TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kapal Pinisi: Sejarah, Fungsi, Jenis, Bagian dan Proses Pembuatannya

Pinisi dikenal tangguh mengarungi laut dan samudera

IDN Times/Gregorius Aryodamar P

Nenek moyang bangsa kita merupakan bangsa pelaut tangguh. Itu bukan penggalan lirik lagu semata. Karena dari dulu, suku-suku yang mendiami wilayah Nusantara terkenal piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan nusantara maupun dunia.

Tak terkecuali masyarakat Bugis yang mendiami wilayah Sulawesi Selatan. Sejak dulu, mereka telah menjelajah dengan perahu phinisi buatan tangan yang dikerjakan secara tradisional.

Pinisi jadi ikon teknik perkapalan tradisional di Nusantara. Perahu tradisional itu dikenal tangguh bukan hanya untuk pelayaran nasional, melainkan juga untuk rute internasional.

UNESCO, pada tahun 2017, telah menetapkan seni pembuatan perahu pinisi sebagai warisan budaya dunia takbenda. Itu jadi pengakuan dunia internasional terhadap pengetahuan nenek moyang masyarakat Sulsel tentang teknik perkapalan tradisional. Sebab perahu pinisi yang diturunkan generasi ke generasi tetap eksis dan berkembang hingga hari ini.

 Pinisi pada sistem tali temali dan layar. Konon, pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini sudah dikenal setidaknya 1500 tahun. Polanya didasarkan atas teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik.

Saat ini pusat pembuatan perahu ini ada di wilayah Tana Beru, Bira, dan Ara di Kabupaten Bulukumba. Serangkaian tahapan dari proses pembuatan perahu mengandung nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian/presisi, keindahan, dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan.

Baca Juga: 7 Fakta Pinisi Kapal Buatan Tangan Suku Bugis Telah Menjelajahi Dunia

1. Sejarah pinisi

instagram.com/priscaangelina

Dikutip dari laman Kemendikbud, perahu pinisi diperkirakan sudah ada sekitar abad ke-14 masehi. Itu menurut naskah lontarak I La Lagaligo. Alkisah, perahu pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya.

Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Singkat cerita, Sawerigading berhasil memperistri Puteri We Cudai.

Setelah beberapa lama tinggal di Tiongkok, Sawerigading rindu kepada kampung halamannya. Dengan menggunakan perahunya yang dulu, ia berlayar ke Luwu. Namun, ketika perahunya akan memasuki pantai Luwu, tiba-tiba gelombang besar menghantam perahunya hingga pecah. Pecahan-pecahan perahunya terdampar ke tiga tempat di wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu di Kelurahan Ara, Tana Beru, dan Lemo-lemo. Oleh masyarakat dari ketiga kelurahan tersebut, bagian-bagian perahu itu kemudian dirakit kembali menjadi sebuah perahu yang megah dan dinamakan perahu pinisi.

Sampai sekarang, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen perahu pinisi. Tradisi dalam pembuatan perahu tersebut juga tetap dipertahankan oleh pengrajinnya, berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari nenek moyang.

2. Fungsi, jenis, dan bagian-bagian pinisi

Instagram.com/@traditionalboats

Sejak dulu perahu pinisi digunakan untuk mengangkut barang lintas laut. Namun belakangan fungsinya kini meluas menjadi kapal pesiar mewah. Ada banyak kapal pinisi yang dibiayai oleh investor lokal maupun asing untuk membawa wisatawan.

Saat ini ada dua macam perahu pinis. Yang pertama, pinisi Lamba/Lambo yaitu pinisi modern yang sekarang dilengkapi dengan motor diesel. Lalu ada pinisi Palari, yang merupakan bentuk awal pinisi dengan lunas, yakni bagian terbawah kapal yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.

Berikut ini bagian-bagian dari kapal pinisi:

  • Anjong (segitiga penyeimbang), yang berada pada bagian depan kapal
  • Sombala (layar utama), yang berukuran besar mencapai 200 meter persegi
  • Tanpasere (layar kecil) berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
  • Cocoro pantara (layar bantu depan).
  • Cocoro tangnga (layar bantu tengah).
  • Tarengke (layar bantu di belakang)
Berita Terkini Lainnya