Diskusi Buku "Mencintai Munir", Menggali Ingatan atas Sang Aktivis

Dihadiri oleh Suciwati, Haris Azhar dan Riri Riza

Makassar, IDN Times - Mendiang Munir Said Thalib seolah tak habis-habisnya untuk diulas dalam buku. Tak cuma tentang perjuangan, tapi juga komitmennya untuk mencari keadilan bagi orang-orang tertindas. Kali ini, giliran sang istri yakni Suciwati yang ingin mengajak pembaca mengenal lebih dekat aktivis HAM kelahiran Surabaya itu dalam buku "Mencintai Munir."

Suciwati berkesempatan membagi cerita di balik penggarapan buku terbitan Museum HAM Munir tersebut di Makassar, dalam diskusi yang dihelat oleh Rumata' Artspace pada hari Sabtu (8/10/2022). Acara tersebut juga bertepatan dengan peringatan 18 tahun meninggalnya Munir.

Bagi perempuan 54 tahun itu, proses penggarapan "Mencintai Munir" berjalan sulit lantaran harus kembali mengingat masa-masa getir selepas sang suami dibunuh.

"Sebenarnya ini soal yang tidak mudah karena harus memanggil ingatan. Bukan cuma tentang kehangatan almarhum, tapi juga tentang rasa kehilangan. Bagaimana saya mendapat ruang ketidakadilan, dan prosesnya juga panjang," ujar Suciwati di hadapan para peserta diskusi.

1. Suciwati kembali menggali semua ingatan atas sang mendiang suami, mulai dari yang hangat hingga pahit

Diskusi Buku Mencintai Munir, Menggali Ingatan atas Sang AktivisTangkapan layar suasana diskusi buku "Mencintai Munir" di Rumata' Artspace Makassar, Sabtu 8 Oktober 2022. (YouTube.com/Rumata Artspace)

Keputusan Suciwati untuk menulis tak lepas dari keinginan menghadirkan sebuah buku yang membawa pembaca lebih dekat dengan Munir. Selain itu, ternyata belum ada buku yang menurutnya sreg lantaran masih banyak detail yang terlewat, dan hanya tahu aktivitas mendiang dari luar alih-alih sebagai "orang dalam."

"Saya memang sudah mengumpulkan semua tulisan, riset dan memo yang pernah kami jalani. Sudah terkumpul, dan bagi beberapa orang ternyata kurang pas atau tidak bisa. Jadi pada satu titik, saya harus memulai karena saya tidak mau ada penyesalan dan orang hanya mengenal Munir dari luarnya saja," ujarnya.

Lebih jauh, Suciwati menyebut buku ini sebagai bentuk rasa cintanya kepada sang suami, sekaligus upayanya meluruskan segala simpang siur yang menyangkut Munir. Sekaligus menunaikan niatan yang sudah lama ia pancang.

"Pada akhirnya dengan buku ini saya bisa merasa lega akhirnya bisa menghadirkan buku ini," tutur perempuan asal Malang tersebut.

2. Aktivis HAM Haris Azhar mendapat "bimbingan" langsung dari Munir terkait banyak isu

Diskusi Buku Mencintai Munir, Menggali Ingatan atas Sang AktivisMahasiswa mengikuti aksi refleksi 17 tahun kematian Munir di depan Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/9/2021). (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Aktivis HAM Haris Azhar, yang hadir sebagai pembicara, masih ingat betul masa-masa awalnya bekerja di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan bisa bercengkerama langsung dengan Munir.

"Dari beliaulah saya belajar tentang extraordinary crime, atau yang dia sebut sebagai pelanggaran HAM. Saya pertama kali dengar istilah itu dari Cak Munir. Dari ngobrol, bukan buku," katanya.

"Dia ini punya magnitude komunikasi yang bagus banget. Orang lihat Munir itu musti ikut seminar atau lihat di televisi. Kita malah bisa membawanya langsung ke kantor untuk menjelaskan sesuatu. Dan dia memang senang diskusi dengan anak muda," imbuh Haris.

Haris juga bercerita bahwa ia diajari oleh Munir cara berempati dan bersolidaritas dengan golongan marjinal. Mulai dari "rumus-rumus" dalam advokasi buruh, serta logika-logika kala pendampingan.

3. Riri Riza menyebut buku "Mencintai Munir" memberi sudut pandang kepada para pembaca

Diskusi Buku Mencintai Munir, Menggali Ingatan atas Sang AktivisCover buku "Mencintai Munir" (Instagram.com/Museum HAM Munir)

Sineas Riri Riza, pertama kali berbincang dengan Munir setelah Orde Baru jatuh, ketika mewawancarainya sebagai narasumber film dokumenter garapannya. Ia menyebut momen tersebut membuka mata, sebab berinteraksi dengan seseorang dengan semangat dan etos kerja luar biasa.

"Kalau kita penggemar film, ibaratnya ketemu seorang hero di film independen yang mungkin sangat sederhana. Ia artikulatif tentang sebuah isu, dan bergerak sangat cepat. Saya bahkan ikut saat ia memimpin aksi yang diadakan ibu-ibu," ungkap sutradara kelahiran Makassar itu.

Ia menyebut bahwa buku "Mencintai Munir" bisa mengajak anak-anak muda melihat sang aktivis dari sudut pandang seorang pasangan dan ibu. Serta bagaimana perjalanan isu HAM di Indonesia.

"Membaca ini ibarat sebuah naskah film atau novel yang sangat accomplished, dalam struktur. Saya pikir ini bisa menyegarkan ingatan kita dalam sudut pandang yang lebih menyentuh dan emosional, sekaligus jadi sumber informasi yang bagus," jelas Riri.

Baca Juga: Sidang HAM Paniai di Makassar, Hakim Minta Saksi Eks Wakapolres Tegas

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya