TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tumbilotohe, Tradisi Malam Penuh Cahaya di Gorontalo Jelang Lebaran

Tradisi memasang lampu tiga malam terakhir jelang lebaran

Dua warga melintas di dekat lampu minyak dalam tradisi Tumbilotohe atau malam pasang lampu yang dinyalakan halaman masjid di Hutuo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Kamis (28/4/2022). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Makassar, IDN Times - Ada kebiasaan khas di Gorontalo jelang hari raya lebaran Idulfitri. Biasanya, pada malam hari, masyarakat setempat memasang lampu secara serentak di halaman rumah dan jalan-jalan.

Tradisi ini dikenal sebagai Tumbilotohe. Biasanya, pemasangan lampu yang membuat suasana malam lebih gemerlap terjadi pada tiga malam terakhir sebelum lebaran. Lampu-lampu dibiarkan menyala dari magrib hingga menjelang subuh.

"Tradisi ini merupakan adat dan buadya masyarakat Gorontalo yang memiliki filosofi adat bersendikan sara' dan sara' bersendikan kitabullah," kata Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim, yang turut memeriahkan Tumbilotohe, Kamis malam (28/4/2022).

Baca Juga: Tiga Calon Pj Gubernur Gorontalo Pengganti Rusli Habibie

1. Dari getah damar ke lampu minyak

Wakil Bupati Gorontalo Hendra Hemeto menyalakan lampu minyak di alikusu (arkus) yang terbuat dari bambu dan janur kelapa tanda dimulai tradisi Tumbilotohe atau malam pasang lampu di halaman rumah dinas Bupati di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Kamis (28/4/2022). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Menurut sejumlah sumber, tradisi Tumbilotohe diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15 atau ke-16. Tumbilotohe berasal dari Bahasa Gorontalo, yang terdiri dari dua suku kata, yakni "tumbilo" dan "tohe". Tumbilo berarti memasang, sedangkan tohe artinya lampu.

Tohe atau dikenal juga sebagai tohe tutu adalah lampu tradisional khas Gorontalo. Awalnya, tradisi itu itu dijalankan dengan menggunakan tohe tutu yang berbahan getah damar. Namun seiring waktu, getah damar semakin susah dicari sehingga masyarakat beralih menggunakan lampu botol yang terdiri dari sumbu kapas dan bahan bakar minyak kelapa. 

Masyarakat biasanya menyalakan tohe yang digantung pada alikusu, yakni kerangka-kerangka kayu yang dihiasi dengan janur kuning. Hiasan itu diletakkan di halaman rumah, jalan-jalan menuju masjid, maupun area persawahan. Tradisi ini sering disemarakkan dengan lampu-lampu listrik beragam ukuran dan warna.

Tumbilotohe sangat kental dengan nilai agama. Masyarakat Gorontalo percaya bahwa dengan melakukan tradisi Tumbilotohe, mereka bisa mendapatkan berkah Lailatul Qadar.

2. Masyarakat antusias memeriahkan Tumbilotohe

IDN Times/Kristina Natalia

Warga Gorontalo, Ismail, kepada Antara mengatakan, dia dan warga lainnya sangat antusias menyambut tradisi Tumbilotohe tahun ini. Sebab kemeriahannya dua tahun terakhir tak nampak seiring dampak pandemik COVID-19. Dia bersyukur pelonggaran aturan pemerintah tahun ini membuat masyarakat bisa kembali melaksanakan Tumbilotohe.

"Rasanya cukup berbeda ketika kita melaksanakan tradisi ini dengan memasang lampu botol. Apalagi saat lampu dinyalakan kita mengawali dengan membaca doa untuk mempertahankan tradisi yang diharapkan tidak akan pernah punah," katanya.

Meski tidak ada kemeriahan lain seperti pawai obor, tradisi Tumbilotohe diharapkan dapat terus dipertahankan dan lestari.

"Hikmahnya umat Islam bisa melaksanakan Tumbilotohe dengan sederhana tanpa mengurangi makna malam pemasangan lampu," ucapnya.

Baca Juga: Pemprov Gorontalo Cairkan TPP, Gubernur: Serahkan ke Istri

Berita Terkini Lainnya