6 Fakta Maleo, Burung Endemik Sulawesi yang Terancam Punah!
Intinya Sih...
- Maleo hanya ada di Sulawesi, Indonesia, dengan populasi terancam punah
- Mereka bersarang di tepi sungai, danau, dan area pesisir pulau
- Populasinya menurun 90% dalam 60 tahun terakhir akibat perburuan telur dan degradasi habitat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Maleo merupakan megapode besar yang hanya bisa kamu temui di Sulawesi, salah satu pulau di Indonesia. Wilayah penyebarannya sangat terbatas, begitupula informasi yang tersedia mengenai maleo. Burung ini berada dalam famili Megapodiidae dan memiliki nama ilmiah Macrocephalon maleo. Panjang tubuhnya kisaran 55--60 sentimeter. Kamu bisa mengenalinya dari bulu warna hitamnya, kulit wajah kuning dan mata cokelat kemerahannya.
Perlu kamu ingat bahwa maleo punya paruh oranye kemerahan dan bagian bawah tubuhnya merah salmon. Di kepalanya terdapat casque menonjol berwarna gelap. Sayangnya, keberadaan maleo sangat terancam punah. Mari kenalan lebih jauh melalui fakta-fakta berikut ini.
1. Wilayah penyebaran maleo
Penyebaran maleo sangat terbatas dan hanya berada di Sulawesi, salah satu pulau di Indonesia. Mereka biasanya berada di ketinggian lebih ari 1.000 meter dan ditemukan di perbukitan dataran rendah atau hutan hujan. Animalia menginformasikan bahwa maleo kerap bersarang di tepi sungai, tepi danau dan area pesisir pulau.
2. Maleo hidup dalam koloni
Berdasarkan informasi dari National Audubon Society, maleo hidup dalam koloni longgar. Sama seperti penyu, mereka juga mengubur telurnya di dalam tanah dan menutupinya. Burung dewasa tidak lebih besar dari ayam, akan tetapi telurnya lima kali lebih besar dari telur ayam pada umumnya. Ketika telur itu menetas, anak ayam akan keluar sendiri dari tempatnya dikuburkannya. Mereka siap memulai kehidupan tanpa perawatan dari induknya.
3. Sistem perkawinan maleo
Sistem perkawinan maleo adalah monogami, sepasang maleo tetap bersama sepanjang waktu. Mereka bisa berkembang biak sepanjang tahun, tapi puncak musim kawinnya tergantung pada lokasi di wilayahnya. Setelah kawin, mereka akan meninggalkan hutan dan mencari area pesisir sebagai tempat perkembang biakannya. Betina bisa menghasilkan 8--12 telur dalam setahun.
4. Mereka tidak mengerami telur-telurnya
Setelah betina menempatkan telurnya di dalam tanah, mereka terkadang menutupi lubangnya dengan sesuatu sebagai kamuflase. Saat merasa telurnya sudah dikubur dengan aman, pasangan maleo akan pergi dan tidak pernah kembali lagi. Panasnya pasir akan menginkubasi telur-telur maleo. Dibutuhkan waktu selama 60--80 hari agar telurnya menetas.
Menariknya, anak burung maleo sudah bisa mandiri beberapa jam setelah dilahirkan. Mereka akan menggali jalan keluar setelah menetas, punya kemampuan terbang dan mencari makan sendirian. Menu makan maleo berupa buah-buahan, biji-bijian, moluska, rayap, kumbang dan invertebrata kecil lainnya.
5. Populasinya menurun 90 persen dalam 60 tahun terakhir
Sangat disayangkan bahwa keberadaan maleo sangatlah terancam. Jika tidak dijaga dengan baik, mereka sedikit lagi mencapai kepunahan. Berdasarkan informasi dari Edge of Existence, dalam 60 tahun terakhir, populasi malei menurun sebanyak 90 persen. Ancaman utamanya adalah pengambilan telur oleh warga lokal yang membuat banyak area bersarang diabaikan.
Baca Juga: Cerita Warga Temukan Bayi Anoa di Gorontalo, Dirawat Selama 1 Bulan
6. Penegakan undang-undang perlindungan maleo tidak berjalan dengan baik
Sumber yang sama menjelaskan bahwa maleo sudah dilindungi di bawah undang-undang sejak tahun 1972 dan setengah dari area bersarang berada di dalam area yang dilindungi oleh pemerintah. Walaupun begitu, populasinya masih menurun. Undang-undang yang melindungi maleo tidak ditegakkan dengan baik sehingga perburuan liar masih terjadi.
Telurnya banyak diburu untuk dimakan dan bahkan dijadikan sebagai barang mewah untuk dijual. Selain perburuan telur, degradasi koridor perjalanan antara hutan dan tempat bersarang juga menjadi salah satu ancamannya, dilansir Aliansi Konservasi Tompotika.
Tidak banyak informasi mengenai gaya hidup maleo yang diketahui, tapi kamu tahu bahwa keberadaan mereka sangat terancam punah. Saat ini, maleo diklasifikasikan sebagai Critically Endangered oleh IUCN, selangkah lagi menjadi punah. Jika tidak dilestarikan dan dijaga dengan baik, burung ikonik dari Indonesia ini akan punah sepenuhnya. Jadi, mari bersama-sama menjaga keberadaan maleo dengan mengurangi perburuan telur dan menjaga habitatnya.
Baca Juga: Malabot Tumpe, Tradisi Panen Telur Maleo Milik Masyarakat Banggai
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.