Secuil Refleksi Budaya Agraris - Bahari Sulsel di Museum La Galigo
Melihat dari dekat hidup dan budaya warisan "to-riolo"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Selasa (17/12) siang, saya mengunjungi Museum La Galigo. Suasana bangunan yang terletak di dalam Benteng Fort Rotterdam sedang sepi lantaran jam di dinding sudah menunjukkan waktu istirahat. Namun, sejumlah pengunjung masih lalu lalang lalu lalang. Mulai dari rombongan murid Sekolah Dasar hingga wisatawan mancanegara.
Ruangan pertama berisi riwayat Sulsel kuno, sejak masa Paleolitik hingga kedatangan VOC. Sementara ruang kedua memajang semua ciri khas dari budaya Bugis-Makassar-Toraja mulai dari badik, baju adat, wadah seserahan acara pernikahan, alat memasak tradisional, termasuk pelaminan sederhana penuh manik-manik.
Baca Juga: Melihat Mozaik Budaya dan Sejarah Rakyat Sulsel di Museum La Galigo
1. Lesung atau Allungeng yang mirip badan perahu, gabungan antara tanah dan air sebagai tempat mencari penghidupan
Namun, sulit menepikan ciri agraris yang begitu lekat dalam tradisi masyarakat Sulsel. Bentang alam nan subur amat mendukung terciptanya kegiatan pertanian. Melangkah ke ruangan ketiga, warna hijau khas pedesaan menempa mata saya. Ya, Ruang Budaya Bertani diperuntukkan untuk merawat ingatan kepada garda terdepan penyedia pangan.
Beberapa alat tradisional yang berfungsi sebagai pembantu aktivitas para petani kini duduk di "singgasana", membawa ingatan atas rasa syukur penuh hikmat dari langkah-langkah penuh keyakinan setiap pagi. Mulai dari pembajak sawah, topi caping, lesung, parang hingga miniatur lumbung padi.
Ada sesuatu yang tetap melekat meski zaman beralih dengan pesat, yakni tradisi. Kayu boleh saja berganti mesin, rotan telah disingkirkan baja. Namun masyarakat Sulsel masih memegang teguh adat istiadat leluhur jika berurusan dengan sawah. Mulai dari ritual kepada Sang Pencipta sampai larangan menyebut tikus.
Baca Juga: Gajah Kesepian di Sudut Losari, Saksi Bisu Makassar Dekade 1980-an