Para Pemuda Sulawesi di Balik Sumpah Pemuda 1928

Pemuda Sulawesi tergabung dalam kelompok Jong Celebes

Makassar, IDN Times - 28 Oktober 1928 jadi momen pertemuan perwakilan pemuda-pemudi nusantara dalam Kongres Pemuda II di Batavia -kini Jakarta. Momen itu sekaligus menandai lahirnya Sumpah Pemuda, tonggak sejarah bangsa tentang ikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia.

Kongres Pemuda II diikuti perhimpunan pemuda dan pelajar dari berbagai daerah. Ada Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, hingga Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dan lainnya.

Sesuai namanya, para kelompok pemuda mewakili daerahnya masing-masing. Tokoh-tokoh muda dan pelajar dari Pulau Sulawesi bergabung dalam Jong Celebes. Kelompok ini sebagai lanjutan dari Studerenden Minahasaers yang didirikan Samuel Ratulangie sebelum Kongres Pemuda I tahun 1926. 

Siapa saja wakil Sulawesi di balik ikrar Sumpah Pemuda? Berikut daftar beberapa di antara mereka, yang dihimpun IDN Times dari sejumlah sumber.

1. RCL Senduk

Para Pemuda Sulawesi di Balik Sumpah Pemuda 1928(Sejarah pembentukan PMI) jurecsmandapa.com

Jurnalis senior Harry Kawilarang, dalam laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, menyebut RCL Senduk sebagai seorang ’Soldier of Fortune’. Dikisahkan, saat Belanda menggelar operasi penangkapan penjahat perang, Senduk pernah disergap dengan tuduhan pembunuh. Namun dia diselamatkan oleh kesaksian banyak serdadu Belanda, yang menyatakan Senduk sebagai penyembuh dan penyelamat banyak orang.

DR Rumondor Cornelis Lefrand Senduk lahir di Desa Tataaran, Minahasa, Sulawesi Utara, pada tahun 1904. Saat remaja, dia dipilih pemerintah Hindia-Belanda melanjutkan studi ke sekolah pendidikan dokter Hindia, Stovia, di Batavia. Namun semasa sekolah, dia justru menjalin persahabatan dengan para pemuda dan pelajar dari berbagai daerah untuk menggalang kekuatan pro kemerdekaan. Pada Kongres Pemuda II, dia bertindak sebagai Pembantu III.

Senduk pernah bekerja sebagai dokter gigi di Sukabumi, sebelum jadi dokter tentara Jepang. Dia sempat diasingkan ke Papua oleh Belanda karena jadi aktivis pergerakan nasional. Dalam perjalanannya, Senduk juga membuat rancangan pembentukan Palang Merah Indonesia (PMI) di tahun 1939.

2. Arnold Monotutu

Para Pemuda Sulawesi di Balik Sumpah Pemuda 1928konstituante.net

Berasal dari Manado, Sulawesi Utara, Arnoldus Isaac Zacharias Monotutu juga berlatar belakang pelajar STOVIA. Dia melanjutkan studi di Akademi Hukum Internatsional Den Haag, Belanda. Monotutu aktif dalam rapat-rapat Perhimpunan Indonesia di Belanda dan terpilih sebagai wakil ketua, saat Mohammad Hatta menjadi bendahara.

Monotutu juga terlibat dalam berbagai gerakan nasional setelah kembali ke Indonesia. Dia antara lain menjadi anggota Partai Nasional Indonesia yang dibentuk Soekarno. Dia juga jadi anggota Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, bagian dari Kongres Pemuda II yang mencetuskan Sumpah Pemuda. 

Pernah bekerja di perusahaan eksplorasi minyak Jepang, Monotutu memutuskan hijrah jadi pendidik di Perguruan Rakyat dengan gaji yang lebih rendah. Bersama tokoh lain seperti Mohammad Yamin, yayasan ini mengelola sejumlah sekolah dengan sekitar 300 siswa.

Di masa setelah kemerdekaan, Monotutu menjabat menteri penerangan. Dialah yang pertama kali mengumumkan penggantian nama Batavia menjadi Jakarta. Pada tahun 1960, Monotutu diminta Presiden Soekarno menjadi Rektor Universitas Hasanuddin di Makassar.

Baca Juga: 5 Tokoh di Balik Nama Jalan di Makassar yang Sering Kamu Lalui

3. Agustine Magdalena Waworuntu

Para Pemuda Sulawesi di Balik Sumpah Pemuda 1928Repro Majalah Merdeka, 20 Maret 1954

Dia lahir di Manado 4 Juni 1899. Ayah Agustine, Majoor Bintang Albertus Louis/Lasut Waworuntu, anggota Volksraad atau Dewan Rakyat Hindia Belanda). Dia menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rendah di Manado, lalu pada usia 14 tahun hijrah ke Jawa.

Pada 1917 Agustine menjadi wanita pertama Indonesia yang menjadi lektor pertama Indonesia dalam Bahasa Prancis. Saat belajar di Sekolah Klooster Kecil di Jakarta. Dia tercatat sebagai wali kota kedua Manado, yang menjabat pada 1950-1051. Dia terpilih melalui sebuah pemilihan umum terbatas.

4. Hadidjah Lena Mokoginta/Ibu Sukanto

Para Pemuda Sulawesi di Balik Sumpah Pemuda 1928mongondow.com

Seperti Agustine, tidak banyak literatur yang memuat biografi Hadidjah Lena Mokoginta. Namun diketahui wanita ini berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Selain ikut aktif dalam gerakan kemerdekaan, dia lebih dikenal sebagai Ibu Sukanto karena statusnya sebagai istri Kapolri pertama Jenderal RS Soekanto Tjokrodiatmojo. 

Menurut catatan sejarah Bhayangkari Polri Lena Mokoginta merupakan penggagas lahirnya organisasi istri anggota Polri itu pada tanggal 17 Agustus 1949 di Yogyakarta. Namun saat itu Lena menolak menjadi ketua, melainkan bertindak sebagai pelindung.

Baca Juga: Setia Hingga Akhir: Jejak Perjuangan Wolter Monginsidi di Makassar

Topik:

  • Aan Pranata
  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya