Gugat Menkeu dan Menteri LHK, Petani Soppeng Hadirkan 3 Saksi

Menteri Keuangan 

Makassar, IDN Times - Sukardi, petani di kampung Coppoliang, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, menjalani sidang ketiga praperadilan, di Pengadilan Negeri Watansoppeng, Selasa (23/2/2021).

Sidang praperadilan Sukardi untuk permohonan ganti rugi melawan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng, dan Menteri Keuangan RI. Gugatan terkait penangkapan sewenang-wenang dan dugaan upaya kriminalisasi.

Wakil Direktur LBH Makassar Edy Kurniawan mengatakan, pada sidang ketiga, pihak Sukardi menghadirkan 16 bukti persuratan serta tiga orang saksi. Dia menyebut bukti-bukti surat itu  memperkuat dalil permohonan. 

"Yang menyatakan bahwa Menteri LHK dan Kejaksaan Negeri Soppeng telah keliru menerapkan hukum dalam proses penangkapan, penahanan dan penuntutan terhadap Petani Soppeng tahun 2017-2018," kata Edy dalam siaran persnya yang diterima IDN Times, Rabu (24/2/2021).

Baca Juga: Dugaan Kriminalisasi, Petani Soppeng Menggugat Menteri LHK 

1. Termohon Menteri Keuangan tidak hadir dalam sidang praperadilan

Gugat Menkeu dan Menteri LHK, Petani Soppeng Hadirkan 3 SaksiIlustrasi. Sidang gugatan praperadilan demonstran di PN Makassar. IDN Times/LBH Makassar

Edy mengatakan, termohon Menteri LHK dan Kepala Kejaksaan Soppeng cuma diwakili oleh kuasa hukum. Sedangkan pihak Menteri Keungan tidak hadir dengan alasan tidak terlibat dan tidak punya kepentingan pada perkara pokok.

"Sehingga tidak perlu mengajukan bukti dan saksi pada sidang praperadilan ganti rugi tersebut," kata Edy. 

Dalam sidang yang berlangsung empat jam itu, tiga saksi mengungkapkan keterangan mengenai kerugian materil hingga dampak psikologis yang dialami pemohon selama ditahan 150 hari. Salah satu saksi adalah Sahidin, rekan pemohon yang sama-sama ditahan saat itu. Dua lainnya adalah warga desa setempat, I Mari dan Naharuddin.

"Sukardi sempat stres dan trauma saat ditahan di Rutan Gunung Sari (Makassar), bahkan menggoyang-goyangkan sel besi dan meminta dikeluarkan pada saat itu," kata Edy meneruskan kesaksian Sahidin dalam persidangan. 

2. Penahanan pemohon membuat aktivitasnya terbengkalai dan berdampak terhadap keluarga

Gugat Menkeu dan Menteri LHK, Petani Soppeng Hadirkan 3 SaksiIlustrasi Borgol (Dok. IDN Times)

Hal berbeda diungkapkan saksi I Mari. Akibat penangkapan, kebun cabai dan jahe milik Sahidin jadi terbengkalai. Padahal, kebun itu jadi sumber penghasilan utama keluarganya.

"Kebun menjadi tidak terurus dan ditumbuhi rumput-rumput liar yang meninggi, sehingga sangat mempengaruhi hasil panen," kata Edy menirukan. 

Penangkapan pemohon juga disebut membuat petani di Kampung Coppoliang takut berkebun. Terutama istri pemohon yang sebelumnya membantu mengurus kebun. Sedangkan saksi Naharuddin lebih banyak mengungkapkan kerugian-kerugian yang dialami pemohon dan keluarganya.  

"Berdasarkan keterangan Naharuddin, keluarga korban banyak mengeluarkan
biaya-biaya untuk membesuk pemohon selama ditahan di Rutan Makassar dan (dipindahkan ke) Rutan Soppeng," ucap Edy.

3. Petani berharap gugatan praperadilan dapat dimenangkan

Gugat Menkeu dan Menteri LHK, Petani Soppeng Hadirkan 3 SaksiIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Kepada LBH Makassar, pemohon berharap agar majelis hakim dapat mengambil kesimpulan yang adil dalam memutuskan pokok gugatan perkara ini dalam waktu dekat.

Diketahui, Sahidin adalah satu dari tiga petani yang ditangkap Polisi Kehutanan pada 22 Oktober 2017 dengan tuduhan merambah hutan setempat. Dua petani lainnya adalah Jamadi dan Sukardi.

Mereka dianggap melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU-P3H). Sejak saat itu, ketiganya ditahan di Rutan Makassar kemudian dipindahkan ke Rutan Soppeng selama 150 hari. Sampai akhirnya mereka dibebaskan oleh PN Watansoppeng karena tidak terbukti bersalah, Rabu, 21 Maret 2018.

Baca Juga: Seabad Lebih Villa Yuliana di Soppeng Menanti Kehadiran Ratu Belanda

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya