TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DPR Begal Putusan MK, Seruan Boikot Pilkada 2024 Menggema

Konsolidasi dihadiri 23.000 netizen di X Space

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti (IDN Times/Rochmanudin)

Intinya Sih...

  • Seruan memboikot Pilkada 2024 disuarakan dalam konsolidasi netizen di X Space oleh YLBHI.
  • Konsolidasi merespons upaya DPR RI mengangkangi konstitusi terkait ambang batas pencalonan dan pemaknaan syarat umur.
  • 23.000 netizen hadir dalam kegiatan Konsolidasi Netizen X untuk Merespon Kondisi #DemokrasiDihabisiRezimJokowi dengan sembilan pembicara dari berbagai kalangan.

Makassar, IDN Times - Seruan untuk memboikot Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menyeruak dalam konsolidasi warganet yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) via Space X, Rabu (21/8/2024) malam. Seruan ini dilontarkan oleh Akedemisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jenterea, Bivitri Susanti.

“Yang kita lihat hari ini dan kemungkinan puncaknya besok di Gedung DPR sudah melampaui kebrutalan. Dan jika kita tidak menunjukan kekuatan kita, mereka akan segila ini terus. Salah satu caranya kita boikot Pilkada. Sebagai satu bentuk pembangkangan warga,” kata Bivitri lantang.

1. DPR disebut mengangkangi konstitusi

Suasana pembahasan revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (21/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol).

Konsolidasi ini merespons upaya DPR RI mengangkangi konstitusi dengan membuat rapat Panja hari ini yang mengabaikan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan. Kemudian putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang pemaknaan syarat umur. Putusan MK Nomor 60 telah melarang calon kepala daerah di bawah 30 tahun.

Selain itu, Pemerintah dan DPR disinyalir berupaya menganulir putusan MK Nomor 70 yang membolehkan partai tanpa kursi di DPR mengusung calon kepala daerah, ditafsir ulang dalam rapat Baleg itu. Menjadi partai yang boleh mengajukan calon kepala daerah tanpa kursi adalah yang tidak ada di parlemen.

2. Seruan memboikot Pilkada

Bivitri bilang, memboikot pilkada salah satu cara menunjukan perlawanan sosial terhadap kebijakan yang dianggap mengancam demokrasi dan konstitusi. “Kita harus memahami bahwa memilih itu hak kita, kalau kita juga dibatasi hak memilihnya dan kita tidak memaksakan yang mengakibatkan orang tidak bisa memilih sebenarnya ktia tidak melanggar hukum,” tegasnya.

Dia menegaskan, ini adalah momentum kita untuk melawan kekuasan. “Jangan menunggu pilkada selesai baru kita teriak tentang hasil hasil pemilhan. Kita harus menunjukan bahwa masyrakat tidak bodoh, seperti yang mungkin dipikirkan wakil-wakil kita,” jelas Bivitri. 

Berita Terkini Lainnya