Virus Flu Babi Afrika Menyerang Ternak di Sulsel Sejak Akhir 2022

Virus Flu Babi Afrika menyerang ribuan ternak babi di Sulsel

Makassar, IDN Times - Beberapa hari terakhir, publik dikejutkan dengan kematian ribuan ekor babi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun rupanya, itu bukan kasus kematian ternak babi pertama.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan melaporkan secara resmi kasus kematian ternak babi sejak akhir 2022 lalu. Kasus kematian ternak babi dilaporkan terjadi di tiga kabupaten yakni Kabupaten Gowa, Luwu Timur, dan Luwu Utara.

"Bulan Januari kami mendapatkan kematian babi di Pacellekang, Gowa yang dicurigai ASF. Tim Dinas Peternakan Kabupaten dan Balai Besar Veteriner Maros Kementerian Pertanian menginvestigasi dan hasilnya positif. Ternyata kematian ternak itu sebenarnya bermula dari akhir Desember 2022," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, Nurlina Saking, Selasa (16/5/2023).

1. Angka kematian babi masih tergolong kecil

Virus Flu Babi Afrika Menyerang Ternak di Sulsel Sejak Akhir 2022Peternakan babi di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). (dok. Kementan)

Informasi mengenai ternak babi mati di Dusun Moncongloe, Desa Paccellekang, Kecamatan Patalassang, Kabupaten Gowa, didapatkan berdasarkan laporan masyarakat dengan tanda klinis diare hingga akhirnya mati dalam jumlah banyak. Saat investigasi pertama pada Januari 2023, jumlah kematian babi diperkirakan mencapai 4.000 ekor atau 0,1 persen dari total populasi 25.421 ekor.

Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Luwu Timur. Informasi itu diperoleh dari laporan Kepala Desa Panca Karsa dan petugas teknis Desa Alam Buana pada Maret 2023. Pemerintah setempat mencatat ada sekitar 1.374 ekor babi yang sakit dan 1.336 ekor mati atau 0,05 persen dari total populasi 24.103 ekor babi di Luwu Timur.

Kemudian di Luwu Utara, informasi kematian ternak babi di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Mappadeceng diperoleh dari Puskeswan setempat pada April 2023. Kematian babi ditemukan dengan tanda klinis tidak nafsu makan, demam, pendarahan di hidung dan telinga, sesak napas, feses encer berwarna coklat kehitaman hingga feses bercampur darah. Sebanyak 4.529 ekor mati atau 0,59 persen dari 75.500 ekor babi.

Nurlina menjelaskan bahwa angka kematian babi akibat ASF itu masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan yang diakibatkan oleh PMK. Hanya saja, dia tetap meminta para peternak waspada karena ASF tetap memiliki daya serang yang sangat cepat.

"Yang di Gowa itu bertahan yang babi-babi kecil. Mungkin daya maternal anti bodinya masih bagus sehingga dia masih bisa bertahan tapi imbauan sudah kita sampaikan," kata Nurlina.

2. Pemprov waspadai Toraja Utara

Virus Flu Babi Afrika Menyerang Ternak di Sulsel Sejak Akhir 2022Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel Nurlina Saking. IDN Times/Asrhawi Muin

Selain ketiga kabupaten tersebut, Pemprov juga mulai meningkatkan antisipasi di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Walaupun di sini belum ada kasus babi mati karena ASF, namun kewasapadaan perlu ditingkatkan mengingat kehidupan masyarakat setempat erat dengan babi layaknya hewan peliharaan biasa.

Hal itu mengakibatkan kurangnya peternakan babi yang terlokalisir sehingga sedikit membuat repot dalam pendataan. Padahal, menurut data, jumlah populasi babi di Sulsel paling banyak tercatat di Toraja Utara. Di Toraja Utara, kata Nurlina, sebenarnya ada kasus kematian ternak babi hanya saja saat itu masih dinyatakan negatif. 

"Mungkin perlu diulang pengambilan sampelnya karena sampel dikirim oleh Toraja Utara barangkali sampelnya miss, makanya saya minta untuk dilakukan pengecekan ulang," kata Nurlina.

Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, data populasi babi tersebar di 10 kabupaten yaitu Gowa  (25.421 ekor), Maros (3.274 ekor), Wajo (440 ekor), Pinrang (7.164 ekor), Tana Toraja (346.710 ekor), Palopo (869 ekor), Luwu (15.899 ekor), Luwu Utara (75.510 ekor), Luwu Timur (24.103 ekor), dan Toraja Utara (24.103 ekor). Dengan demikian, total populasi babi di Sulsel mencapai 952.067 ekor.

Baca Juga: Sulsel Kebobolan, Dari Mana Asal Virus PMK Infeksi Ternak di Toraja?

3. Lalu lintas babi diperketat

Virus Flu Babi Afrika Menyerang Ternak di Sulsel Sejak Akhir 2022Penanganan kasus penyebaran demam babi Afrika (African Swine Fever/ASF) di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). (dok. Kementan)

Nurlina mengatakan bahwa penyakit ASF ini merupakan penyakit demam babi Afrika dan bukan flu babi seperti biasanya. ASF atau African Swine Fever merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menulari babi, baik liar maupun domestik.

Kasus ASF, kata dia, sebenarnya telah dilaporkan terjadi di Indonesia pada akhir 2019 silam di Provinsi Sumatera Utara. Saat itu, Pemprov juga langsung memperketat lalu lintas babi ke Sulsel mengingat populasi babi yang cukup besar. Namun, hal itu ternyata tak dapat dihindari sehingga mau tidak mau pemerintah harus berupaya mencegah penularan lebih meluas. 

Di awal Februari 2023, Pemprov Sulsel melalui Sekprov telah mengimbau 10 kabupaten yang memiliki populasi babi agar waspada dengan lalu lintas babi. Nurlina mengatkan bahwa hingga saat ini Pemprov tidak menutup lalu lintas daging babi dari luar provinis, namun pemkab berhak menutup lalu lintas daging babi antar kabupaten jika memang ingin.

"Kami tidak menerima atau memasukkan melaluilintaskan babi khususnya dari Gowa. Rupanya sepertinya ada yang masuk daging babi karena kan sudah sakit dan mati. Mungkin ada daging babi yang berpindah dari Luwu Timur ke Luwu Utara," kata Nurlina.

Baca Juga: 14 Ribu Ekor Babi di Luwu Timur Mati Mendadak Akibat Flu Babi Afrika

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya