Bahtiar Minta Bantuan Tokoh Agama Cegah Politik Identitas di Sulsel

Makassar, IDN Times - Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Bahtiar Baharuddin, bakal menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya untuk mencegah praktik politik identitas. Hal ini dinilai rawan terjadi pada Pemilu 2024.
Walaupun Sulsel tidak termasuk dalam indeks kerawanan pemilu, namun kata Bahtiar, pemerintah tetap harus mengantisipasinya. Dalam hal politik identitas, Pemprov Sulsel mengantisipasi dengan menggandeng tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya.
"Tentu kita tugasnya mendekati para ulama, tokoh-tokoh budaya, adat, karena identitas itu bisa almamater, kampung, suku, agama," kata Bahtiar, Rabu (18/10/2023).
1. Bakal gelar deklarasi pemilu damai
Secara umum, Pemprov Sulsel telah melaksanakan rapat berkali-kali dengan Forum Komunikasi Antar Daerah (Forkopimda). Rapat ini termasuk membahas upaya-upaya pendinginan oleh TNI-Polri.
Beberapa langkah yang dilaksanakan yaitu deklarasi pemilu damai oleh pemerintah kabupaten dan kota. Selanjutnya, Pemprov juga akan mengadakan lagi deklarasi damai pada 24 Oktober 2024.
"Seluruh kepala desa Sulsel kita undang. Forkopimda juga kita undang. Dengan majelis-majelis agama kita undang. Ada KPU juga dan Bawaslu," kata Bahtiar.
2. Sulsel tidak masuk daerah rawan
Bawaslu sendiri telah memetakan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024. Provinsi Sulawesi Selatan tidak masuk dalam provinsi kategori kerawanan tinggi melainkan hanya masuk kategori kerawanan rendah. Sulsel bahkan berada di urutan kedua terakhir yaitu 10,20 persen.
Untuk antisipasi kerawanan, Pemprov akan mengacu pada data Bawaslu dan Intelkam Polri. Data-data dari kedua lembaga itu akan diurai potensi kerawanan.
"Kalau dianggap misalnya kuning bagaimana menjadi hijau, kalau misalnya dari awal kita diingatkan bahwa ini kemungkinan merah. Justru bagus data itu supaya kita lakukan tindakan," kata Bahtiar.
3. Manfaatkan aplikasi SIPKS untuk deteksi dini konflik
Di samping itu, Pemprov Sulsel mulai memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Penanganan Konflik Sosial (SIPKS) untuk mendeteksi dini konflik sosial. Aplikasi ini berfungsi sebagai alat yang sangat efektif dan efisien dalam memantau, memetakan dan menangani potensi konflik sosial dengan cepat.
SIPKS digunakan secara internal dan tim terpadu. Sistem kerjanya telah diatur dalam Permendagri 42 Tahun 2015 tentang koordinasi penanganan konflik sosial.
"Bagaimana 545 daerah (di Indonesia) ini sistem deteksi dini itu ada terjadi sehingga sekecil apapun riak-riak yang muncul di daerah bisa kita data sejak awal dan bisa kita lakukan penanganan lebih awal," kata Bahtiar Baharuddin.