Kisah Relawan Kemanusiaan Melawan Trauma di Lokasi Bencana

Menjadi relawan dianggap sebagai suatu panggilan jiwa

Makassar, IDN Times - Lulus kuliah dari Fakultas Teknik Mesin Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2020, Takdir memutuskan menjadi relawan kemanusiaan. Dia bergabung pada yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Selama setahun menjadi relawan, Takdir sudah beberapa kali terjun membantu penanganan bencana alam. Baik itu evakuasi, pencarian, hingga memenuhi kebutuhan warga yang terdampak. Dia antara lain banjir bandang di Jeneponto, Sulawesi Selatan, serta gempa bumi di Sulawesi Barat.

Meski belum terlalu lama berkecimpung, Takdir berani mengakui bahwa dia telah mewakafkan diri sebagai relawan kemanusiaan. Alasannya sederhana.

"Saya bersedia jadi relawan karena pertama, panggilan jiwa. Kedua, di luar dari amanah lembaga, juga sudah menjadi habit setiap ada yang membutuhkan (saya) harus menjadi bagian di dalamnya," kata pria 26 tahun ini saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (17/12/2021).

Baca Juga: Sebagian Warga Selayar Masih Mengungsi Pascagempa NTT

1. Bencana alam mengajari banyak pengalaman menjadi manusia

Kisah Relawan Kemanusiaan Melawan Trauma di Lokasi BencanaTakdir, relawan kemanusiaan MRI-ACT Sulsel/Istimewa

Takdir sebenarnya sudah sering membantu aktivitas ACT sebelum dia lulus kuliah. Namun keterlibatannya kian dalam setahun belakangan.

Selama bergabung dan terjun ke lokasi bencana, dia mengaku telah menyaksikan banyak penderitaan pada korban atau masyarakat terdampak.

Misalnya, saat gempa bermagnitudo 6,2 mengguncang Majene dan Mamuju, Sulbar, pada Januari 2021. Saat itu seratusan orang dilaporkan meninggal dunia. Ribuan warga mengungsi. 

Dalam situasi bencana seperti itu, kata Takdir, relawan berperan besar untuk upaya tanggap darurat. Dan menurutnya,  tidak sembarang orang bisa menjalani peran sebagai relawan.

"Saat di lapangan kita menghadapi berbagai macam karakter penyintas bencana, juga berbagai karakter relawan. Sehingga konsekuensinya adalah menyesuaikan dengan keadaan, baik manusianya maupun alamnya," dia menerangkan.

2. Pengalaman di lokasi bencana sempat jadi trauma

Kisah Relawan Kemanusiaan Melawan Trauma di Lokasi BencanaTakdir, relawan kemanusiaan MRI-ACT Sulsel/Istimewa

Takdir mengaku punya banyak pengalaman berkesan selama terjun di lokasi bencana. Salah satunya saat gempa di Sulbar. Saat itu Bagi Takdir, bencana gampa di Sulbar lah yang paling berkesan. Selain turun langsung dalam proses pencarian dan evakuasi, dia juga ditugaskan sebagai penaggungjawab posko.

"Saya ditugaskan 20 hari di Sulbar sebagai Komandan Posko di Majene untuk posko induk daerah," jelasnya.

Takdir bercerita, di sana dia turut mencari dan mengangkut jenazah korban gempa dari puing reruntuhan. Selain pengalaman kelam itu, dia juga sering terharu saat berhadapan dengan penyintas.

"Saat memberikan bantuan kepada penyintas bencana dan mereka tersenyum serta terharu adalah suatu hal yang tak bisa ternilai yang kami dapatkan."

Dari bencana, Takdir juga belajar memulihkan kondisinya sendiri dari dampak trauma. Sebab trauma itu kadang menghampiri.

"Sampai beberapa hari pascapenarikan dari lokasi bencana gempa Sulbar, masih selalu menganggap berada di lokasi ketika ada getaran dirasakan. Padahal kadang itu cuma kendaraan besar yg lewat atau karena tiupan angin," ucapnya.

3. Keselamatan diri jadi hal utama

Kisah Relawan Kemanusiaan Melawan Trauma di Lokasi BencanaKondisi Kantor Gubernur Sulawesi Barat Pasca Gempa (Dok. Kemensos)

Selama di lokasi bencana, Takdir merasa bersyukur masih diberi kekuatan dan keselamatan. Selama bertugas, dia tak pernah mendapat pengalaman buruk yang membahayakan diri dalam membantu korban terdampak.

Takdir mengatakan, selama ini dia banyak terbantu karena melengkapi diri dengan peralatan keselamatan. Menurutnya, keselamatan diri memang jadi hal utama sebelum relawan mulai membantu orang lain.

"Alat-alat penting biasanya seperti helm, kacamata, kaos tangan, pakaian harus lengan panjang, dan memakai sepatu," ucapnya.

Proses evakuasi memang tak selamanya mudah. Takdir bilang, selalu saja ada hambatan atau rintangan yang mesti dilewati. "Kesulitan di lapangan biasanya jalur evakuasi kadang masih susah dilewati dan ekstrem sehingga perlu mencari jalan lain sebagai plan B-nya (rencana lain)," kata dia.

Takdir menambahkan, dengan niat yang tulus membantu sesama khususnya di lokasi bencana, tanggung jawab melaksanakan tugas tidak akan terasa berat. Dia yakin dan percaya, bahwa relawan kemanusiaan adalah jalan hidup yang dipilih untuk mendapatkan ladang pahala.

Baca Juga: Sejumlah Bangunan di Selayar Roboh karena Dekat Titik Gempa

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya