Kisah Sultan Alauddin Membawa Gowa Melawan Monopoli VOC
Bandar Somba Opu saat itu bebas diakses siapa saja
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Penguasa Kerajaan Gowa ke-14, I Mangerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin (1593-1639), memiliki tempat istimewa dalam sejarah Sulawesi Selatan. Ia adalah Raja Gowa pertama yang mengucap dua kalimat syahadat, sekaligus salah satu figur toleransi. Tapi, sejarah mencatat bahwa Sultan Alauddin menjunjung tinggi pasar yang bebas tanpa monopoli.
Menurur Syahrir Kila dalam artikel "Perjuangan Sultan Alauddin Raja Gowa ke-12 (1593-1639)" (Jurnal Walasuji Vol. 7 No. 1), Sultan Alauddin adalah putra dari Raja Gowa ke-12 Karaeng Tunijalloq. Setelah sang ayah mangkat, ia diangkat menjadi raja pada usia masih 14 tahun.
Karena masih sangat muda, Raja Tallo Karaeng Matoaya ditugasi sebagai Tuma'bicara Butta, jabatan setingkat Perdana Menteri yang bertugas menjalankan roda pemerintahan Gowa-Tallo.
Baca Juga: Kisah Sultan Hasanuddin Usai Perjanjian Bongaya: Menolak Takluk ke VOC
1. VOC rupanya tak suka kebijakan Sultan Alauddin membuka bebas Pelabuhan Makassar
Perdagangan dunia mulai menggeliat di abad ke-17. Ribuan kapal-kapal dari Eropa bolak-balik ke Asia untuk mengangkut komoditas rempah-rempah. Sultan Alauddin kemudian menyulap Pelabuhan Somba Opu sebagai salah satu pusat perniagaan yang ramai dan pangkalan para pedagang. Ini tak lepas dari kebijakannya mengizinkan seluruh pedagang Eropa, tak peduli asal kerajaan dan warna bendera, untuk singgah.
Meski tanpa rempah-rempah, Gowa masih punya daya tarik yakni beras. Sejarawan Merle Calvin Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Serambi, 2008) menjelaskan bahwa ratusan petak sawah yang mengelilingi ibu kota saat itu jadi salah satu sumber pemasukan kerajaan, sebab disewakan pada pedagang luar dengan sistem bagi hasil.
Status Somba Opu sebagai bandar yang bebas membuat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) asal Belanda meradang. Di masa kekuasaan Sultan Alauddin, mereka sudah mulai memancang bendera di Maluku dan Jawa. Sehingga masuknya beberapa kompetitor, seperti East Indies Company (EIC) asal Inggris plus para pedagang asal Portugis dan Denmark, membuat rencana Kompeni terancam.
Baca Juga: Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 Tahun