Tolak Keras Reklamasi Pulau Lae-Lae, Warga Demo DPRD Sulsel

Makassar, IDN Times - Warga Pulau Lae-lae dan pendamping yang tergabung dalam Koalisi Lawan Reklamasi Pesisir (Kawal Pesisir) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (17/5/2023. Demonstrasi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap reklamasi Pulau Lae-lae.
Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar pemerintah membatalkan reklamasi di Pulau Lael-lae. Pasalnya, reklamasi akan merusak wilayah tangkap nelayan setempat yang berarti menganggu kehidupan masyarakat di sana.
Tokoh masyarakat Pulau Lae-lae, Andra Daeng Bau, mengatakan, demonstrasi ini merupakan aksi damai untuk menolak reklamasi oleh pemerintah. Warga mempertanyakan alasan pemerintah mereklamasi pulau tempat tinggal mereka.
"Kenapa pulau kami tiba-tiba direklamasi. Kami sebagai nelayan menolak keras untuk reklamasi pulau kami karena kami semua warga Pulau Lae-lae tahu bahwasanya penolakan kami ini sangat bermanfaat bagi kami semua," kata Andra.
1. Warga mulai merasakan dampak reklamasi

Menurut Andra, reklamasi itu akan menyiksa warga Pulau Lae-lae. Bukannya bermanfaat, reklamasi justru akan menjadi masalah bagi ruang hidup masyarakat selanjutnya.
Andra menjelaskan salah satu dampak yang mulai dirasakan warga setempat dari reklamasi ini yakni adanya debu-debu yang beterbangan. Hal ini jelas menggangu warga karena debu-debu itu mengotori mereka hingga mengakibatkan penyakit.
"Kami sangat kotor. Penyakit-penyakit memasuki kami di Pulau Lae-lae seperti sakit perut, sakit mata," kata Andra.
Selain itu, warga juga merasakan mata pencahariannya mulai terganggu. Sejak ada reklamasi, kata Andra, hasil tangkapan nelayan di sana juga mulai berkurang. Ini berarti, dampak ekonomi juga mulai dirasakan warga Pulau Lae-lae.
"Di sebelah selatan Pulau Lae-lae, kami biasa mendapatkan ambaring atau udang kecil yang bisa kami jual Rp50.000 per keranjang. Sekarang, ambaring itu sudah menghilang sejak adanya reklamasi di sana PT Yasmin sekitar Pulau Lae-lae," kata Andra.
2. Warga tidak ingin laut menjadi kotor

Andra mengatakan sebagian warga tidak tahu kapan tepatnya reklamasi itu dimulai. Yang jelas, sejak ada reklamasi di depan Pantai Losari, warga sudah kehilangan mata pencaharian. Sekarang, reklamasi mau ditambah lagi di sebelah barat Pulau Lae-lae sehingga membuat warga harus menolak.
Warga Pulau Lae-lae tidak menginginkan reklamasi karena jelas akan merusak lingkungan, terlebih laut di mana warga bertumpu untuk hidup. Meski begitu, warga di sana juga merasa hidup berkecukupan dari hasil bekerja sebagai nelayan.
Para perempuan nelayan, kata Andra, rutin menangkap kerang tude di laut setiap bulan Januari hingga Maret untuk dijual. Dengan begitu, perempuan nelayan juga berperan dalam menyejahterakan perekonomian mereka.
"Kualitas kami sudah oke sebagai nelayan. Kami menyekolahkan anak-anak kami ke perguruan tinggi bahkan mempunyai gaji yang tinggi itu dari hasil nelayan. Kami tidak ingin direklamasi karena tidak ingin laut itu kotor dan keruh karena hidup kami sebagai nelayan itu ada di laut," katanya.
3. Reklamasi telah merampas ruang hidup nelayan

Reklamasi di Kota Makassar telah dimulai sejak 2014 silam untuk pembangunan Center Point of Indonesia (CPI). Reklamasi ini dianggap telah melanggar HAM berupa perampasan ruang hidup dengan menimbun wilayah tangkap nelayan sekitar penggusuran terhadap 43 kepala keluarga nelayan dan perempuan. Wilayah tangkap nelayan, serta berbagi alat tangkap seperti jaring dan rumpon ikut tertimbun menjadi daratan baru.
Reklamasi pesisir Makassar kini semakin meluas dengan menyasar Pulau Lae-Lae yang dihuni sekitar 1.700 jiwa berdasarkan Surat Edaran Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan Nomor 180/1428/B.Hukum.
Reklamasi yang akan menimbun wilayah tangkap nelayan ini mencapai 12,11 ha sebagai lahan pengganti akibat kekurangan lahan di objek reklamasi CPI sebelumnya. Sesuai kesepakatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan pihak pengembang CPI bahwa pihak pengembang akan mengganti kekurangan lahan yang diperuntukan bagi Pemprov Sulsel. PT. Yasmin adalah perusahaan kontraktor yang dipercaya Pemprov Sulsel untuk kembali menjadi pelaksana reklamasi Pulau Lae-Lae.
Sejauh ini, berbagai upaya penolakan warga Pulau Lae-Lae terhadap rencana reklamasi telah dilakukan. Penolakan menghadiri sosialisasi AMDAL, penolakan tim pekerja dari PT. Yasmin untuk pelaksanaan reklamasi, hingga aksi parade perahu nelayan "Tolak Reklamasi Pulau Lae-Lae" adalah rangkaian upaya perlawanan warga Pulau Lae-Lae menolak reklamasi.
"Sekarang ini kami sudah merasakan dampaknya melalui pantai Losari. Jadi makannya mereka ingin masuk lagi mereklamasi pulau kami. Kami menolak keras," kata Andra.