Kasus Kekerasan pada Anak di Makassar Masih Tinggi

Didominasi kekerasan fisik dan seksual

Makassar, IDN Times - Kasus kekerasan pada anak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, masih terbilang tinggi. Dalam data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar, sejak Januari sampai 20 Juli 2022, ada 250 kasus kekerasan perempuan dan anak di mana sebanyak 79 persen atau sekitar 197 anak menjadi korbannya. 

Berdasarkan bentuknya, kekerasan terhadap anak masih didominasi kekerasan fisik sebanyak 34 persen dan kekerasan seksual 31 persen. Kemudian penelantaran sebanyak 10 persen yang disusul pencurian sebanyak 9 persen. Lalu kasus eksploitasi dan kekerasan psikis masing-masing 6 persen, kemudian trafficking 2 persen.

"Masih tinggi, masih hampir sama dengan tren yang terjadi di tahun 2021 di mana kasus-kasus yang paling dominan itu kekerasan fisik. Namun yang mengkhawatirkan karena peringkat kedua justru kekerasan seksual," kata Kepala UPTD PPA Kota Makassar, Muslimin, Jumat (23/7/2022)

Kasus kekerasan anak memang masih menjadi PR besar. Sepanjang tahun 2021 lalu, tercatat ada 774 kasus kekerasan terhadap anak dengan presentasi 49,90 persen. 

Baca Juga: Jokowi Teken Perpres Penghapusan Kekerasan terhadap Anak

1. UPTD PPA proaktif dampingi semua korban anak

Kasus Kekerasan pada Anak di Makassar Masih TinggiIlustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dengan tingginya kasus kekerasan terhadap anak itu, UPTD PPA kota Makassar mau tidak mau harus lebih proaktif dalam menangani kasus. Bukan hanya pada anak korban kekerasan fisik, UPTD PPA juga mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum.

"Karena di Makassar faktanya ada beberapa anak kita yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan, termasuk kekerasan fisik. Misalnya suka main busur-busur itu kita berikan juga pendampingan," kata Muslimin.

Bagi Muslimin, penegakan undang-undang perlindungan anak harus sejalan dengan penanganan kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Karena itu, anak menjadi salah satu prioritas utama untuk dilindungi.

"Karena anak adalah kelompok rentan yang sering mendapatkan tindakan kekerasan, pelecehan sehingga harus diberikan perlindungan. Faktanya memang di mana-mana tidak ada tempat yang nyaman buat anak kalau tidak ada perhatian dan perlindungan dari kita semua," katanya.

2. Tantangan untuk kasus kekerasan seksual

Kasus Kekerasan pada Anak di Makassar Masih Tinggi(Ilustrasi tindak kekerasan) IDN Times/Sukma Shakti

Hanya saja, lanjut Muslimin, upaya-upaya perlindungan anak kerap mengalami kendala, utamanya dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Salah satu masalahnya adalah masih adanya anggapan di masyarakat bahwa pelecehan seksual tabu sehingga keluarga malu dan enggan melapor.

Tantangan lainnya yaitu adanya anggapan bahwa kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual bagi anak, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hal ini diperparah dengan faktor relasi ekonomi, relasi kuasa, relasi budaya hingga stratifikasi sosial ketika mengetahui pelakunya adalah orang terpandang. 

Tantangan lainnya, kata Muslimin, ada beberapa kasus yang ditangani di mana pelaku sudah hendak dihukum namun pelapor tiba-tiba menghilang. Padahal pihaknya tengah berupaya keras untuk menangani kasus itu.

"Setelah ditelusuri, ternyata dia sudah mendapatkan uang. Itu dianggapnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan," katanya.

3. Pola pengaruh keluarga turut berpengaruh

Kasus Kekerasan pada Anak di Makassar Masih TinggiIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Pada penanganan kekerasan fisik dan psikis, kata Muslimin, kendalanya lebih kepada pola pengasuhan dalam keluarga. Dari fakta yang ditemukan UPTD PPA Kota Makassar, anak-anak yang berkonflik dengan hukum tidak menerima pengasuhan yang layak dalam keluarga sehingga rentan mengalami kekerasan.

Ada juga anak yang karena terlahir dari pasangan tidak sah secara hukum dan agama maka tidak terurus secara maksimal. Menurut Muslimin, anak dengan kondisi tersebut rentan masuk di dalam pergaulan bebas. 

Tantangan lain adalah minimnya literasi orang tua dalam aspek teknologi informasi alias tidak melek digital. Padahal harusnya orang tua mampu memberikan edukasi kepada anaknya di tengah arus informasi yang pesat.

"Anak-anak kita rentan terhadap aspek pelecehan seksual online maupun eksploitasi. Malah sekarang pelakunya itu suddah bukan lagi hanya orang dewasa yang memperjualbelikan anak. Malah kami temukan beberapa kasus anak jual anak. Ini warning bagi kita semua," kata Muslimin.

4. Perlindungan anak dimulai dari keluarga

Kasus Kekerasan pada Anak di Makassar Masih Tinggiilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Muslimin, pencegahan kasus kekerasan terhadap anak seharusnya dimulai dari keluarga dan lingkungan. Karena saat ini, boleh dikata hampir tidak ada ruang aman bagi anak. 

Di sekolah, anak rentan mengalami kekerasan. Bahkan di rumah yang harusnya jadi tempat paling aman juga bisa menjadi tempat terjadinya kekerasan. Pelakunya juga bisa orang terdekat.

Karena itu, Pemerintah Kota Makassar memiliki program Jagai Anak Ta. Program ini mengajak kepada masyarakat untuk terlibat dalam melindungi anak dan memenuhi hak-hak anak.

"Karena analisa kita menunjukkan bahwa salah satu faktor yang membuat anak-anak jadi rentan mengalami tindak kekerasan maupun jadi pelaku kekerasan karena sebagian hak-hak anak tidak terpenuhi secara maksimal," kata Muslimin.

Menurut Muslimin, walaupun pemerintah sigap menyiapkan layanan gratis bagi anak namun ketika masyarakat abai terhadap layanan itu juga percuma. Padahal itu sudah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016.

"Orang yang melihat terliibat, mengetahui adanya tindakan kekerasan seksual bagi anak itu wajib untuk melaporkan. Malah kalau tidak dilaporkan bisa dijerat bahwa ia adalah termasuk yang melindungi pelaku kekerasan," katanya.

Baca Juga: Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia Pendidikan

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya