de Harmonie.
Baca Juga: Gereja Katedral Makassar, Simbol Toleransi Beragama di Tanah Daeng
Baca Juga: Masjid Tua Tosora, Saksi Bisu Perkembangan Islam di Tanah Wajo