TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gatal-Gatal pada Kemaluan? Jangan Sepelekan Vaginitis!

Gak bahaya banget, sih! Tapi kalau dibiarkan, bisa...

Pexels/Min An

Pernahkan kamu mengalami rasa gatal-gatal pada kemaluan? Jika iya, apa yang kamu lakukan kemudian? Apakah kamu membiarkannya, menggaruknya, memberikan salep, membubuhi bedak anti gatal, atau memeriksakan ke dokter? Untuk mewaspadai vaginitis, ada baiknya kamu cepat periksa ke dokter sebelum muncul komplikasi lebih lanjut!

Tapi, apa sih vaginitis itu? Kenapa harus waspada dan cepat periksa ke dokter? Yuk, kita simak penjelasannya di bawah ini!

1. Vaginitis adalah infeksi yang terjadi pada vagina. Gejala ini memang bisa ditangani sendiri, namun perlu diperiksakan jika baru pertama kali

Pexels/Porapak Apichodilok

Vaginitis adalah infeksi atau peradangan yang mengenai Miss V. Gejala ini bisa ditangani sendiri kalau sudah pernah mengalami sebelumnya dan sudah pernah sembuh. Artinya, pengobatan yang kamu lakukan sebelumnya terbilang tepat. Namun jika kamu baru pertama kali merasakannya dan mengalami perubahan yang signifikan, jangan ragu lagi memeriksakan diri.

Gejala-gejala yang dimaksud adalah merasakan gejala atau sensasi berbeda dengan infeksi vagina yang pernah dialami sebelumnya, punya riwayat hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, dan infeksi pada vagina tetap terjadi walaupun sudah mengobatinya dengan obat anti jamur.

2. Gejala ini bisa cewek-cewek ketahui dengan adanya rasa gatal, keputihan, hingga pendarahan ringan

Pexels/Zun Zun

Pada kebanyakan kasus, viginitis dapat diindikasikan dengan munculnya keputihan yang bahkan hingga disertai perubahan warna. Kemudian jumlah keputihan dan baunya juga tidak seperti siklus bulanan keputihan pada cewek. Masih ada lagi gejala lainnya yaitu iritasi atau gatal-gatal dan sakit saat berhubungan seksual. Flek atau pendarahan ringan juga mungkin terjadi.

Baca Juga: Ini 5 Fakta Rambut Kemaluan Cewek, Jarang Diperhatikan tapi Berfaedah

3. Ada macam-macam penyebab vaginitis, mulai dari infeksi jamur sampai atrofi. Selain itu, masih ada juga faktor yang memicu risiko vaginitis lho!

Pexels/The Lazy Artist Gallery

Sebagian besar kasus vaginitis yang ada, bisa disebabkan oleh infeksi jamur/bakteri, penyakit menular seksual, iritasi oleh kandungan kimia (sabun, pewangi pakaian, kondom), kebiasaan membasuh bagian dalam vagina, dan atrofi vagina (penipisan dinding vagina karena kadar estrogen menurun pasca menopause).

Tidak cuma penyebab saja, vaginitis punya faktor pemicu. Artinya jika faktor-faktor tersebut terjadi padamu, risiko memiliki vaginitis pun bakal lebih tinggi. Sebut saja perubahan hormon, aktif berhubungan seks lebih dari satu pasangan, punya penyakit menular seksual, dan diabetes.

Sejumlah kebiasaan sehari-hari juga mempengaruhi seperti penggunaan obat-obatan anti biotik dan kortikosteroid, pemakaian pembersih daerah intim, dan busana yang membuat vagina lembab karena terlalu ketat.

4. Pengobatan vaginitis bisa berbeda-beda karena disesuaikan dengan penyebabnya. Ada yang diberi antibiotik sampai terapi penggantian hormon

Pexels/Godisable Jacob

Pengobatan vaginitis pada satu orang dengan orang lainnya, tidak bisa disamakan. Ini karena penyebab dari masing-masing kasus berbeda, sehingga cara mengobatinya pun lebih spesifik. Kalau vaginitis karena infeksi jamur, maka akan diresepkan obat anti jamur atau anti biotik.

Kalau penyebabnya adalah penurunan hormon estrogen, terapi penggantian hormon akan lebih direkomendasikan. Jika penyebabnya adalah alergi pada bahan kimia, kamu diminta menghindari bahan-bahan tersebut sambil memberikan obat oles estrogen untuk mengatasi peradangannya.

Baca Juga: 5 Cara Cepat Mendapatkan Alis Mata yang Sempurna, Berani Coba?

Berita Terkini Lainnya