LBH Makassar Desak Pemerintah Transparan Tangani Pasien Covid-19

Transparansi sebagai bahan edukasi kepada masyarakat

Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan agar bersikap transparan dalam penanganan pasien Covid-19. Transparansi yang dimaksudkan adalah persoalan selain identitas korban.

Kamis (19/3) lalu Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengumumkan dua orang warganya positif terinfeksi virus corona. Keduanya adalah pasien 285 dan 286. Satu dari pasien meningggal dunia sebelum hasil pemeriksaannya keluar.

LBH menilai, sikap pemerintah yang cenderung tertutup dalam memberikan informasi justru akan berdampak bagi kondisi psikologis dan mental masyarakat. Sebaliknya, keterbukaan informasi akan menjadi sarana edukasi masyarakat agar dapat mendisiplinkan diri mengambil langkah pencegahan.

Informasi mengenai identitas lokasi berbasis kelurahan tempat tinggal dan pekerjaan, serta lokasi atau tempat-tempat yang terakhir dikunjungi oleh pasien menurut dianggap sangat penting diketahui publik. Dengan begitu, warga di wilayah sekitar bisa inisiatif agar segera memeriksakan dirinya.

"Dengan pertimbangan informasi tersebut tidak melanggar hak privasi pasien, meskipun sebenarnya perlindungan hak privasi dapat dibatasi dalam kondisi darurat dan untuk kepentingan masyarakat yang jauh lebih besar sebagaimana ketentuan Pasal 57 Ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan," kata Direktur LBH Makassar Haswandy Andi Mas kepada IDN Times di Makassar, Sabtu (21/3).

Baca Juga: Cegah Virus Corona, Ruang Publik di Makassar Disemprot Disinfektan 

1. Menutup informasi menimbulkan kekhawatiran berlebih di masyarakat

LBH Makassar Desak Pemerintah Transparan Tangani Pasien Covid-19Ilustrasi. (Dok. IDN Times)

LBH menilai, dua warga Makassar yang positif COVID-19 terlambat diidentikasi dan diumumkan oleh pemerintah. Informasi tentang lokasi tempat tinggal dan tempat bekerja, serta tempat-tempat yang pernah dikunjungi pasien juga tidak dipublikasikan. Padahal sikap tersebut hanya memberikan efek kekhwatiran berlebih kepada publik.

Belakangan, identitas pasien Covid 285 terlanjur tersebar di berbagai media sosial tanpa kontrol sehingga mengejutkan masyarakat. Pasien yang baru pulang dari ibadah umrah meninggal sebelum hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan dia positif. Dia dipulangkan dari rumah sakit, sedangkan jenazahnya sempat dimandikan dan dimakamkan seperti proses umum.

Menurut Haswandy, keterbukaan informasi bisa menjadi langkah efektif mencegah perluasan penyebaran Covid-19. Masyarakat jadi bisa lebih waspada dan sadar diri.

"Bahkan secara disiplin mengisolasi diri, dan tentunya harus didukung oleh ketersediaan alat deteksi Covid-19," katanya.

2. Pasien diketahui positif setelah meninggal, bukti lemahnya penanganan virus corona

LBH Makassar Desak Pemerintah Transparan Tangani Pasien Covid-19Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. IDN Times/Istimewa

Lebih jauh, Haswandy menjelaskan, dalam perspektif hukum dan HAM, pemerintah seharusnya mengoptimalkan kewajibannya. Termasuk alokasi sumber daya maksimum yang dikerahkan secara progresif untuk mencegah dan menanggulangi epidemi Covid-19.

Salah satunya bisa ditunjukkan melalui pemenuhan hak atas kesehatan. Berbagai aturan nasional dan internasional telah mengatur tentang penanggulangan pandemik atau bencana nasional non alam.

"Termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan, yang mencakup jaminan ketersediaan fasilitas layanan barang dan jasa serta informasi kesehatan yang harus memenuhi prinsip," Haswandy menjelaskan.

Pasien yang meninggal sebelum dinyatakan positf, kata dia, adalah salah satu bukti lambannya pemerintah menangani Covid-19. Keterlambatan terjadi karena alat pendeteksi Covid-19 belum tersedia di Sulsel sehingga data pasien harus dikirimkan di Jakarta untuk diperiksa.

"Alatnya yang digunakan pun ternyata masih PCR yang membutuhkan waktu pemeriksaan jauh lebih lama dari rapid test, sehingga memakan waktu sekitar tiga hari untuk diketahui hasilnya."

Wawan -sapaan Haswandy- menyebut kelambanan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman gagalnya pemerintah baik pusat dan daerah dalam melindungi dan memenuhi hak warganya dari ancaman penyebaran dan pengobatan wabah virus.

"Ini yang harus dibayar mahal dengan upaya pencegahan dan penanggulangan yang secepat-cepatnya secara efektif dan seoptimal mungkin. Jika tidak maka Covid-19 ini akan menyebar secara ganas di Sulsel, yang tentu akan berdampak terhadap terganggunya stabilitas sosial, ekonomi dan politik," ucap Wawan.

3. Sejumlah poin desakan LBH Makassar terhadap pemerintah

LBH Makassar Desak Pemerintah Transparan Tangani Pasien Covid-19LBH Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Persoalan di atas, menurut Wawan, harus segera disikapi penting dan menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam melakukan penanganan terhadap pasien Covid-19. LBH Makassar mendesak agar pemerintah provinsi dan daerah saling koordinasi secara efektif untuk mempercepat pengadaan alat pendeteksi dini yang cepat dan akurat atau rapid test sebanyak-banyaknya.

"Yang dapat memenuhi kebutuhan di setiap kota/kabupaten di Sulsel tanpa menunggu pengadaan dari pemerintah pusat, yang tentunya akan lebih mendahulukan untuk wilayah Jakarta dan Jawa," ucap Wawan.

Selain itu, pemerintah juga harus segera menyediakan alat pelindung diri (APD) dan segala perlengkapan lainnya dengan jumlah yang memadai dan proporsional guna menjamin keamanan, perlindungan dan menjaga stamina para petugas medis yang menangani para pasien Covid-19.

Pemerintah juga didesak agar dapat mengendalikan ketersediaan kebutuhan atau bahan pokok dengan harga yang tetap terjangkau. Upaya lainnya untuk menjamin kondisi sosial yang tetap aman dan kondusif serta terjaminnya hak-hak dasar warga lainnya tetap dapat terpenuhi.

Baca Juga: Dinkes Sulsel Tracing Riwayat Kontak 2 Pasien Positif Corona

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya