Demonstran di Gorontalo: Omnibus Law Jadi Kiamat bagi Pekerja

RUU Cipta Kerja mengebiri hak kaum buruh dan pekerja

Gorontalo, IDN Times - Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus mendapat penolakan dari masyarakat. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Gorontalo yang menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis (30/7/2020) menyuarakan agar RUU tersebut tidak disahkan.

Menurut mereka RUU Cipta Kerja sangat merugikan bagi buruh di Indonesia, termasuk di Gorontalo. “Apabila Undang-Undang disahkan. Maka ini menjadi kiamat bagi kaum buruh dan pekerja Indonesia,” kata Andrika Hasan selaku koordinator aksi.

1. Situasi Pandemik COVID-19, DPR RI malah membahas RUU Cipta Kerja

Demonstran di Gorontalo: Omnibus Law Jadi Kiamat bagi PekerjaMasa aksi FSPMI penolakan RUU Omnibus Law di Bundaran Saronde, IDN Times/Elias

Andrika menyayangkan, dalam situasi pandemik akibat COVID-19 yang masih menjadi momok di Indonesia, malah DPR RI tetap ngotot membahas RUU Cipta Kerja.

“Seharusnya DPR RI membahas penanganan COVID-19, malah membahas Omnibus Law,” ujar Andrika yang juga selaku Ketua Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI) FSPMI Provinsi Gorontalo.

Menurutnya pembahasan RUU Omnibus Law oleh DPR RI ini dilakukan karena ada kepentingan oknum pengusaha. Ia menilai bahwa RUU Cipta Kerja ini mengebiri hak-hak buruh dan pekerja, sehingga RUU tersebut mutlak untuk ditolak.

“Bisa-bisanya DPR RI sekarang sedang menggodok RUU Omnibus Law di mana ada 11 klaster (didalamnya) khususnya klaster ketenagakerjaan,” terang Andrika.

2. Tolak PHK sepihak oleh perusahaan

Demonstran di Gorontalo: Omnibus Law Jadi Kiamat bagi PekerjaIDN Times/Elias

Selain menolak pengesahan RUU Cipta Kerja, FSPMI juga menolak aturan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan perusahaan-perusahan. Di masa pandemik COVID-19, ia mengungkapkan, kasus PHK sepihak sangat banyak terjadi di Gorontalo.

“Stop PHK yang terjadi dengan alasan COVID-19. Bahwa virus corona memang sangat menakutkan. Tapi PHK bagi buruh dan pekerja sama saja menakutkan,” katanya.

Andrika sangat menyangkan bahwa ada banyak buruh yang telah dirumahkan oleh perusahaan dan sampai dengan saat ini belum menerima pembayaran upah. “Ada terkait dengan pekerja-pekerja khususnya anggota kami yang dirumahkan, sampai dengan saat ini belum dibayarkan.”

Data PHK yang terjadi di Gorontalo hingga maret 2020 mencapai 1.200 orang. Bahkan Andrika meyakini PHK yang terjadi dua kali lipat lebih banyak sejak wabah corona masuk ke Gorontalo.

Baca Juga: LBH Desak Polisi Bebaskan 37 Demonstran Omnibus Law di Makassar

3. FSPMI tolak TKA unskilled worker

Demonstran di Gorontalo: Omnibus Law Jadi Kiamat bagi PekerjaIDN Times/Elias

FSPMI juga melakukan penolakan terkait kedatangan 227 orang tenaga kerja asing (TKA) yang akan melakukan pekerjaan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sulbagut I milik PT Toba Bara Sejahtera. Penolakan TKA yang dimaksudkan ialah TKA pekerja kasar atau tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan.

“Kami tidak menolak tenaga kerja asing. Silakan gunakan tenaga kerja yang skill worker karena itu diatur dalam Undang-Undang. Yang kami tolak apabila (TKA yang didatangkan) pekerja buruh kasar,” kata Andrika.

Dalam penolakan RUU Omnibus Law, FSPMI Provinsi Gorontalo melakukan aksi di Kantor Gubernur Gorontalo, Kantor DPRD Provinsi Gorontalo dan diakhiri di Bundaran Saronde Pusat Kota Gorontalo.

Baca Juga: Serikat Pekerja Industri Tak Masalah TKA Tiongkok Datang ke Gorontalo

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya