Makassar, IDN Times - Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Pangeran Diponegoro menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya sebagai orang buangan. Setelah ditangkap pada 28 Maret 1830 oleh pasukan pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock, sekaligus mengakhiri kecamuk Perang Jawa (1825-1830) yang amat melelahkan pemerintah kolonial Belanda, beliau beserta sang istri anak dan sejumlah pengikut setianya kemudian dibuang ke Manado.
Tiba pada akhir Mei 1830, rombongan putra sulung Sultan Hamengkubuwono III itu hanya menghabiskan masa di ibu kota Sulawesi Utara tersebut selama empat tahun. Tahun 1834, mereka kemudian dipindahkan ke Makassar. Selama 21 tahun berikutnya, sosok yang lahir dengan nama Bendara Raden Mas Antawirya tersebut menghabiskan hari-harinya di salah satu sudut penjara Benteng Fort Rotterdam.
Kelima anak yang setia mendampingi sang ayahanda kemudian menikah dengan sejumlah bangsawan dari sejumlah kerajaan yang waktu itu berdiri di Sulawesi Selatan, mulai dari Bone, Soppeng hingga Gowa. Mereka kemudian beranak pinak, memadukan darah biru Ngayogyakarta Hadinigrat Seluruh anak bersama beberapa keturunan langsung turut dikebumikan di area sekitar makam Diponegoro.