TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berpadu dengan Budaya Lokal, Ini Dia Tiga Tradisi Islam Unik di Sulsel

Sudah pernah ikut Mabbarasanji atau menyaksikan Mappacci'?

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Makassar, IDN Times - Para sejarawan sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan cara akulturasi alias memadukan diri dengan unsur-unsur kebudayaan lokal setempat. Sebagai hasilnya, lahirlah sejumlah tradisi Islam namun amat lekat dengan adat istiadat yang mungkin tidak kita temui di belahan dunia lain.

Seperti Balimau dan Majamba di Minangkabau, Sekaten dan Grebeg Maulud di Jawa, hingga Hadrah di Kalimantan Selatan. Berpadunya Islam dan nilai-nilai tradisi turut terjadi di Sulawesi Selatan ketika agama tersebut mulai masuk pada penghujung abad ke-16.

Berikut ini IDN Times Sulsel menyajikan secuplik dari sekian banyak tradisi Islam khas Tanah Daeng yang sudah hidup turun temurun dalam masyarakat Bugis-Makassar.

1. Mabbarasanji

Sebelum Islam masuk, setiap hajatan diawali dengan tradisi pembacaan epos La Galigo. Nah, kebiasaan tersebut kemudian berganti menjadi dengan tradisi pembacaan Barzanji, sebuah kitab berisi sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Kini belum lengkap hajatan, acara, akikahan, selamatan rumah, dan bahkan menggunakaan kendaraan baru-- sebelum Mabbarasanji.

Masyarakat Bugis percaya, ada nilai estetika tinggi dan kesakralan dalam tradisi Mabbarasanji. Tetua berharap agar berbagai perilaku dan keseharian Rasulullah beserta para sahabatnya dapat diteladani. Diharapkan pula agar nilai-nilai kenabian turut seirama dengan kehidupan masyarakat, serta sebagai tuntutan dalam menjalani hari-hari agar tak tersesat.

Baca Juga: Maleppe', Tradisi Lebaran Sulsel yang Unik

2. Suro'macca/Mabbaca

Suro'macca/Ma'baca dilakukan sebagai ungkapan do’a keselamatan pada leluhur masing-masing keluarga. Tujuan tradisi ini adalah mengirim doa kepada arwah leluhur dari sanak keluarga atau keturunan yang masih hidup. Seorang pemuka agama yang dituakan (Anrong) diundang oleh pihak yang melakukan hajatan sebagai pemimpin.

Suro'macca/Ma'baca sediri kerap dilakukan pada saat Idul Fitri atau Idul Adha. Sesuai dengan tradisi Lebaran, acara doa bersama ini mengharuskan adanya berbagai makanan atau hidangan untuk orang-orang yang ikut dalam Suro'macca.

Menurut sebagian kalangan, Suromacca telah hidup sejak masyarakat Bugis-Makassar menganut Dewata Sewuae yang merupakan sistem kepercayaan monotheis atau hanya mengenal satu Tuhan. Ketika Islam diterima, akulturasi kebiasaan pun terjadi secara mulus.

Berita Terkini Lainnya