Hukum Kuat, Demokrasi Sehat - Suara Rakyat, Pilar negara

Negara hukum tegak di atas dua pilar setara: kebebasan berpendapat dan ketertiban umum. Demonstrasi adalah hak konstitusional (Pasal 28E jo. 28J UUD 1945; UU 9/1998); anarkisme - perusakan, kerusuhan, penjarahan - tetap tindak pidana (KUHP). Aspirasi wajib dihormati; kekerasan wajib dihentikan. Aspirasi sah, anarkis dilarang.
DPR tidak boleh menjadi penonton, Sebagai jembatan konstitusional (Pasal 20A UUD 1945), DPR hadir di locus aksi, membuka dialog/RDP, mendengar keluhan, menjelaskan kebijakan, dan mengawasi keputusan atau fasilitas publik yang memicu keresahan. Ketika DPR absen, risiko benturan langsung aparat–warga meningkat. Kehadiran DPR adalah katup pengaman: meredam tensi, menyediakan kanal resmi bagi aspirasi, dan memulihkan kepercayaan.
Aparat wajib profesional, proporsional, akuntabel. Polri mengamankan, melindungi, menegakkan hukum (UU 2/2002) dengan prinsip necessity - proportionality–accountability; penggunaan kekuatan bertahap dan terukur (peringatan lisan, kendali tangan kosong, alat khusus) sesuai Perkap 1/2009 dan Pedoman Dalmas Polri (Perkap 16/2006). Massa damai dilindungi; pelaku kekerasan diproses tanpa pandang bulu. Brimob adalah unsur khusus untuk ancaman berintensitas tinggi - opsi terakhir berdasar indikator eskalasi objektif (ancaman terhadap jiwa, gangguan serius ketertiban, atau fasum vital) - serta tetap terikat hukum, HAM, disiplin, dan kode etik. TNI ber-mandat pertahanan; keterlibatannya di ruang sipil hanya OMSP yang terbatas dan berdasarkan keputusan politik negara (UU 34/2004) - bukan pola operasi harian.

Presiden harus menjadi penyejuk, Instruksi teknis kepada aparat atau pemberian penghargaan/kenaikan pangkat (misal kepada korban peristiwa) sah, namun lebih tepat di forum internal. Kepada publik, yang dibutuhkan adalah narasi persatuan, empati, dan komitmen menyelesaikan akar masalah. Bahasa yang menenangkan merawat legitimasi; retorika menakutkan memperlebar jarak. Penanganan kebijakan dan ekses harus transparan dan selaras AUPB (UU 30/2014).
Jalan keluar yang terukur, aspirasi disalurkan damai dengan pemberitahuan, rute, dan waktu sesuai UU 9/1998; DPR aktif menjembatani (jaring keluhan, dialog/RDP, pengawasan kebijakan pemicu keresahan); Polri menerapkan penggunaan kekuatan bertahap sesuai Perkap 1/2009 dan UU 2/2002; Brimob hanya turun jika indikator eskalasi objektif terpenuhi dan tetap dalam bingkai hukum/HAM/disiplin; TNI membantu secara terbatas dalam OMSP berdasarkan keputusan politik negara; pelaku anarkis ditindak tegas, objektif, terukur. Dengan keseimbangan otoritas dan empati, legitimasi pemerintah lahir bukan karena rakyat takut, melainkan karena rakyat percaya.
Sugihyarman Silondae, S.H., M.H.
Praktisi Hukum - Kendari, Sulawesi Tenggara