Sejumlah pemain Persmin Minahasa melakukan latihan sebelum bertanding melawan tuan rumah PSM Makassar dalam lanjutan Liga Indonesia 2007 di Stadion Mattoanging Makassar, Sabtu (22/12/2007). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
Persmin Minahasa layak disebut sebagai tim dengan prestasi mentereng setelah PSM. Di Ligina 2006, skuad asuhan Joko Malis ini berhasil merusak dominasi tim-tim besar dengan merangsek ke babak semifinal. Reputasi tim kuda hitam pun sah tersemat.
Materi pemainnya pun mentereng. Mereka mengandalkan pemain-pemain mumpuni seperti Eugene Gray, mendiang Etoga Esse Romaric, Tommy Monggopa, Ghery Nugroho, Jorge Toledo, Daniel Campos, Jibby Wuwungan, Djet Donald dan Miro Baldo Bento. Persmin Minahasa bahkan keluar sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur Ligina 2006, kangkangi dua tim besar lain yakni Persik Kediri dan PSM.
Jelang Ligina 2007, manajemen tim Manguni Makasiouw (Burung Hantu Hitam) menggelontorkan dana fantastis senilai Rp20 miliar yang berasal dari APBD Kabupaten Minahasa. Terjadi perombakan total utamanya susunan pemain asing. Beberapa nama anyar yang didatangkan seperti Pedro Jalet dan Osvaldo Moreno. Turut pula pemain asal Makassar yakni Hendra Ridwan, Zulkifli Syukur, Akbar Rasyid.
Pelatih kepala Herry Kiswanto, pengganti Joko Malis yang direkrut menjadi asisten pelatih timnas senior, dibebankan target menjadi juara Ligina edisi terakhir. Sayang, Persmin gagal mengulang sukses di musim sebelumnya. Mereka finis di peringkat 8 dengan mengumpulkan 53 poin, hanya terpaut empat angka dengan Arema yang duduk di posisi 4.
Meski secara klasemen dinyatakan sah menjadi salah satu tim peserta Liga Super 2008/09, Persmin gagal tampil lantaran tak lolos verfikasi. Krisis finansial dan larangan penggunaan APBD membuat klub yang bermarkas di Stadion Maesa Tondano ini juga tak bisa berlaga di Divisi Utama.
Sejak 2017, Persmin berkecimpung di kasta terbawah dan sempat menjadi juara Liga 3 Zona Sulawesi Utara pada musim 2018.