Menengok Angka Pernikahan Anak di Sulsel yang Cukup Tinggi

Perkawinan usia anak menimbulkan berbagai dampak negatif

Makassar, IDN Times - Pada tahun 2020, pernikahan oleh orang yang berusia anak di Sulawesi Selatan mencapai angka 11,25 persen. Angka itu di atas angka nasional, yaitu 10,35 persen.

Data itu disampaikan Sekretaris Wilayah Komisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulsel Marselina May. Tingkat perkawinan anak memang menurun dari tahun lalu yang di angka 12,1 persen, namun menurut dia tantangan yang di hadapi ke depan masih terbentang jauh.

"Berbagai strategi dan upaya telah dilakukan oleh semua pihak, baik (pemerintah) provinsi, kabupaten/kota hingga desa/kelurahan, seperti menyusun regulasi, penyiapan produk materi kampanye, penguatan kapasitas SDM, diseminasi, dan advokasi," kata May, pada penandatanganan pakta integritas Gerakan Berasma (Gerber) Tahun 2021 KPI dan Koalisi Masyarakat Sipil di Makassar, Selasa (7/12/2021).

Baca Juga: Penyesalan Anak-anak Korban Pernikahan Dini di Tengah Pandemik

1. Angka pernikahan anak di Sulsel cukup tinggi

Menengok Angka Pernikahan Anak di Sulsel yang Cukup TinggiPenandatanganan pakta integritas tentang edukasi pernikahan untuk kualitas hidup anak di Sulsel yang berlangsung di Hotel Claro Makassar, Selasa (7/12/2021). IDN Times/Istimewa

Koalisi Perempuan Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil mengampanyekan pencegahan pernikahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal ini ditandai dengan penandatanganan pakta integritas dalam rangka mendukung edukasi pernikahan untuk kualitas hidup anak di Sulsel. Gerber Tahun 2021 dengan tema 'Kepemimpinan Remaja dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Anak di Masa Pandemi Covid-19'. 

"Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan yang diperingati setiap tahun secara nasional," kata May.

Dalam sambutannya, May memaparkan bahwa, pada tahun 2018, menurut data BPS dan UNICEF, satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun. Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia.

Pernikahan anak di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di Asia dan tertinggi ketujuh di dunia. Pada 2018 diperkirakan 190.533 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah umur 16 tahun. 

Sementara pada tahun 2018 Pengadilan Agama di seluruh Indonesia menerima 13.880 permohonan dispensasi kawin yang dimohonkan untuk anak perempuan, berarti hanya sekitar tiga persen pernikahan anak perempuan di bawah usia 16 tahun yang dimohonkan dispensasi.

2. Pernikahan anak berdampak negatif

Menengok Angka Pernikahan Anak di Sulsel yang Cukup TinggiIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

May mengatakan bahwa secara umum perkawinan usia anak mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan, keberlanjutan pendidikan, serta meningkatkan kerentanan anak terhadap bentuk kekerasan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Perkawinan usia dini juga membuat anak juga berpotensi gagal melanjutkan pendidikan. Perempuan yang menikah di bawah 18 tahun berpeluang empat kali lebih kecil untuk menyelesaikan pendidikan lebih tinggi dari SMA. Kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian akan meningkat. 

Demikian halnya dengan potensi meningkatnya angka kematian ibu. Sejauh ini, komplikasi saat kehamilan dan melahirkan merupakan penyebab kematian terbesar kedua bagi anak perempuan berusia 15-19 tahun, serta rentan mengalami kerusakan organ reproduksi. 

Belum lagi potensi meningkatnya kematian bayi. Bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari atau 1,5 kali lebih besar dibanding jika dilahirkan oleh ibu berusia 20-30 tahun. Perkawinan anak juga diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi setidaknya 1,7 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). 

"Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak berpotensi merugikan pembangunan sumber daya manusia di masa depan," kata May.

3. Pencegahan pernikahan anak diatur undang-undang

Menengok Angka Pernikahan Anak di Sulsel yang Cukup TinggiIlustrasi anak-anak (IDN Times/Ayu Afria)

Pencegahan dan peningkatan usia perkawinan anak merupakan hal yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 26 UU Perlindungan Anak mengatur orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. 

Selain itu, pemerintah juga berupaya menurunkan angka perkawinan usia anak, seperti menaikkan batas usia dari 16 ke 19 tahun untuk anak perempuan, sebagaimana diatur melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pengurangan angka perkawinan usia anak telah menjadi prioritas nasional, sebagaimana diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 2024 dan dalam Strategi Nasional Pengurangan Perkawinan Usia Anak. Prevalensi perkawinan usia anak diharapkan menurun dari 11,21 persen 2019 menjadi 8,74 persen di 2024 dan 6,94 persen pada tahun 2030 dan 6,94 persen pada tahun 2030. 

May mengatakan pemaksaan perkawinan anak, merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, parenting dalam keluarga dan resiliensi anak itu sendiri. 

"Dengan begitu, dibutuhkan strategi yang komprehensif dan holistik untuk mengatasi permasalahan ini," katanya.

Baca Juga: Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa Depan

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya