TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Saat Wabah Demam Selingi Sengitnya Perang Makassar April-Juli 1668

Penyakit demam melanda pada April hingga Juli 1668

Lukisan karya Romeyn de Hooghe tentang suasana sebuah pertempuran Perang Makassar (1666-1699) antara pasukan koalisi VOC-Bone-Buton pimpinan Laksamana Cornelis Speelman dan pasukan Kesultanan Gowa Tallo. (Wikimedia Commons/Koninklijke Bibliotheek)

Makassar, IDN Times - Berbicara tentang Perang Makassar (1666-1669), ada banyak hal yang sering luput disinggung dalam buku sejarah. Selain Perjanjian Bongaya 1667, praktis kejadian-kejadian menarik yang selingi bentrok supremasi tersebut kini berstatus sebagai catatan kaki semata.

Mulai dari berkhianatnya bangsawan lingkar dalam istana Kesultanan Gowa-Tallo, ribuan rakyat yang mengungsi ke kamp pasukan VOC hingga keterlibatan sejumlah kerajaan tetangga.

Salah satunya yakni wabah yang menginfeksi banyak pasukan Gowa-Tallo dan koalisi pimpinan Kompeni. Alhasil, sembari menghadapi sengitnya ofensif dan duel senjata, mereka juga diteror penyakit menular mematikan.

1. Ratusan orang Belanda dalam pasukan VOC pimpinan Cornelis Speelman tewas setelah menderita demam hebat

Lukisan Laksamana Cornelis Speelman, pemimpin ekspedisi VOC di Perang Makassar dan Gubernur Jenderal ke-13 (1681-1684). (Wikimedia Commons/Rijksmuseum)

Menurut sejarawan Leonard Andaya dalam buku The Heritage of Arung Palakka (Springer, 1981), penyakit menulari pasukan dua kubu pada April hingga Juli 1668. Sebuah sumber tertulis Belanda menyebutnya sebagai "epidemi demam yang mengerikan."

Dari kamp Kompeni, dilaporkan ratusan orang menderita demam tinggi. Pada bulan Mei, 100 prajurit asal Belanda meninggal dunia. Angka kematian terus meningkat jadi 125 orang pada Juni, kemudian 135 jiwa hingga pertengahan Juli 1668.

Sang pemimpin pasukan VOC, Laksamana Conelis Speelman, bahkan sempat tumbang akibat sakit. Untuk memulihkan kondisinya, ia minggat dari medan tempur selama satu bulan. Komando diambil alih sementara oleh salah satu perwira, Dankert van der Straten.

Pasukan Bugis di kubu VOC turut alami cobaan serupa, bahkan lebih parah. Total ada 2.000, dari 4.000 prajurit, meninggal akibat demam.

Baca Juga: Karaeng Pattingalloang: Poliglot dan Pencinta Sains Asal Gowa-Tallo

2. Epidemi juga dilaporkan terjadi di wilayah Kesultanan Gowa-Tallo

Pemandangan pusat Kesultanan Gowa-Tallo dan Benteng Somba Opu dari lepas pantai, dalam lukisan Johannes Vingboons yang dibuat tahun 1665. (Wikimedia Commons/Nationaal Archief)

Hal serupa juga diderita kubu Gowa-Tallo. Leonard tak menyantumkan angka pasti total korban selama tiga bulan epidemi. Namun sumber yang ia peroleh dari catatan H. Macleod, De onderwerping van Makassar door Speelman, 1666-1669 (1900), sudah cukup menggambarkan kalutnya suasana.

"Di (daerah) Somba Opu (Gowa), pihak Belanda menghitung sekitar tujuh puluh tiga orang dimakamkan dalam satu hari, dan di Tallo, korban tewas sekitar dua puluh sehari," tulis Leonard.

Dengan angka korban yang terbilang sangat tinggi, praktis tak ada serangan besar dilancarkan baik oleh Gowa-Tallo dan VOC selama tiga bulan. Kekuatan mereka goyah, semua enggan mengambil risiko.

Pukulan terbesar dialami Kompeni. Mendiang Sartono Kartodirdjo, dalam Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900 (Gramedia, 1987), menyebut kekuatan pasukan Speelman lumpuh separuhnya. Penyakit mendera para perwira, mayoritas prajurit bantuan kiriman Batavia, dokter bedah (opperchirurgijns) hingga pandai besi.

Baca Juga: Mengenang Perjanjian Bongaya yang Diteken VOC dan Gowa 352 Tahun Silam

Berita Terkini Lainnya