TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tokoh di Balik Nama Jalan di Makassar, Sudah Tahu?

Nama mereka abadi untuk dikenang

Kondisi Jalan Tol Layang A.P Pettarani di Makassar. Humas Pemprov Sulsel

Makassar, IDN Times - Salah satu bentuk penghargaan kepada tokoh yang memiliki jasa adalah mengabadikan mereka dalam bentuk nama jalan. Selain terus dikenang, sang tokoh diharap jadi inspirasi bagi orang di sekitar.

Di Makassar, sejumlah nama tokoh nasional maupun lokal turut menjadi penanda jalan. Sebagian telah banyak dikenal masyarakat, namun tak sedikit yang juga sosoknya masih asing. Lima tokoh asal Sulsel ini sedikit antaranya yang belum banyak dikenal, berikut kisah mereka yang dihimpun dari berbagai sumber:

Baca Juga: Berjasa Besar, Ini Dia 5 Pahlawan Nasional Sulsel yang Wajib Kamu Tahu

1. Abdullah Daeng Sirua

(Museum Tugu Pahlawan) IDN Times/Reza Iqbal

Dalam Tokoh-tokoh di Balik Nama-nama Jalan Kota Makassar karya Ahyar Anwar dan Aslan Abidin (2008), dikisahkan Abdullah Daeng Sirua sebagai tokoh masyarakat Kampung Tidung, Makassar. Lahir tahun 1922, dia mewarisi semangat menentang penjajah dari sang ayah, Yusung Daeng Ngawing.

Abdullah dikenal gigih melawan Belanda dan hampir ditembak mati. Ketika Jepang ganti melanjutkan penjajahan di Makassar, jiwa patriotik orang Muhammadiyah ini kembali terpanggil. Dia bergabung dengan organisasi laskar  pejuang, Kesatuan  Harimau  Indonesia (HI) dan Keris Muda untuk menyerang Jepang.

Abdullah bertemu dengan   tokoh-tokoh pejuang Sulawesi Selatan seperti Wolter Monginsidi, Emmy Saelan, Raden Endang,  dan  Siti  Mulyati. Saat  itu,  rumah Abdullah  di Kampung Tidung,  dijadikan  sebagai  markas para pejuang. Basis perjuangan  mereka menjangkau Takalar, Maros, Barru, sampai ke Malino, Gowa.

Masa tuanya usai mengantarkan kemerdekaan Indonesia diisi sebagai penceramah dan mengajar agama di sejumlah sekolah rakyat. Dia meninggal tahun 1979 karena sakit.

2. Pong Tiku

cultureid45.blogspot.com

Tokoh yang juga dikenal dengan sebutan Ne' Baso diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2002. Perlawanannya terhadap Belanda diawali dengan rasa terusik melihat pihak kolonial yang hendak memonopoli bisnis keluarganya di bidang kopi. Apalagi saat itu di awal abad ke-20, tengah hangat persaingan para bangsawan di selatan Sulawesi untuk mendapatkan pasokan kopi dari Toraja.

Pada tahun 1906 Belanda masuk ke Tana Toraja dan mengakibatkan perang pecah melawan masyarakat setempat. Belanda berupaya bernegosiasi dengan pihak Pong Tiku namun ditolak mentah-mentah.

Usai perang besar, Belanda mengusul gencatan senjata, yang rupanya merupakan siasat licik untuk melucuti senjata lawannya. Pong Tiku dan kawan-kawan masuk perangkap dan akhirnya kalah. Akhirnya, Pong Tiku ditembak mati di tepi Sungai Singki, Rantepao pada tahun 1907.

3. Andi Mappanyukki

www.makassarguide.com/angngaru-sumpah-setia-orang-makassar.html

Andi Mapanyukki (1885-1957) merupakan putra Raja Gowa XXXIV I'Makkulau Daeng Serang Karaengta Lembang Parang. Dia dan pasukannya mulai terlibat perang dengan Belanda sejak tahun 1905. Kekuatan yang tidak seimbang membuat Mappanyukki memilih strategi gerilya.

Tahun 1907 perlawanannya terhenti setelah tempat persembunyian disergap Belanda. Dalam keadaan terdesak, dia ditangkap dan dijatuhi hukuman yakni dibuang ke pulau Selayar selama dua tahun. Usai menjalani hukuman, Mappanyukki dibebaskan. Atas berbagai pertimbangan politis, oleh Belanda dia diangkat jadi Raja Bone. Mappanyukki tetap menjaga jarak dengan Belanda meski tetap mengisi jabatannya hingga Jepang masuk ke Indonesia.

Pada masa pra kemerdekaan, Mappanyukki aktif terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dia diangkat jadi penasihat.

4. Andi Pangerang Pettarani

IDN Times/Asrhawi Muin

Putra Andi Mappanyukki ini dikenal sebagai tentara yang turut berjuang melawan penjajah di masa Hindia Belanda. Pada bulan Agustus 1945 ia ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, dia mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI di Jakarta.

Pada tahun 1950 Pettarani diangkat menjadi Kepala Daerah Bone. Pada tanggal 12 Juli 1956 ia diangkat menjadi Gubernur Sementara Sulawesi, jabatan yang dipangkunya sampai tanggal 20 April 1960.

Setelah itu dirinya diangkat sebagai Gubernur Militer Sulawesi Selatan – Tenggara oleh Pemerintahan Militer Permesta. Dan secara resmi pada tanggal 1 April 1957, dia diangkat sebagai Gubernur Militer Sulawesi dan diberi pangkat Perwira Menengah TNI.

Baca Juga: BJ Habibie, Satu dari Lima Nama 'Jusuf' Tokoh Besar Asal Sulsel

Berita Terkini Lainnya