Pakar Hukum Unhas: Kajian Harus Dilakukan sebelum Menolak UU Ciptaker

Ilmar sebut gerakan #TolakOmnibusLaw wajar saja

Makassar, IDN Times - Setelah ketok palu pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu, Omnibus Law Undang-Undang Cipta Tenaga Kerja (UU Ciptaker) terus mendapat protes dari berbagai kalangan. Mulai dari buruh, akademisi, hingga mahasiswa. Demonstrasi terjadi di sejumlah kota sejak Selasa (6/9/2020) dan masih berlangsung hingga artikel ini ditulis.

Pengamat hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Aminuddin Ilmar, menyebut masyarakat harus mengkaji UU Ciptaker secara rinci. Selain karena cakupannya yang luas, ia menganggap hal tersebut perlu demi menangkal hoaks seputar UU kontroversial tersebut.

"(Ada) sepuluh aspek yang yang menjadi lingkup dari UU Cipta Lapangan Kerja. Ini harus dipahami dulu. Selama ini kan banyak berita hoaks yang menurut saya perlu diluruskan," ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (8/10/2020) sore.

1. Undang-Undang Cipta Kerja mencakup sepuluh hal yang berkenaan dengan ekonomi nasional

Pakar Hukum Unhas: Kajian Harus Dilakukan sebelum Menolak UU CiptakerRapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 pada Senin (5/10/2020) (Youtube.com/DPR RI)

Sepuluh hal cakupan UU Ciptaker yang dimaksud yaitu peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan usaha, ketenagakerjaan, kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi-UMKM, kemudahan berusaha, dan hubungan riset-inovasi.

Selanjutnya ada pengadaan tanah, penguatan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan dan terakhir mengenai pengenaan sanksi.

Menyoal penolakan yang meluas, Bambang Soesatyo selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyebut ada kelompok yang sengaja mendiskreditkan UU Ciptaker.

"Di luar sana berkembang berbagai propaganda, hoaks, misinformasi, mau pun disinformasi yang mendiskreditkan UU Cipta Kerja," ungkapnya seperti dikutip dari ANTARA, Kamis (8/10/2020).

2. DPR RI disebut telah melakukan sosialisasi UU Ciptaker dengan kelompok buruh dan akademisi

Pakar Hukum Unhas: Kajian Harus Dilakukan sebelum Menolak UU CiptakerMenko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Perihal transparansi pembahasan UU yang selama ini dikecam, Ilmar menyitir konferensi pers Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Atgas pada Rabu, 7 Oktober kemarin, yang menyebut sosialisasi sudah dilakukan.

Ruang dialog sejatinya telah dibuka, namun Ilmar menyebut beberapa pihak masih bersikukuh dengan sikap menolak. "Poin yang menjadi perdebatan adalah ketenagakerjaan. Dan memang itu kemarin dibahas dengan serikat pekerja. Namun menurut mereka (DPR RI), serikat pekerja ini tidak merespons dengan baik dan melakukan penolakan," ungkapnya.

Kendati rincian ruang-ruang pembahasan diakui Ilmar tak ia ketahui, banyak pihak yang sudah dilibatkan termasuk kalangan dari perguruan tinggi.

"Menurut DPR RI, kerja-kerja pansus ini sudah disosialisasikan ke masyarakat. Bahkan juga ke perguruan tinggi. RUU itu sudah disebarkan dan dimintakan masukan, hingga kemudian sampai pada kesepakatan kesimpulan," lanjut Ilmar.

Baca Juga: Hujan Tak Surutkan Massa Demonstrasi UU Ciptaker di Makassar

3. Menurut Ilmar, sebagian pasal dalam UU Ketenagakerjaan 2003 tak lagi berlaku setelah adanya UU Ciptaker

Pakar Hukum Unhas: Kajian Harus Dilakukan sebelum Menolak UU CiptakerDemo penolakan Ombibus Law di depan Kampus UMI Makassar, Kamis (8/10/2020). IDN Times/Asrhawi Muin

Lantas bagaimana dengan posisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi rujukan? Ilmar menjelaskan bahwa beberapa bagian yang diatur UU Ciptaker membuat norma hukum yang ada dalam UU Ketenagakerjaan sudah tak berlaku.

"Di dalam setiap UU ada beberapa materi norma pasal-pasal yang diambil. Kemudian disinkronkan dan diharmonisasikan. Sekarang penjelasannya adalah kemudian apakah setelah norma UU Ciptaker itu diberlakukan, atau kemudian itu (UU Ketenagakerjaan) bisa tidak berlaku," paparnya.

"Sepanjang norma pasal-pasal itu tidak berjalan, atau sudah diatur (dalam UU Ciptaker), artinya sudah tidak berlaku. Jadi tidak semuanya," lanjut Ilmar.

Meski begitu, Ilmar menegaskan bahwa beberapa bagian krusial dan menyulut penolakan, seperti pesangon dan cuti, harus dipertimbangkan lebih jauh.

4. Diperlukan kajian menyeluruh sebelum menentukan sikap penolakan atau mengajukan judicial review

Pakar Hukum Unhas: Kajian Harus Dilakukan sebelum Menolak UU CiptakerDemo mahasiswa Lamongan tolak undang-undang cipta kerja. IDN Times/Imron

Menyoal ancang-ancang akademisi hukum mengajukan judicial review, Ilmar mengaku tidak masalah. Namun lebih dulu diperlukan pembahasan mendalam, terutama ruang lingkup UU Ciptaker dan mengaitkannya dengan konstitusi.

"Nah, sekarang (mencari tahu) mana materi yang ada dalam UU Ciptaker ini yang bertentangan dengan UU yang sudah ada. Karena kalau uji materi kan normanya harus dikaitkan dengan konstitusi UUD. Sehingga menurut saya ini harus dikaji dan dicermati dulu. Kalau dari hasil pengkajian itu diperoleh ada hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma konstitusi, ya harus dilakukan uji materi," tegasnya.

Dengan kata lain, ia menyebut untuk bagian tertentu dalam UU Ciptaker bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi, atau penolakannya tak secara sekaligus.

"Menolak itu harus dengan dasar argumentasi. Kalau hanya mau menolak (perkara) buruh yang berkenaan dengan ketenagakerjaan, maka itu hanya salah satu aspek dari sepuluh aspek tadi," tandas Ilmar.

Baca Juga: [BREAKING] Seribuan Pendemo Omnibus Law Mulai Padati Kantor DPRD Sulsel

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya