TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Coto Makassar, dari Dapur Istana ke Warung Tepi Jalan

Diklaim sudah ada sejak abad ke-16, alami akulturasi budaya

twitter.com/drhaltekehalte

Makassar, IDN Times - Siapa yang tidak kenal dengan coto makassar? Rasa lezat dari kuah dan daging berempah membuatnya jadi salah satu kuliner primadona. Warga lokal menganggapnya sebagai makanan wajib, sedang wisatawan selalu menyantapnya kala menyambangi Makassar. Tapi, dari mana makanan ini berasal?

Berdasarkan entri di situs resmi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, hidangan tersebut sudah ada sejak abad ke-16, atau saat Kerajaan Gowa masih berjaya di lautan Nusantara. Berarti, coto sudah menemani lidah puluhan generasi penduduk Sulawesi Selatan selama hampir lima abad lamanya.

1. Disebut awalnya menjadi hidangan para bangsawan Gowa

Pemandangan Istana Balla Lompoa yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa antara tahun 1883 hingga 1889, dalam lukisan litograf karya Josias Cornelis Rappard. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Masih dalam entri yang sama, coto disebut sebagai hidangan khusus untuk kalangan bangsawan dan pejabat istana. Termasuk juga saat upacara adat. Tapi, ada juga riwayat yang mengatakan bahwa makanan ini pertama kali dibuat oleh rakyat biasa. Agaknya dugaan ini berasal olahan jeroan yang juga bisa dinikmati dalam coto.

Selain itu, coto juga mendapat pengaruh tradisi kuliner Cina yang juga masuk pada masa yang sama. Hal tersebut bisa dilihat dari sambal tauco sebagai pelengkap sajian. Bumbu dengan bahan baku biji kedelai fermentasi tersebut sudah lebih dulu digunakan pada masa Cina kuno, sebelum sampai ke Nusantara berkat para pedagang.

2. Sejarah warung coto di Makassar bisa dirunut ke dekade 1940-an

Ilustrasi coto makassar, salah satu makanan khas Kota Makassar. (Instagram.com/cotomakassar.dgtimang)

Bagaimana dengan masa modern di mana coto kian populer? Menurut buku Indonesia di Panyingkul! (Amongkarta, 2018), kisah tertua bisa dirunut ke dekade 1940-an. Saat itu berdiri sebuah warung coto yang dimiliki oleh H. Daeng Sangkala. Reputasinya tersohor, pelanggannya datang dari seluruh sudut kota Makassar.

Tak sampai di situ, coto racikan H. Daeng Sangkala juga digemari oleh para pejabat, baik di tingkat daerah hingga nasional. Bahkan ia kerap mendapat orderan beratus-ratus mangkuk untuk sebuah acara besar. Hidangannya menemani Makassar dari masa Revolusi Fisik hingga masuk era Orde Baru.

Baca Juga: Resep Buras dan Coto Makassar untuk Menu Lebaran Berkesan 

Berita Terkini Lainnya