Ambo Sooloh, Saudagar Bugis yang Masyhur di Singapura
Punya segudang jasa, dikenal aktif membantu masyarakat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Bagi orang-orang di Sulawesi Selatan, nama Haji Ambo Sooloh mungkin terdengar asing. Tapi lain halnya bagi kuping sejarawan Malaysia dan Singapura. Mereka sepakat bahwa tokoh tersebut punya andil besar bagi kedua negara tetangga tersebut pada paruh pertama abad ke-20.
Yang perlu digarisbawahi, Haji Ambo Sooloh merupakan pria berdarah Bugis. Menurut artikel surat kabar The Strait Times edisi 26 Januari 1988, kisah Ambo Sooloh dimulai pada tahun 1880, saat sang ayah yakni Haji Omar Ali asal Pontianak memulai perantauannya di Singapura.
Dengan latar belakang saudagar, Haji Omar Ali dalam waktu kurang dari satu dekade berhasil membangun bisnisnya, yang mencakup penyewaan rumah hingga perdagangan komoditas. Alhasil ia bisa membangun beberapa rumah mewah. Omar pun dikenal sebagai figur pemimpin komunitas Bugis di Singapura, sebuah "jabatan" yang ia emban hingga wafat pada tahun 1921.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Bugis pada Silsilah Raja Malaysia
1. Ambo Sooloh ikut membangun Singapura sepanjang dekade 1920-an
Saat mangkat, Haji Omar Ali mewariskan hartanya pada anak-anaknya. Tapi justru si bungsu, yakni Haji Ambo Sooloh yang lahir pada tahun 1891, mencuat sebagai penerus kecakapan berdagang sang mendiang ayah. Ia juga mempertahankan fungsi Rumah Besar, sebutan penduduk lokal untuk rumah tingkat tiga milik Omar Ali, sebagai kediaman keluarga besarnya sekaligus tempat singgah para pedagang Bugis yang kebetulan menyambangi Singapura.
Masuk 1927, Ambo Sooloh diangkat sebagai pemimpin komunitas saat masih berusia 36 tahun. Sama seperti sang ayah, ia bertugas sebagai penengah masalah yang terjadi di tengah masyarakat Bugis.
Namun, Ambo Sooloh dikenal luas karena sumbangsihnya dalam banyak sektor. Pada dekade 1920-an akhir, namanya sering muncul di berita olahraga Singapura. Ini lantaran ia menjadi donatur sejumlah ajang seperti liga sepak bola tingkat sekolah, kompetisi menembak yang diadakan Kepolisian Singapura hingga beberapa kejuaraan sepak bola lokal. Dan pada 1929, ia jadi salah satu pendiri Malayan Football Association, cikal-bakal Football Association of Malaysia saat ini.
Baca Juga: Mengenal Filosofi Cara Menerima Tamu dalam Budaya Suku Bugis