TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Asal-Usul Makassar: Dari Tabiat hingga Cerita Munculnya Nabi

Kata "Makassar" sudah muncul pada catatan di abad ke-14

Suasana Masjid Terapung Amirul Mukminin di Anjungan Pantai Losari yang telah ditutup untuk umum saat matahari tenggelam di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (17/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Asal muasal Makassar yang jadi nama ibu kota Sulawesi Selatan selalu jadi topik menarik. Ada beragam versi penjelasan dari mana kata yang selama ini identik dengan nama etnis pengguna bahasa Makassar dan rumpun turunannya.

Debatnya sendiri mengemuka selama masa Orde Baru, bersamaan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 1971 perihal perubahan nama kota dari Makassar menjadi Ujung Pandang. Banyak pihak saat itu menuding langkah tersebut sarat muatan politis.

"Makassar adalah nama suku, sementara penduduk Kota Makassar tidak semuanya bersuku Makassar," tutur Bahri, sejarawan Universitas Negeri Makassar (UNM), kepada IDN Times pada 4 September 2020.

Baca Juga: 10 Potret Sejarah Makassar dari Abad ke Abad, Apa Saja yang Berubah?

1. Nama Makassar sudah tercantum di berbagai sumber literatur sejak abad ke-14

Pemandangan Makassar pada tahun 1638, berdasarkan peta buatan East India Company tahun 1670. (Wikimedia Commons)

Jika kembali menengok lembaran sejarah, nama "Makassar" lebih sering muncul dalam manuskrip kuno dan naskah catatan dari beberapa abad lampau. Salah satu bukti paling awal adalah "Makassar" tercantum dalam kakawin Negarakertagama (1365) karya Mpu Prapanca, seorang pendeta Buddha yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit.

Saat itu, Makassar disebut jadi salah satu wilayah "taklukan" Majapahit bersama beberapa kerajaan lain di Sulawesi. Antara lain Selaya (Selayar), Butun (Buton), Bantayan (Bantaeng), Banggawi (Banggai), Luwuk (Luwu) dan Udamakatraya (Kep. Banggai). Mpu Prapanca menulisnya sebagai "Makasar" (satu huruf "s") dan merujuk ke negeri/wilayah alih-alih suku.

Lebih jauh, banyak catatan Eropa juga mencantumkan nama "Macacar" atau "Macassar". Di antaranya dilakukan petualang Portugis Tomé Pires pada 1513 dan korespondensi Laksamana Cornelis Speelman dengan Batavia dari tahun 1666. VOC, masa kolonial Hindia-Belanda dan rezim pendudukan Jepang juga memilih nama " Makassar."

2. Berasal dari kata "mangkasara" yang berarti "menampakkan diri atau bersifat terbuka"

Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Banyak yang salah kaprah bahwa "Makassar" berasal dari kata "kasar", entah berasal dari sikap atau gaya bicara penduduk di timur Nusantara yang bernada tinggi. Tapi itu jelas sebuah stereotip berkonotasi negatif dan rentan disalahartikan.

Padahal, namanya berasal dari kata bahasa Makassar "mangkasara", dengan arti "menampakkan diri atau bersifat terbuka." Ini diyakini identik dengan tabiat penduduk lokal yang transparan, tidak bertele-tele dan kerap berterus terang alias jujur.

Itu adalah versi pertama. Versi kedua sendiri berkaitan dengan cerita rakyat masuknya Islam di Gowa-Tallo pada awal abad ke-17. Adalah Datuk Tallua, ulama asal Sumatra Barat, yang berjasa besar mengenalkan Islam pada para penduduk, termasuk ke para petinggi kerajaan.

3. Tak lepas dari kisah kedatangan Datuk ri Bandang menemui penguasa Kerajaan Tallo

Salah satu makam di dalam Kompleks Pemakaman Raja-Raja Tallo yang berada di Kecamatan Tallo, Kota Makassar. (IDN Times/Aan Pranata)

Sejarawan Mattulada menulis ulang legenda itu dalam buku "Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah" (Penerbit Ombak, 2011). Alkisah, raja Tallo yakni Karaeng Matoaya (memerintah 1593-1623) menerima kabar bahwa Abdul Makmur alias Datuk ri Bandang langsung menggelar sajadah dan salat di pantai ketika perahunya merapat. Karena penasaran, ia langsung bergegas meninggalkan istananya saat subuh untuk menemui si "pendatang."

Tepat di gerbang istana, Karaeng Matoaya bertemu dengan laki-laki bersorban hijau dan berjubah putih. Ia menjabat tangan sang penguasa Tallo dan menulis dua kalimat syahadat di telapaknya. "Perlihatkan telapak tangan baginda kepada orang pendatang yang ada di pantai itu," kata sosok misterius itu.

Usai mengucapkan kata-kata tersebut, ia langsung menghilang, Karaeng Matoaya dan rombongannya terkejut bukan main melihat kejadian janggal yang baru saja mereka saksikan. Tapi, rasa penasaran dan "instruksi" dari sosok misterius yang ia temui di gerbang istana membuat Karaeng Matoaya tetap menuju ke pantai.

Baca Juga: Meriahkan HUT ke-414 Kota Makassar dengan 8 Twibbon Ini 

Berita Terkini Lainnya