Instagram.com/sulselfootballhistory
PSM mengawali dekade 1990-an dengan cemerlang. Dengan status underdog, anak asuh Syamsuddin Umar akhirnya sanggup merusak dominasi tim-tim asal Pulau Jawa pada Divisi Utama Perserikatan musim 1991/1992.
Josef Wijaya dkk waktu itu sudah melesat sejak awal-awal kompetisi. Mereka finis di peringkat tiga Wilayah Timur, kalah perolehan gol dari pemuncak klasemen Persebaya Surabaya dan runner-up Persegres Gresik kendati sama-sama mengoleksi poin yang sama yakni 13.
Lagi-lagi hal yang sama terjadi di Babak 6 Besar. Tergabung di Grup B bersama PSMS Medan dan Persegres Gresik, PSM lolos ke semifinal berkat dua hasil imbang. Sementara Laskar Ayam Kinantan maju sebagai juara grup, mengulang raihan di Wilayah Barat.
Bersua Persib di semifinal, PSM berhasil membukukan kemenangan 2-1. Drama terjadi di babak puncak, mereka kembali bersua PSMS. Di hadapan 50 ribu penonton yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, final yang berlangsung pada 27 Februari 1992 tersebut berakhir dramatis.
Skor imbang 1-1 di waktu normal, pertandingan berlanjut ke babak tambahan waktu. Baru semenit extra time berjalan, gawang Maung Bandung sudah dibobol oleh Mustari Ato yang masuk sebagai pemain pengganti. Tak ada gol tambahan tercipta hingga peluit panjang dibunyikan wasit. Paceklik prestasi mayor selama 26 tahun akhirnya berakhir.
Yang unik, jersey edisi 1991/92 amat sederhana. Merah marun polos, tanpa logo klub atau apparel. Sederhana namun bertuah.
Skuad PSM di final : Ansar Abdullah; Bahar Muharram, Muhammad Ajis Muin, Anwar Liko, Jeffry Dien; Aji Lestaluhu, Yusrifar Djafar, Hasanuddin Tolla (Arman Dadi), Alimuddin Usman; Erwin Wijaya (Mustari Ato), Kaharuddin Jamal