Waspada! Kasus Demam Babi Telah Menyebar di Gowa, Lutim dan Lutra
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Ribuan ternak babi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mati mendadak. Kematian ribuan babi di tiga kabupaten yakni Gowa, Luwu Timur, dan Luwu Utara itu dikonfirmasi akibat terjangkit virus African Swine Fever atau demam babi Afrika.
Terkait temuan kasus itu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel telah meminta pemerintah daerah, utamanya yang memiliki kasus ASF, agar membatasi lalu lintas hewan ternak ke daerahnya. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, Nurlina Saking.
"Kami meminta kabupaten kota untuk melakukan pembatasan karena ini menjadi domain masing-masing kabupaten yang ada ternak babinya untuk menutup wilayahnya. Jadi ini bukan kewenangan provinsi untuk melakukan penutupan tapi setiap kabupaten boleh melakukan penutupan," kata Nurlina, Selasa (16/5/2023).
1. Kabupaten yang tidak punya kasus ASF boleh menutup lalu lintas ternak
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, data populasi babi tersebar di 10 kabupaten yaitu Gowa (25.421 ekor), Maros (3.274 ekor), Wajo (440 ekor), Pinrang (7.164 ekor), Tana Toraja (346.710 ekor), Palopo (869 ekor), Luwu (15.899 ekor), Luwu Utara (75.510 ekor), Luwu Timur (24.103 ekor), dan Toraja Utara (24.103 ekor). Dengan demikian, total populasi babi di Sulsel mencapai 952.067 ekor.
Nurlina menyebutkan ada beberapa kabupaten yang bersurat kepada gubernur terkait pembatasan lalu lintas ternak itu. Kabupaten lain yang tidak memiliki kasus ASF dibolehkan apabila mau menutup daerahnya dan tidak menerima ternak dari daerah tertular.
"Kami juga akan update lagi ke semua kabupaten kota bahwa penyebaran sudah masuk di 3 kabupaten supaya kabupaten yang lain untuk segera meningkatkan kewaspadaan, melakukan pembatasan lalu lintas dan daerah yang positif tidak mengeluarkan dulu ternaknya," kata Nurlina.
2. Kasus bisa meluas jika tidak ada pembatasan
Kasus kematian babi akibat terjangkit ASF telah dilaporkan terjadi sejak Desember 2023 lalu di Kabupaten Gowa. Kemudian, pada Maret ditemukan di Luwu Timur dan April di Luwu Utara.
Nurlina mengaku penyebaran virus itu kemungkinan karena lalu lintas hewan ternak yang tidak dibatasi sehingga meluas lebih jauh. Padahal pemerintah provinsi telah menginstruksikan kewaspadaan sejak 7 Februari 2023.
"Itu yang dari kemarin saya wanti-wanti di Gowa, jangan keluarkan dagingnya. Memang penyakit ini tidak menular ke manusia jadi dagingnya masih bisa dikonsumsi. Tapi sebaiknya dikonsumsi di wilayah yang tercemar atau tidak boleh ada daging mentah yang keluar karena itu bisa membawa penyakit," kata Nurlina.
Baca Juga: 14 Ribu Ekor Babi di Luwu Timur Mati Mendadak Akibat Flu Babi Afrika
3. Dikhawatirkan berdampak pada ekonomi
Meski kabupaten diminta membatasi atau menutup lalu lintas hewan ternak babi antar kabupaten, namun Pemprov sendiri tidak menutup lalu lintas hewan ternak antar provinsi. Artinya, babi dari provinsi lain masih bisa masuk ke Sulsel dengan catatan bebas dari ASF.
"Kalau dari daerah bebas boleh, tapi kalau dari daerah positif memang kita tutup sampai situasi terkendali karena tidak ada vaksin," kata Nurlina.
Lagipula, status Sulsel saat ini juga belum dinyatakan darurat. Walau ada ribuan babi yang mati akibat terjangkit ASF, namun angka kematian itu masih cenderung rendah bahkan tidak mencapai 1 persen dari total populasi. Hanya saja, yang menjadi kekhawatiran adalah faktor ekonomi mengingat babi yang mati jelas menimbulkan kerugian materil bagi peternak.
"Bukan kedaruratan provinsi. Ini masih lokal titik kasus di tiga lokasi, Gowa, Luwu Utara dan Luwu Timur sehingga tingkat kematian belum dalam kondisi kedaruratan, namun ada darurat lain yang perlu diperhitungkan adalah darurat ekonomi. Artinya, ada ancaman ekonomi terhadap wabah ini," kata Nurlina.
Baca Juga: Virus Flu Babi Afrika Menyerang Ternak di Sulsel Sejak Akhir 2022