Aktivis Desak Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung Dihukum Berat

Diyakini banyak kasus serupa namun ditutupi keluarga

Makassar, IDN Times - Aktivis perempuan Lusiana Palulungan merespons dua kasus ayah memperkosa anak kandung di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, belakangan ini. Dia mengatakan kasus serupa sudah banyak terjadi, yang menggambarkan bagaimana kasus kekerasan seksual sering kali pelakunya orang terdekat.

"Kasus seperti itu banyak, jika kita lihat data kasus anak itu memang kebanyakan pelaku itu orang yang dikenal, misal pacarnya, ayah sambung atau kandung," kata Lusi saat dihubungi, Rabu (23/8/2023).

"Termasuk paman, saudara laki-laki kandung, kakek itu banyak. Hanya memang orang masih menutupi karena keluarga sendiri dan itu biasa diselesaikan secara kekeluargaan," dia melanjutkan.

Selama Agustus 2023, Polres Gowa menangani kasus ayah memperkosa anak kandung. Masing-masing pelaku bahkan menghamili korban. Polisi sudah menangkap satu di antara pelaku, sedangkan satu lainnya masih dikejar.

Baca Juga: Lagi, Ayah di Gowa Perkosa Anak Kandung hingga Hamil

1. Aktivis perempuan mendesak pelaku dihukum berat

Aktivis Desak Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung Dihukum Beratdok. BandungBergerak.id/Virliya Putricantika

Lusi, Program Manager Inklusi Bursa Pengetahuan Kawasan Indonesia Timur (BaKTI) mengatakan, pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat, meski dia orang dekat korban. Dia

"Kalau dilihat dari kasus itu ya pelaku harus dihukum berat, karena (status korban) anak," katanya.

Lusi menyebut ada dua aturan yang dipakai menjerat pelaku dengan hukuman berat. Masing-masing Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Di sisi lain, Lusi mendorong agar anak yang jadi korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan korban. Tidak mudah bagi seorang anak menjalani proses hukum, baik itu dari pengambilan keterangan hingga di persidangan. Apalagi saat kejadian, korban juga mengalami pemaksaan hingga pengancaman oleh pelaku.

"Sampai memukul psikologi, termasuk juga menjalani kehamilan, hingga melahirkan. Kita lihat di TPKS mesti korban ini menerima restitusi, pemberian kerugian bagi korban," ucapnya.

2. UU TPKS dinilai kuatkan pembuktian kasus kekerasan seksual

Aktivis Desak Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung Dihukum BeratIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Lusi mengatakan, UU TPKS memungkinkan pembuktian kasus kekerasan seksual lebih kuat. Sebelum ada aturan itu, aspek pembuktian selalu menghambat pengusutan kasus, misalnya harus selalu ada saksi. Sementara kasus seperti itu terjadi bukan di ruang publik.

"Jadi banyak yang kemudian melihat kasus-kasus seperti ini tidak proses secara hukum karena pembuktiannya lemah. Maka banyak yang kemudian tidak melaporkan kasus dan diproses," ujar Lusy.

"Makanya dengan adanya TPKS ini kita harap aspek pembuktian cukup dengan keterangan korban dan tambah satu alat bukti, misalnya visum apalagi sudah hamil bisa nanti tes DNA," lanjutnya.

3. BaKTI dorong Unit PPA di daerah responsif

Aktivis Desak Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung Dihukum BeratIlustrasi Perlindungan Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Selama ini, kata Lusi, pihaknya sudah ebkerja sama dengan pemerintah daerah agar bersam-asama mendampingi korban dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Jadi selama ini BaKTI melakukan penguatan kepada layanan yang disediakan pemerintah yaitu layanan UPTD PPA. Lewat unit ini kita dorong daerah yang belum ada PPA agar bisa dibentuk," katanya.

BaKTI mendorong UPTD PPA agar penanganan kasus-kasus khusus kekerasan seksual lebih cepat responsif, lebih tersedia anggarannya, layanan kuat dan bisa menjangkau ke desa atau kelurahan.

"Dan lewat program ini kita juga melakukan pelatihan pendampingan ke masyarakat desa atau kelurahan, kita buat kelompok konstituen nanti kerjasama dengan pemerintah desa," tambahnya.

Baca Juga: Remaja di Gowa Diperkosa Ayah Kandung, Pingsan saat Lapor Polisi

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya