ANTARA FOTO/Yusran Uccang
Pergantian desain baru terlihat jelang Liga Super 2014. Nuansa putih di kiri-kanan mengingatkan banyak suporter kepada jubah kebesaran penguasa Eredivisie Belanda, Ajax Amsterdam. Padahal, apparel kubu De Godenzonen sejak tahun 2000 adalah Adidas. Mengherankan, ya?
Serentetan kabar yang mengerinyitkan dahi mengiringi PSM. Mulai dari mundurnya pelatih asal Jerman, Jorg Steinebrunner, tepat sebelum musim dimulai. Masa kerjanya bahkan hanya dua bulan. Sayang, Rudy Keltjes tak mampu membuktikan kapasitasnya di Mattoanging. Langkah mereka tak berjalan mulus, hanya finis di papan tengah Wilayah Timur.
Optimisme menyongsong ISL 2015 menguap tanpa jejak lantaran kompetisinya berhenti tepat di pekan ketiga. Sanksi pembekuan FIFA terhadap PSSI jadi biang keladi. Tiada cerita mentereng kala Juku Eja terjun ke kompetisi pengisi masa vakum. Piala Jenderal Sudirman 2015, gagal lolos dari penyisihan grup. Habibie Cup 2015, tersingkir di semi final di tangan Sidrap United. Piala Presiden 2015, rubuh pada fase perempat final.
Awan mendung belum juga pergi sewaktu PSM bergelut dalam Indonesia Soccer Championship 2016. Kendati sudah melakukan perekrutan besar-besaran, PSM malah terlempar ke papan tengah. Jengah dengan tren negatif, Luciano Leandro didepak pada tengah musim. Pos pelatih dioper kepada Robert Rene Alberts.
Sang Dutchman datang bersama fajar cerah. PSM sukses dikerek dari peringkat 12 untuk finis di posisi 6. Semangat yang sempat padam bertahun-tahun kembali berkobar. Banyak pihak kontan yakin Ferdinand Sinaga cs sanggup berbicara banyak di musim selanjutnya.
Harus diingat, dari 2014 hingga 2016, PSM memakai jersey yang sama!