Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus Dihentikan

Lima polisi tersangka pembunuh Agung dibebaskan oleh SP3

Makassar, IDN Times - Tengkorak dan tulang leher remuk ditambah luka lebam di beberapa titik tubuh Agung Pranata (27), membuatnya tewas. Kekerasan ekstrem itu dialaminya usai ditangkap polisi dari Satuan Reserse Kriminal (Satrekrim) Polsek Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 29 Oktober 2016 silam. Korban ditangkap atas dugaan kasus pencurian.

Ibunda Agung, Mawar (59), masih ingat jelas luka-luka parah yang memenuhi jasad anak laki-lakinya itu, yang terbujur kaku di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Menurut Mawar, kasus kematian anaknya itu tidak ditangani dengan semestinya oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Bahkan kasus ini telah dinyatakan ditutup dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

"Saya ini orang tua, tidak paham soal SP3 tapi yang saya inginkan adalah keadilan, kenapa anak saya meninggal dengan kondisi itu, tidak wajar, tulang di belakang kepalanya retak," ungkap Mawar kepada IDN Times Sulsel, Jumat (30/6/2023).

"Tulang leher belakang anak saya patah, batang hidung retak, luka seret bagian punggung dari atas ke bawah. Pipinya itu memar, saya lupa sebelah kiri atau kanan itu, sama ubun-ubunnya penyot seperti kena benda tumpul," lanjutnya.

1. Perkara kematian Agung dihentikan

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanIlustrasi garis polisi. (IDN Times/Mardya Shakti)

Kejanggalan lain dalam kasus kematian Agung ialah, proses penyelidikan dan penyidikan perkara yang ditangani Polda Sulsel terkesan diperlambat. Autopsi jenazah korban baru dilaksanakan pada Februari 2017, itupun setelah pihak keluarga melalui penasihat hukum mendesak Polda Sulsel.

Kuburan Agung di Kabupaten Jeneponto dibongkar kala itu dengan melibatkan tim Kedokteran Kepolisian (Dokpol) Polda Sulsel dan tim dokter Universitas Hasanuddin (Unhas). Sebulan kemudian, pihak dokter menyebutkan terdapat luka-luka tidak wajar di tubuh Agung.

Berdasar hasil autopsi itu, penyidik Polda Sulsel baru bergerak menetapkan lima tersangka pada tahun 2018. Mereka merupakan anggota Reskrim Polsek Ujung Pandang. Namun begitu, para tersangka tidak langsung ditahan.

Pada November 2018, Kapolda Sulsel saat itu, Irjen Pol Umar Septono, memerintahkan agar kasus Agung secepatnya dituntaskan dan berkasnya dikirim ke jaksa untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Tapi perintah Kapolda saat itu baru dilaksanakan penyidik pada Desember 2019 atau setahun kemudian, saat Irjen Umar tidak lagi menjabat. Kapolda pengganti, Irjen Pol Mas Guntur Laupe mengatakan, berkas perkara kematian Agung baru tahap 1 di kejaksaan, atau masih sekadar pemeriksaan kelengkapan berkas perkara.

Mawar menceritakan, kasus kematian tidak wajar anaknya itu terus dikawal bersama Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Makassar. Hingga pada 2020, tidak ada lagi pemberitahuan lanjutan proses penanganan perkara dari penyidik Polda Sulsel.

"Tiba-tiba tahun 2021 itu kasus ditutup karena lima polisi yang tersangka itu praperadilan kata LBH, tapi saya tetap menuntut keadilan. Pak Haerul (pengacara LBH) masih mau kawal ini kasus, kita masih harap keadilan," tegas Mawar.

2. Direskrimum sebut sudah lupa kasus kematian Agung

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanDireskrimum Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti, mengaku tidak tahu soal praperadilan yang diajukan lima tersangka hingga kasus kematian Agung Pranata dihentikan berdasar SP3.

"Kasusnya 2016, itu sudah lupa saya, karena saya baru masuk 2022 di sini (Polda). Tapi soal itu (praperadilan) yang SP3 belum saya cek, nanti saya cek lagi karena kan sudah lama kasusnya," singkat Jamaluddin saat dikonfirmasi IDN Times.

Berdasarkan penelusuran IDN Times di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, pelaksanaan sidang praperadilan di PN Makassar yang dimohonkan lima tersangka anggota polisi itu berlangsung pada Kamis, 20 Mei 2021.

Dalam petitum permohonan, tertulis bahwa pengadilan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, bahwa tidak ditemukan perbuatan tindak pidana, sehingga memerintahkan termohon yakni Ditreskrimum Polda Sulsel agar menerbitkan SP3.

3. Kejati tidak pernah rekomendasikan Polda Sulsel SP3 kasus Agung

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanKepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Soetarmi. Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Dugaan manipulasi perkara semakin menguat. Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Soetarmi mengaku tidak mengetahui pasti kasus kematian Agung Pranata, termasuk lima tersangka yang mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Makassar.

Tapi Soetarmi memastikan, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sulsel tidak pernah menyarankan SP3 kepada penyidik Polda Sulsel dalam kasus Agung. "Jadi apabila dilakukan SP3 oleh penyidik (Polda) maka silahkan dipertanyakan ke penyidiknya," beber Soetarmi.

4. LBH ingatkan Kejati Sulsel soal fungsi pengendali proses perkara

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanGedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel di Kota Makassar. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Pengacara LBH Makassar, Andi Haerul Karim menganggap, pernyataan Kejati Sulsel menjadi bukti bahwa tidak pernah ada proses penyerahan berkas perkara kematian Agung dari Polda Sulsel ke kejaksaan.

"Bila melihat respon Kejati soal SP3 oleh Polda maka pernyataan ini sangat penting untuk dilihat sebagai (bukti) ada proses hukum yang tidak jalan, tidak sinergi atau bahkan adanya berlawanan antara kejaksaan dengan Polda Sulsel," terang Andi Haerul.

Haerul menilai, kejaksaan harusnya berfungsi sebagai lembaga pengendali proses perkara (dominus litis) karena hanya kejaksaan yang dapat menetukan suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak, berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum.

"Dari fungsi tersebut penting untuk mendorong kejaksaan untuk mempertanyakan dasar SP3 Polda, bahkan dengan pandangan jaksa kasus ini tidak direkomendasikan untuk SP3 maka jaksa seharusnya melakukan upaya peraperadilan," tegasnya.

5. Kasus kematian Agung tidak bisa dilihat sebagai kasus biasa

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanIlustrasi. Konferensi pers LBH Makassar soal kasus mandek di Polda Sulsel/LBH Makassar

Kata Haerul, kasus Agung tidak bisa dilihat sebagai kasus tindak pidana biasa yang korbannya tewas dengan luka tidak wajar. Menurutnya, dalam proses kasus ini penyidik Polda Sulsel telah menghambat upaya keluarga korban mencari keadilan.

"Untuk kasus Agung tidak bisa dilihat sebagai kasus biasa, karena bila melihat dari proses kasusnya saat ini di mana beberapa kali proses hukum oleh Polda yang merugikan korban karena menghambat atau menghalang-halangi proses keadilan korban," ujarnya.

Baca Juga: 2016, Agung Tewas usai Ditangkap Polisi, Kasus Belum Tuntas

6. LBH dorong Kejati Sulsel tempuh praperadilan

Anak Saya Tewas usai Ditangkap Polisi, Leher Patah, Kasus DihentikanLBH Makassar desak polisi usut tuntas kasus kematian yang diduga melibatkan anggotanya. Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Selain itu, menurut LBH Makassar, jaksa seharusnya menjalankan fungsi pengendali perkara hingga bisa menolak kasus bila belum cukup bukti. Begitupun sebaliknya, semestinya jaksa mendorong kasus Agung Pranata ke pengadilan bila telah cukup bukti.

"Jaksa harus melakukan upaya hukum praperadilan juga bila kasus itu dihentikan atau di-SP3, tetapi cukup bukti. Ini demi para pencari keadilan bisa mendapatkan keadilan. Jadi bila jaksa mengatakan urusan ini ada di penyidik, maka jaksa sama saja mengebiri kewenangannya dan membunuh keadilan bagi korban pencari keadilan," tutupnya.

Baca Juga: 6 Tahun Berlalu, Kasus Kematian Agung Libatkan Polisi Sulsel Tak Jelas

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya