Komplotan Penjual Kartu Perdana Pakai NIK Ilegal Ditangkap di Makassar

Komplotan asal Makassar menyasar penjualan Indonesia timur

Makassar, IDN Times - Jajaran Satreskrim Polrestabes Makassar mengungkap kasus penjualan kartu telekomunikasi prabayar, dengan registrasi menggunakan kartu identitas secara ilegal. Dalam pengungkapan itu, petugas menangkap lima orang pelaku.

Pelaku masing-masing berinisial ED (47), SS (25) dan HR (20). Dua pelaku lainnya belum disebutkan identitasnya oleh polisi.

"Penjualan kartu perdana dari Telkomsel yang saat ini semuanya menggunakan data KTP yang dipalsukan," kata Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Yudhiawan Wibisono dalam ekspos tangkapan di kantornya, Senin (8/6).

1. Modus operandi komplotan ini beroperasi

Komplotan Penjual Kartu Perdana Pakai NIK Ilegal Ditangkap di MakassarBarang bukti hasil kejahatan registrasi kartu prabayar secara ilegal di Polrestabes Makassar. IDN Times/Polrestabes Makassar

Kelima pelaku, jelas Yudhiawan, ditangkap secara bergilir di kawasan Jalan Sungai Saddang Lama, Kecamatan Makassar, sejak Jumat (5/6) lalu. Penangkapan dilakukan setelah petugas mendapatkan informasi terkait aksi yang dilakukan komplotan warga Makassar ini.

Yudhiawan menjelaskan bagaimana modus komplotan ini beraksi. Ribuan kartu prabayar dibeli dalam jumlah banyak dari penyedia layanan jasa telekomunukasi resmi. Setelah dibeli, mereka kemudian melakukan registrasi menggunakan nomor KK dan nomor induk kependudukan (NIK) pada KTP.

"Modusnya bekerja sama dengan karyawan, ada buka rekening, kemudian memasarkan melalui media sosial dan lainnya. Pembelinya ini dari berbagai daerah sisa langsung kirim. Tidak pakai registrasi lagi," ungkap Yudhiawan.

2. Dijual dua kali lipat dari harga asli

Komplotan Penjual Kartu Perdana Pakai NIK Ilegal Ditangkap di MakassarBarang bukti hasil kejahatan registrasi kartu prabayar secara ilegal di Polrestabes Makassar. IDN Times/Polrestabes Makassar

Karena kartu prabayar yang dijual tidak lagi diregistrasi sendiri oleh penggunanya, lanjut Yudhiawan, harga yang ditawarkan ditingkatkan dua kali lipat. Dari setiap kartu yang dijual, komplotan ini mendapatkan keuntungan minimal Rp10 ribu.

Kartu dipasarkan umumnya melalui media sosial. Selebihnya, dijual di lokasi usaha atau konter handphone milik mereka. Pihak kepolisian, ditegaskan Yudhiawan, sejauh ini juga masih mendalami keterlibatan oknum dari instansi penyedia layanan jasa identitas warga.

"Karena ada juga pihak yang melakukan register. Ada juga pihak penyedia data berkoordinasi dengan dinas kependudukan, ada juga memberi data kependudukan. Kita masih kembangkan," jelas Yudhiawan.

Baca Juga: New Normal, Polisi Bakal Bubarkan Paksa Keramaian di Makassar

3. Selain registrasi ilegal komplotan ini juga menggunakan kartu untuk menyebar informasi hoaks di medsos

Komplotan Penjual Kartu Perdana Pakai NIK Ilegal Ditangkap di MakassarBarang bukti hasil kejahatan registrasi kartu prabayar secara ilegal di Polrestabes Makassar. IDN Times/Polrestabes Makassar

Lebih lanjut, kata Yudhiawan, selain meregistrasi kartu dengan identitas ilegal, komplotan ini juga kerap menyebarkan informasi hoaks atau bohong di media sosial. Informasi menyesatkan disebar memanfaatkan jaringan data pada kartu yang telah diregistrasi.

"Hasil pemeriksaan ini banyak digunanakan untuk kegiatan penipuan seperti showbiz. Kemudian yang paling fatal adalah digunakan untuk menyebarkan berita-berita hoaks. Apa lagi sekarang di masa pandemi yang mendiskriminasikan profesi tenaga medis, ini adalah berita-berita hoaks akibat kartu-kartu ini," ucap Yudhiawan.

Dalam pengungkapan ini, petugas menyita sebanyak 37.200 lembar kartu perdana yang belum sama sekali teregistrasi, 3.100 yang telah diregistrasi dan sejumlah perangkat elektronik yang memudahkan mereka dalam menjalankan aksi kejahatannya. Seperti perangkat registrasi kartu secara otomatis.

Selain itu, petugas juga menyita uang tunai senilai Rp428 juta bersama beberapa unit kartu ATM dan buku rekening. Uang itu diduga kepolisian sebagai keuntungan komplotan ini dalam menjalankan bisnisnya. Mengingat mereka beroperasi telah cukup lama.

"Tidak menutup kemungkinan kita bisa menangkap tersangka lainnya. Uang tunainya ini dari hasil penjualan. Mereka beroperasi sekitar dua tahun. Sudah banyak dijual. Sebagian besar tujuan penjualan itu di bagian Indonesia Timur," jelas Yudhiawan.

Akibat perbuatan melawan hukumnya, para pelaku dijerat dengan Pasal 35 Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi dan Data Kependudukan. Kelimanya terancam hukuman 12 tahun penjara.

Baca Juga: Polisi: Kriminalitas di Makassar Menurun Selama Pandemi COVID-19

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya