Tren Gerakan Mahasiswa di Makassar Lebih Beragam, Gak Melulu Demo

- Mahasiswa Makassar aktif dalam gerakan literasi, penulisan, dan advokasi.
- Beragamnya orientasi gerakan tidak menjadi masalah jika memiliki tujuan yang sama.
- Tren menyuarakan keadilan dengan turun ke jalan masih relevan, tetapi media sosial belum optimal digunakan.
Makassar, IDN Times - Gerakan mahasiswa memang tidak ada matinya. Perjalanan politik negeri ini juga tidak lepas dari mahasiswa dan para pemuda yang menyertainya.
Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, aksi demonstrasi mahasiswa bukan lagi hal baru. Terlebih lagi, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan kontroversial.
Mereka akan turun ke jalan-jalan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Akan tetapi, Dzulkifli dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Makassar, memandang bahwa gerakan mahasiswa saat ini lebih beragam dibandingkan dulu.
"Mulai dari gerakan literasi, gerakan penulisan sampai gerakan advokasi dan yang paling banyak kita temui adalah gerakan literasi dengan beragam orientasi dan tujuannya," kata Dzulkifli kepada IDN Times, Minggu (27/10/2024).
1. Beragam tidak masalah jika orientasinya sama

Menurut Dzulkifli, beragamnya orientasi dan tujuan dari sebuah gerakan akan memungkinkan adanya gerakan yang terpecah belah. Namun beragamnya elemen gerakan itu tidak akan menjadi masalah jika punya orientasi dan tujuan yang sama.
"Dengan memiliki orientasi dan tujuan gerakan yang sama, berbagai misi elemen gerakan akan dapat diselaraskan," katanya.
Selain itu, juga bisa mengetahui orientasi dan tujuan dari sebuah gerakan dengan mempertanyakan apa yang diperjuangkan. Ini penting untuk menyusun agenda-agenda demi mencapai tujuan tersebut.
"Apakah kita hanya sekedar menyasar perubahan kebijakan atau perubahan struktural? Gerakan saat ini masih berfokus pada kritik terhadap kebijakan, alih-alih sistem yang menghasilkan kebijakan tersebut," katanya.
2. Tidak sepenuhnya berubah

Meski lebih beragam, namun Dzulkifli menyebut tren gerakan mahasiswa saat ini tidak sepenuhnya berubah. Aksi massa di ruang publik masih sering terlihat seperti yang orang-orang lakukan melalui gerakan advokasi. Selain itu, okupasi dan aktivasi ruang publik juga masih ada seperti menggelar lapak baca.
Beralih memanfaatkan media sosial juga belum cukup optimal. Dia menyebut banyak mahasiswa hanya menjadi konsumen atas informasi yang disediakan oleh media sosial.
"Mahasiswa tidak betul-betul menjadi subjek atas media sosial. Lebih tepatnya masih dikendalikan oleh media sosial," katanya.
3. Aksi turun ke jalan masih relevan

Tren menyuarakan keadilan dengan turun ke jalan, kata Dzulkifli, juga masih sangat relevan saat ini. Cara ini relevan selama tujuannya untuk menyusun agenda politik bersama yang menyasar perubahan struktural dengan memulainya dari gerakan akar rumput.
"Dan untuk menciptakan kemandirian dalam masyarakat bukan keterwakilan," lanjutnya.
Namun, kata Dzulkifli menjelaskan, akan lebih kuat lagi jika gerakan ini dimasifkan dengan menggunakan media sosial. Media sosial dapat berperan sebagai media perjuangan dan pergerakan sosial.
"Untuk membangun kesadaran kritis dan menciptakan kemandirian dalam menentang ketidakadilan serta untuk merebut hak kita kembali," katanya.
4. Ada yang aksi, ada pula yang cuek

Dzulkifli juga menyadari bahwa ketika ada mahasiswa yang menyuarakan ketidakadilan maka tak sedikit juga yang cuek. Namun menurutnya fenomena seperti itu akan selalu ada dan sering dijumpai di kampus.
Dia menilai hal itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah minimnya kesadaran sosial. Terlebih lagi, gerakan sering kali didominasi oleh penokohan seseorang dan menimbulkan keterwakilan suara serta sikap orang lain pada tokoh tersebut yang dapat berujung pada pendiktean individu.
"Adanya dominasi dari satu individu terhadap individu yang lain hanya akan menciptakan ketakutan dan rasa ketergantungan," kata Dzulkifli.
Dia percaya apa yang ada pada diri setiap individu adalah sebuah konstruksi yang tujuannya bukan untuk membebaskan setiap individu, akan tetapi untuk menundukkan setiap individu. Untuk menyikapi hal tersebut, dia melatih diri untuk menimbulkan kemandirian dalam bersikap.
"Dan menyebarkan kemandirian tersebut pada orang-orang sekitar yang saya temui," katanya.