Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 Tahun

Relasi erat dirusak VOC lewat Perjanjian Bongaya

Makassar, IDN Times - Bicara tentang kolonialisme dan perdagangan dunia abad ke-16, nama Portugis tak bisa dikesampingkan. Di masa puncaknya, kerajaan yang berada di tepi Semenanjung Iberia itu bisa menandingi imperial lain di Eropa seperti Spanyol, Inggris, Prancis serta Belanda. Wilayah dudukannya membentang dari Afrika, Asia hingga Amerika Selatan.

Portugis juga pernah jadi penguasa sejumlah wilayah Nusantara. Ada Maluku, Timor serta Sulawesi. Pemicu kedatangan mereka? Tentu saja rempah-rempah, komoditas yang mendapat banderol tinggi di pasar Eropa.

Salah satu wilayah yang kerap disinggahi pedagang dan pelaut Portugis adalah Kerajaan Gowa. Hubungan antara kedua pihak bahkan terjalin harmonis di abad ke-16 hingga 17.

Baca Juga: Syekh Yusuf dari Gowa, Dikagumi Budak Disegani VOC di Afrika Selatan

1. Kontak pertama antara kedua kerajaan terjadk pada tahun 1538

Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 TahunPeta buatan navigator Portugis tahun 1550 yang mencantumkan wilayah Afrika Barat, Asia dan Oseania Timur. (Wikimedia Commons/Câmara)

Jika ditarik ke garis awal, nama Makassar (Os Macassare) sudah tercantum dalam catatan Suma Oriental yang disusun Tomé Pires, seorang ahli obat dan bendahara Kerajaan Portugis. Dalam naskah yang ditulis pada 1512 dan 1515, Makassar disebut sebagai "pulau kaya rempah dan emas."

Kontak pertama antara Gowa dan Portugis terjadi pada tahun 1538. Dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan (Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1985), perwakilan Portugis di Malaka mengirim utusan untuk menghadap Raja Gowa ke-9 yakni Daeng Matanre Karaeng Tuma'parisi' Kallonna (memerintah 1511-1546).

Hubungan erat langsung terjalin, dan salah satu buktinya terjadi pada tahun 1573. Agussalim dalam buku Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan (Deepublish, 2016) menulis bahwa saat itu, kapal ekspedisi milik Fernão Ortiz de Tavora mengalami kecelakaan di dekat Pulau Selayar. Raja Gowa saat itu yakni I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo' kemudian mengutus kapal pemberi pertolongan. Ortiz dan rombongan bahkan diantar hingga ke Maluku.

2. Mendapat izin mendirikan kantor dagang di sekitar Bandar Sombaopu

Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 TahunPemandangan Makassar pada tahun 1638, berdasarkan peta buatan East India Company tahun 1670. (Wikimedia Commons)

Relasi harmonis sejatinya dibangun sebelum tahun 1573. Di masa berkuasanya Raja Gowa ke-10 yakni I Manrigau Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565), ia memberi izin pada Portugis untuk mendirikan perwakilan dagang di wilayahnya. Alhasil dalam waktu singkat, Bandar Sombaopu kian ramai dengan aktivitas jual beli.

Kapal-kapal dagang Portugis membawa barang-barang seperti kain, bahan baku sutra, emas dan porselin yang dibawa langsung dari China. Barang-barang tersebut mereka jual. Selain itu, mereka juga membeli sejumlah komoditas macam lilin kulit, sandal kayu, batu besoar dan masih banyak lagi.

Terjadi pula interaksi saling menguntungkan. Pihak Gowa mendapat sejumlah tambahan keterampilan, seperti membangun benteng pertahanan modern menggunakan formasi bebatuan. Sedangkan orang Portugis berbaur dengan masyarakat dan belajar budaya lokal. Sebagian bahkan menetap serta kawin-mawin dengan orang Makassar.

Salah satu buktinya ditulis oleh Zainuddin Tika dalam buku Makassar Tempo Doeloe (Pustaka Taman Ilmu, 2019). Sultan Alauddin (Raja Gowa ke-14, 1593-1639) menikah dengan wanita Portugis. Mereka kemudian dikaruniai anak bernama Francisco Mendes. Kelak, Mendes menjadi sekretaris bagi saudara tirinya yakni Sultan Malikussaid (1639-1653), sang Raja Gowa ke-15.

3. Relasi kian kuat setelah VOC makin mengancam

Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 TahunPlakat milik serikat dagang VOC dari abad ke-17 yang berada di Kota Hoorn, Belanda. (Wikimedia.org/Stephencdickson)

Masih pada masa Sultan Alauddin, tepatnya tahun 1633, Raja Gowa pertama yang memeluk Islam tersebur juga mengizinkan umat Katolik  mendirikan gereja pada 1633. Saat itu ada tiga pastor Portugis yang berdiam di Gowa yakni Antonio do Reis, Cosmas de Annunciacio serta Vicente Viegas.

Setelah Bandar Malaka direbut VOC pada Januari 1641, Sultan Malikussaid (pengganti Sultan Alauddin) bertitah bahwa Gowa membuka pintu selebar-lebarnya untuk para pengungsi Portugis. Tepat di tahun yang sama, sekitar 3 ribu orang Portugis datang ke Pelabuhan Sombaopu setelah menyusur lautan selama beberapa bulan.

Namun, harus diakui hubungan harmonis Portugis dan Gowa dilatar belakangi ketidaksukaan pada Belanda. Sejak pertengahan abad ke-16, mereka saling berebut pengaruh di Maluku yang kaya rempah-rempah. Upaya monopoli VOC juga amat dirasakan saudagar Portugis dalam hiruk-pikuk pasar Eropa. 

Mendiang sejarawan Mattulada, dalam buku Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah (Penerbit Ombak, 2011), menjelaskan bahwa rasa khawatir atas monopoli VOC yang kian menggila membuat Gowa dan Portugis kemudian bersekutu. Melihat metode Kompeni yang kerap menggunakan kekerasan, Portugis bersiap-siap dengan memasok senjata ke Gowa.

4. Perjanjian Bongaya tahun 1667 membuat poros Makassar-Lisbon terputus

Kisah Harmonis Hubungan Gowa dan Portugis Selama 129 TahunLukisan karya Romeyn de Hooghe tentang suasana sebuah pertempuran Perang Makassar (1666-1699) antara pasukan koalisi VOC-Bone-Buton pimpinan Laksamana Cornelis Speelman dan pasukan Kesultanan Gowa Tallo. (Wikimedia Commons/Koninklijke Bibliotheek)

Yang dikhawatirkan Portugis akhirnya terjadi. Perang Makassar meletus pada 1666, dan diselingi dengan Perjanjian Bongaya yang diteken tahun 1667. Poin keenam menyebutkan bahwa seluruh orang Portugis dan Inggris wajib angkat kaki dari Gowa.

Maka, hubungan harmonis poros Makassar-Lisbon yang berjalan selama 129 tahun pun putus. Para saudagar, utusan Raja Portugal dan warga yang sudah beranak-pinak minggat dengan terpaksa. Banyak di antaranya masih ingat pahitnya jadi orang terusir setelah Malaka direbut dua dekade sebelumnya.

Mereka semua terpencar, tapi masih berada di koloni Portugis. Entah pulang kampung lewat pelabuhan Lisbon atau Porto, bertolak ke Mozambik (Afrika), menyeberang menuju Filipina, Maluku atau Pulau Timor.

Baca Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Saat Diasingkan di Fort Rotterdam

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya