1 April 1906: Hari Jadi Makassar Versi Pemerintah Hindia-Belanda
Jadi latar belakang penetapan Hari Kebudayaan Makassar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Sejak tahun 2019, Pemerintah Kota Makassar menetapkan setiap tanggal 1 April sebagai Hari Kebudayaan. Alasannya adalah merujuk pada peristiwa cikal bakal pembentukan Kota Makassar pada 1 April 1906.
Menurut catatan sejarah, pada tanggal itu pemerintah Hindia Belanda membentuk dewan pemerintahan Gemeentee di Kampung Baru, yang terletak di kawasan Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam. Kawasan ini yang berkembang menjadi kota Makassar hingga kini.
Selama ini, kita tahu bahwa 9 November adalah hari jadi Kota Makassar. Soal itu ditetapkan lewat Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2000. Tanggal tersebut merujuk pada penyatuan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo pada 9 November 1607, dalam peristiwa salat Jumat bersejarah di Masjid Tallo.
Lalu, apa yang terjadi sebenarnya di tanggal 1 April 1906?
Baca Juga: Mengenang Perjanjian Bongaya yang Diteken VOC dan Gowa 352 Tahun Silam
1. Makassar ditetapkan sebagai daerah otonomi oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda pada 1 April 1906
Sebelum menjelang abad ke-21, tanggal 1 April menjadi rujukan orang-orang atas perkara Hari Jadi Makassar. Tanggal tersebut berasal dari keputusan pemerintah Hindia-Belanda di Batavia menjadikan Makassar sebagai daerah yang memiliki otonomi sendiri (gemeente) pada 1 April 1906.
Alasan penetapan Makassar menjadi daerah yang berhak mengatur diri sendiri tak lepas dari statusnya sebagai pusat pemerintahan kolonial di Pulau Sulawesi. Terjadi pertumbuhan pesat di bidang ekonomi sehingga diperlukan pembangunan dan kebijakan politik khusus. Selain Makassar, turut dibentuk gemeente di Batavia, Medan, Semarang, dan Surabaya.
Karenanya, Gubernur Sulawesi Henri Nicolas Alfred Swart meneken keputusan menetapkan Makassar sebagai Gementelijk Ressort atau Gemeente pada 1 April 1906 dalam Staatsblad (Lembaran Negara) Nomor 171 (Irawan Soejito, Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia 2, 1984).
Baca Juga: Karaeng Pattingalloang: Poliglot dan Pecinta Sains Asal Gowa-Tallo