Jelang Pilkada, Ini Alasan Penting Panwaslu Diubah Jadi Bawaslu  

Putusan MK mengakhiri polemik kewenangan Bawaslu di pilkada

Makassar, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 atau UU Pilkada. MK memutuskan mengganti nomenklatur Panitia Pengawas Pemilu atau Panwas di tingkat kabupaten/kota menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Nomenklatur Bawaslu Kabupaten/Kota dimaknai sama dengan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua Bawaslu Makassar Nursari mengatakan, putusan MK mengakhiri polemik sekaligus memperkuat kewenangan kelembagaan Bawaslu Kabupaten/Kota.

Sebelumnya, berpotensi terjadi ketidakpastian hukum karena terdapat dua nomenklatur lembaga yang mengawasi pemilihan di tingkat kabupaten/kota. Menurut UU Pemilu, lembaga itu bernama Bawaslu. Sedangkan menurut UU Pilkada, namanya Panwas.

“Dengan demikian, Bawaslu Kab/Kota merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemilihan kepala daerah serentak 2020,” kata Nursari kepada wartawan di Makassar, Kamis (30/1).

1. Putusan MK memperkuat kewenangan Bawaslu mengawasi tahapan pilkada

Jelang Pilkada, Ini Alasan Penting Panwaslu Diubah Jadi Bawaslu  Kantor Bawaslu Makassar. IDN Times / Aan Pranata

Nursari mengatakan, selama ini muncul perdebatan tentang kewenangan Bawaslu di kabupaten/kota untuk mengawasi tahapan pilkada serentak 2020. Setelah terbit putusan MK, perdebatan itu dianggap selesai. Sebab MK sudah menegaskan bahwa Panwas diganti dan dimaknai dengan Bawaslu.

Selama ini, kata Nursari, nomenklatur Bawaslu di kabupaten/kota tidak ada atau tidak punya kewenangan mengawasi tahapan pilkada. Sebab dalam UU Pilkada, yang punya kewenangan adalah Panwas.

“Alhamdulillah putusan Mahkamah Konstitusi ini telah mengakhiri polemik itu,” ucap Nursari.

2. Uji materi lahir dari kegelisahan pengawas pemilu di seluruh Indonesia

Jelang Pilkada, Ini Alasan Penting Panwaslu Diubah Jadi Bawaslu  IDN Times /Denisa Tristianty

Putusan MK merupakan respons terhadap permohonan pengujian terhadap UU Pilkada, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Permohonan diajukan Ketua Bawaslu Sumatera Barat Surya Efitrimen, Ketua Bawaslu Makassar Nursari, dan Komisioner Bawaslu Ponorogo Sulung Rimbawan.

Nursari mengatakan bahwa putusan ini lahir atas kegelisahan pengawas pemilu di seluruh Indonesia. Kedudukan hukum Bawaslu, khususnya di tingkat kabupaten/kota banyak dipertanyakan. Pemilu dan Pilkada merupakan agenda yang berbeda, sehingga perlu kejelasan soal wewenang lembaga pengawasan.

“Pasca putusan MK yang melegitimasi penguatan kelembagaan Bawaslu pada tingkat kabupaten/kota, seluruh rekan-rekan pengawas pemilu di seluruh Indonesia dapat tetap menunjukkan integritas dan pengabdian penuhnya dalam menegakan keadilan pemilu,” Nursari menerangkan.

Baca Juga: Bawaslu Limpahkan None ke KASN Terkait Dugaan Pelanggaran Netralitas

3. Jumlah anggota dan sifat kelembagaan Bawaslu juga merujuk UU Pemilu

Jelang Pilkada, Ini Alasan Penting Panwaslu Diubah Jadi Bawaslu  IDN Times/Axel Joshua Harianja

Pengabulan uji materi UU Pilkada tertuang dalam Putusan Nomor 48/PUU-XVII/2019 yang dibacakan dalam Sidang Pleno MK, di Jakarta, Rabu (29/1). Dalam putusannya, MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu muatannya harus disesuaikan dengan isi UU Pemilu.

Selain frasa Panwas yang menjadi Bawaslu, ada juga penyesuaian lain di UU Pilkada. Antara lain, Bawaslu Kabupaten/Kota beranggotakan lima orang dan lembaganya bersifat permanen. Selain itu, penetapan anggota melalui seleksi dan diputuskan oleh Bawaslu RI.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” bunyi amar putusan majelis hakim konstitusi yang dipimpin Anwar Usman.

Baca Juga: Tidak Ada Lagi Panwaslu Kabupaten/Kota, MK Menggantinya Jadi Bawaslu

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya