Setia Hingga Akhir: Jejak Perjuangan Wolter Monginsidi di Makassar
#MenjagaIndonesia Surat kawat terakhir ia kirim 2 Agustus 49
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Jumat 2 Agustus 1949 siang, Wolter Monginsidi melangkah dengan tegap menuju ruang telekomunikasi Tangsi NICA di Mattoanging Makassar. Setelah diizinkan duduk oleh petugas, ia mulai mengutarakan kata demi kata surat kawat yang hendak dikirim ke sang ayahanda.
Isinya pendek saja:
"petrus monginsidi malalajang km menado ttk
grasi ditolak km surat menyusul
w monginsidi ttk hbs"
Singkat, padat, dan jelas. Proses pengiriman surat kawat berlangsung kurang dari lima menit. Monginsidi kemudian kembali ke terungkunya nan temaram. Sejak ditangkap, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Cukup lama terdiam, ia kemudian meraih sebuah kertas lusuh dan pensil. Kata demi kata ia mulai guratkan. Sejenak, pikiran Monginsidi melayang jauh menuju Malalayang.
Pada saat bersamaan di Jakarta, pihak Indonesia enggan mundur dari upaya menangguhkan hukuman matinya dengan alasan Belanda harus memisahkan antara motif politik dan motif kriminal murni. Adapun kubu lawan berdalih aksi Monginsidi dilandasi yang pertama, lantaran saat itu yang bersangkutan berstatus sebagai gerilyawan.
Baca Juga: Mengenal Eduard Ernst Pelamonia, Figur Militer-Medis Asal Makassar
1. Awalnya bertolak ke Makassar untuk lanjutkan pendidikan, Wolter Robert Monginsidi (tengah) kemudian memutuskan menjadi gerilyawan
Wolter Robert Monginsidi lahir di desa pesisir Malalayang, tak jauh dari Manado, pada tanggal 14 Februari 1925 alias tepat di hari kasih sayang. Meski lahir dari pasutri Petrus Monginsidi dan Kina Suawa yang berprofesi sebagai petani kelapa, Bote --sapaan Wolter-- kecil sudah diajarkan akan pentingnya pendidikan. Ia mengenyam bangku sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS, setingkat SD) dan tamat Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setingkat SMP) Frater Don Bosco di Manado.
Tahun 1942 jadi masa cobaan setelah ibunda tercinta meninggal dunia. Namun Bote tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Bersamaan dengan pendudukan Jepang, ia mulai menimba ilmu di sekolah pertanian yang didirikan pemerintah Dai Nippon serta di saat bersamaan menekuni Bahasa Jepang di Sekolah Keguruan Bahasa Jepang. Keduanya berada di Tomohon. Setelah lulus, ia menjadi guru Bahasa Jepang di beberapa wilayah termasuk kampung halamannya.
Namun, tekad melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi membuat Monginsidi merantau ke Makassar, tak lama pasca-Proklamasi Republik Indonesia dikumandangkan Soekarno. Di Kota Daeng lah semangat pejuangnya disemai. Darah mudanya menggelegak begitu tahu Belanda, melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA), ingin kembali menancapkan kekuasaannya di Nusantara.
Baca Juga: I La Galigo, Epos Asli Bugis dan Karya Sastra Terpanjang di Dunia
Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.