OPINI: Meditasi Jantung Kembar dan Pengelolaan Alam Semesta

Jika bukan saudara dalam iman, mereka saudara sesama makhluk

Hampir semua –untuk tidak menyebutkannya semua—agama mengajarkan kepada kita tentang kepedulian kepada yang lain. Kepedulian itu selain kepada sesama manusia, juga kepada ekosistem dan seluruh komponennya. Ajaran kepedulian itu disublimasi dalam bentuk pengajaran atau doktrin dan praktik praktis seperti bersedekah dll. Master Choa Kok Sui (Pendiri Pranic Healing) mengajarkan kepedulian kepada yang lain dalam bentuk yang unik, yaitu salah satunya dengan Meditasi Jantung Kembar (MJK).  

Dalam MJK ada empat tahapan. Pertama adalah tawasul. Tawasul adalah tindakan menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh yang paling gampang tentang keperantaraan adalah ketika kita minum air untuk menghilangkan dahaga. Tidak mungkin kita misalnya meminta kepada Tuhan untuk menghilangkan kehausan kita dengan berdoa "Ya Tuhan hilangkan dahagaku". Ajaran agama apapun mengajarkan bahwa untuk menghilangkan dahaga, orang harus minum air, bukan berdoa.  Sebelum minum pun kita dianjurkan merapal “Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang”. Perhatikan kata “dengan” itulah yang disebut tawasul. Dengan kata lain tawasul adalah tindakan alami yang harus dilakukan oleh manusia untuk menggapai suatu hal.  Salah satu tawasul dalam berdoa adalah berperantara dengan manusia-manusia suci.  

Dalam MJK, Master Choa mengajarkan kepada kita memulai meditasi dengan tawasul dengan makhluk-makhluk suci. Setelah bertawasul, di MJK dilanjutkan dengan berdoa memberkati bumi dan seisinya. Agar berkat Tuhan itu mengalir di dalam diri kita, Master Choa mengajarkan kepada kita untuk mengaktivasi cakra jantung dan cakra mahkota.  Dua cakra ini adalah makhluk yang penuh cinta kasih. Dua cakra ini yang menjadikan meditasi ini disebut meditasi jantung kembar.

Untuk mengaktifkannya kita mesti menjangkarkan jiwa kita pada kenangan manis nan indah dalam hidup kita. Setelah itu, jiwa kita yang penuh kebahagiaan, kita arahkan untuk menyampaikan cinta kasih kita kepada cakra jantung dan cakra mahkota.  Menurut Master Choa, dua makhluk cinta itu (cakra jantung dan Mahkota) akan memberikan respon yang luar biasa indahnya kepada kita. Pada posisi ini, dua cakra itu sedang bekerja dengan aktif. Dengan aktifnya dua cakra itu kita gunakan untuk menyerap energi ilahi yang Tuhan alirkan pada cakra ke 12 yaitu bola putih jernih yang ada di atas kepala kita.  

Dalam tradisi sufi, cakra 12 ini adalah pancaran Nur Muhammad yang dititipkan Tuhan dalam diri setiap manusia. Energi ilahi yang berupa perdamaian, cinta kasih, pengampunan, kerukunan, keselarasan, harmoni, harapan, keyakinan, penyembuhan, penyelesaian segala masalah, suka cita, kebaikan Tuhan dll, diarahkan ke bumi dan semua penghuninya; flora, fauna dan manusia serta yang lainnya. Tentunya manusia yang telah menyalurkan energi ilahi itu posisinya sama dengan orang yang berdoa secara intensif untuk orang lain.  

Tidak satupun ajaran agama yang menolak keberkahan hidup bagi orang-orang yang sering dan selalu mendoakan orang lain. Dalam Islam misalnya, disebutkan bahwa barang siapa yang mendoakan orang lain dengan hal-hal yang baik, maka ribuan malaikat akan mendoakan dengan doa yang sama kepada mereka yang mendoakan orang lain. Fathimah putri Muhammad SAW dalam hidupnya selalu mendoakan orang lain. Putra Fathimah yang bernama Hasan bertanya, "Duhai ibuku mengapa engkau saya dengar selalu mendoakan orang lain". Fathimah menjawab, "Hasan anakku, tetangga (orang lain) lebih dulu baru yang ada di dalam rumah."

Setelah memberkati bumi dan isinya (yang lain), dalam MJK, sang meditator diarahkan untuk fana. Fana yaitu lenyapnya kesadaran wujud yang mungkin (wujud selain Tuhan), untuk menyadari Wujud Yang Wajib (necessary being) atau Tuhan. Proses fana tidak dimungkinkan jika orang masih menyimpan egonya. Ego atau keakuan sudah disirnakan saat sang meditator memberkati yang lainnya. Selama beberapa menit, sang meditator betul-betul berada dalam kesadaran Ketuhanan yang hakiki.  

Dalam tradisi Transcendental Philosophy, Mulla Sadra, kondisi ini dapat disetarakan dengan perjalanan di dalam Tuhan bersama dengan Tuhan untuk meraih anugerah sifat-sifat Tuhan sedemikian sehingga tersublimasi di dalam diri sang pejalan ruhani.

Setelah selesai, tahapan fana fillah, sang meditator dituntun untuk turun, secara perlahan, Kembali ke tubuh profannya.  Mengapa secara perlahan? Bagi mereka yang betul-betul mengalami fana fillah akan tidak bagus dan tentunya susah keluar dari kondisi fana secara cepat, karena dia sedang membawa energi yang luar biasa.  

Dalam tradisi Transcendental Philosophy disebut sebagai tahap menurun menuju makhlukNya bersama denganNya. Oleh karenanya sang meditator harus kembali ke tubuh profannya secara perlahan atau step by step.

Tahap terakhir adalah kembali memberkati bumi dan seisinya. Dalam tahapan ini sang meditator diarahkan untuk menyalurkan kelebihan-kelebihan energi kepada bumi dan seisinya serta harapan dan cita-citanya, agar bumi semakin sejahterah dan segala harapan dan cita-citanya cepat terkabul. Harapan dan cita-cita dalam kondisi tertentu sulit terkabul, karena harapan dan cita-cita itu kekurangan energi untuk mewujud.  

Jika kita pandang dari sudut pandang Transcendental Philosophy, tahapan ini disebut berjalan di tengah masyarakat di bumi bersama dengan Tuhan. Dalam pandangan Transcendental Philosophy, orang-orang suci yang pernah lahir di dunia ini telah selesai dengan empat perjalanan spiritual yang ujungnya adalah mengajarkan kebaikan dan cara memberkati diri dan lingkungan sekitarnya atau orang lain dengan berkah ilahi.

Kesimpulannya, MJK yang diajarkan oleh master Choa Kok Sui, bukanlah sekadar meditasi untuk mencari ketenangan batin individu, tetapi lebih dari itu, MJK diajarkan oleh Master Choa, agar sang meditator mendapatkan ketenangan batin, kesehatan jasmani dan ruhani serta memupuk rasa kepedulian kepada yang lain, baik itu alam biotik maupun abiotik dalam sudut pandang ekologi. Dengan kata lain, pelajaran-pelajaran penting dalam MJK sangat perlu atau dapat dijadikan sebagai dasar-dasar pengelolaan alam semesta untuk menuju pada kehidupan yang lestari.

Khusnul Yaqin*

*Guru Besar dalam bidang ekotoksikologi perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dan pegiat Pranic Healing Makassar.  email: khusnul@unhas.ac.id.

Baca Juga: OPINI: Rencanakan DO, Alih Fungsi Perguruan Tinggi

Unul Photo Community Writer Unul

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya