Perangkat Sekolah Mogok, SLB Disabilitas di Makassar Disegel

Makassar, IDN Times - Jajaran perangkat Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pembina Provinsi Sulawesi Selatan, Sentra PK-PLK, Jalan Daeng Tata, Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, terpaksa menyegel sekolah mereka.
Penyegelan merupakan wujud dari aksi protes yang dilayangkan kepada Kepala SLB. Perangkat sekolah yang memprotes terdiri dari guru, wakil kepala sekolah, orang tua siswa dan komite, hingga para alumnus SLB.
"Kita masih mengatakan dugaan yah. Ada dugaan penyelewengan dana. Dana beasiswa untuk siswa-siswi di sekolan ini," kata Sekertaris Komite SLB Andi Wiwi kepada sejumlah jurnalis, saat ditemui di sela penyegelan sekolah, Jumat (3/4).
1. Oknum kepala sekolah dianggap tidak transparan dalam mengelola dana beasiswa untuk pelajar
Aksi protes hingga penyegelan, merupakan wujud kekesalan para perangkat SLB, khususnya orang tua siswa kepada oknum kepala sekolah. Kepsek, selama ini dinilai tidak transparan dalam mengelola dana beasiswa yang seharusnya diterima ratusan pelajar SLB.
Wiwi mengatakan, anggaran beasiswa yang seharusnya didapatkan pelajar, bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sesuai kebijakan dan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun ajaran 2020.
Selama tiga tahun belakangan, kata Wiwi, pelajar hanya menerima sebagian dari beasiswa yang seharusnya didapatkan. Misalnya disebutkan Wiwi, untuk pelajar SD, nominal yang seharusnya diterima Rp1.500.000 per tahun.
Tetapi yang justru diterima pelajar hanya Rp500.000. Pihak sekolah melalui kepsek berdalih, beasiswa dipotong untuk pengadaan keperluan para pelajar. Mulai dari seragam, sepatu, tas, hingga alat tulis.
"Sementara barang-barang semua ini tidak sesuai dengan standar apa yang dipotong. Ini mudah rusak, belum berapa lama dipakai langsung terbuka misalnya sepatu. Itu sangat jauh dari spesifikasi," ungkap Wiwi.
Pemotongan beasiswa, lanjut Wiwi, juga berlaku pada tingkat SMP hingga SMA di SLB ini. Pengadaan keperluan sekolah juga sama, hanya bentuk seragam yang membedakan. Wiwi mengaku dia dan sebagian besar orang tua siswa lainnya telah berulang kali meminta penjelasan soal transparansi pengelolaan beasiswa kepada kepsek.
Namun, kepsek menurut mereka kerap menghindar dan seoalah-olah tidak ingin menerima kehadiran seluruh orangtua siswa. "Itu yang kita mau tahu, bagaimana sebenarnya pencairannya. Apakah beasiswa yang diterima siswa ini, dapat pemotongan atau murni langsung sesuai dengan peraturan," imbuh Wiwi.
2. Perangkat SLB bahkan telah mengadu ke dewan, hingga Dinas Pendikan Sulsel agar persoalan ini segera disikapi
Pelajar SD di SLB ini mencapai 142 orang, SMP 58 orang dan SMA 61 orang. Nasib seluruh pelajar yang anggaran beasiswanya dipotong, telah diadukan ke pemerintah hingga instansi terkait.
Alumnus SLB Abdul Rahman mengatakan, mereka telah mengadukan persoalan ini ke DPRD Sulsel hingga Dinas Pendidikan Sulsel sejak Senin (16/3) lalu. Aspirasi mereka diterima anggota Komisi E DPRD Sulsel saat itu.
"Jadi sampai sekarang setelah aspirasi kita diterima, langsung ditampung sama DPRD Sulsel dan kita tinggal menunggu petunjuk untuk dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) nanti," ujar pria yang akrab disapa Gusdur ini.
Beberapa hari setelah mengadu, alumnus bersama perangkat SLB lainnya langsung menyegel sekolah dan beberapa bagian ruangan di dalamnya. Penyegelan resmi terhitung sejak Senin (30/3) hingga hari ini.
Meski sekolah diliburkan mengingat situasi pandemi COVID-19, penyegelan akan tetap berlangsung hingga mereka menerima kejelasan dari kepsek terkait transparansi pengelolaan beasiswa para pelajar.
3. Banyak persoalan internal di dalam sekolah, guru yang ikut protes khawatir dengan imbas ke depan
Tenaga pengajar di SLB ini mencapai 67 orang. Sebagian di antaranya adalah guru yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Salah seorang guru yang tergabung dalam aksi protes ini, Andi Faisal, mengatakan baru mengetahui persoalan beasiswa bagi pelajar setelah berdialog sejenak dengan perwakilan DPRD Sulsel.
Faisal mengira, selama ini beasiswa yang didapatkan pelajar sudah sesuai dengan mekanisme penerimaan. Kurang transparannya kepsek dikhawatirkan guru-guru lain akan berdampak pada jenjang pekerjaan yang mereka jalani.
"Kalau angka pastinya soal beasiswa itu saya juga tidak tahu menahu. Kami berpikirnya selama ini baik-baik saja ternyata setelah dialog dengan orang tua siswa ternyata ada masalah," ucap Faisal.
Persoalan lain yang pernah terjadi di SLB ini, diungkapkan Faisal, adalah pencoretan beberapa orang tenaga pekerja di luar guru. Kepsek selaku penanggung jawab sekolah, katanya tidak sama sekali memberikan penjelasan dan maksud pencoretan yang dianggap sepihak terhadap tenaga pekerja.
Mereka melayangkan sejumlah poin tuntutan agar DPRD Sulsel hingga instansi yang bertanggung jawab segera bergerak. Mereka meminta agar kepsek mundur dari SLB Pembina.
Hal lain yang dikeluhkan oleh mereka yaitu Kepsek dianggap tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekolah, tidak mengimplementasikan rencana kerja anggaran sekolah. Kepsek bahkan disebut-sebut mempekerjakan penyandang disabilitas sebagai cleaning service namun tidak sesuai dengan upah yang diterima.
Baca Juga: LBH Makassar Desak Penuntasan Kasus Difabel Meninggal Dunia di Rutan
4. Kepsek SLB Makassar menampik isu pemotongan anggaran, proses pemberian beasiswa merujuk pada juknis dirjen SLB
Kepala Sekolah SLB Negeri Pembina Muhammad Hasyim, menampik tudingan terkait dugaan penyelewengan anggaran yang dilakukan. Hasyim mengungkapkan, penyaluran beasiswa untuk tingkat SD, SMP hingga SMA tetap merujuk pada petunjuk teknis Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
"Kita tidak berani kalau di luar juknis itu, kita bekerja tetap rujukannya kita melalui juknis itu. Karena semuanya sudah diatur di dalam, termasuk bagaimana mekanisme penyaluran beasiswa," ungkap Hasyim saat dikonfirmasi terpisah Jumat petang.
Proses penyaluran beasiswa, katanya, bahkan telah disosialisasikan ke hampir sebagian besar peserta didik. Dalam sosialisai itu, dia menerangkan bahwa penyaluran beasiswa disertai dengan rincian pengelolaan anggaran.
Beasiswa peserta didik, tambah dia, diimplementasikan melalui pengadaan seragam hingga alat belajar. Bahkan transportasi hingga pajak. Selebihnya, tetap diterima langsung oleh siswa. "Pasti seperti itu, kita tidak berani mengada-ada kalau bukan berangkat dari juknis itu," ucapnya.
Menyoal tudingan mempekerjakan penyandang disabilitas sebagai tenaga kerja di lingkungan sekolah, Hasyim menyatakan, bahwa yang bertanggung jawab dalam melakukan perekrutan justru adalah pengelola. Bukan pihaknya secara langsung.
Begitu pun dengan upah tenaga kerja yang disebutkan Hasyim disalurkan dari Dinas Pendidikan Sulsel melalui rekening pribadi mereka. Di sisi lain, Hasyim mengaku menerima seluruh tuntutan yang dilayangkan koalisi.
Dia pun menyerahkan semuanya kepada Dinas Pendidikan Sulsel untuk memediasi sekaligus menjelaskan kepada koalisi yang menuntut. Hasyim enggan memperpanjang persoalan tuntutan itu. "Saya jujur memaafkan apa pun yang ditudingkan sama saya. Tidak apa-apa. Yang jelas saya bekerja sesuai dengan pentunjuk resmi," tegas Hasyim.
Baca Juga: Dua Penyandang Disabilitas di Makassar Polisikan Rekannya